JAKARTA---UU Pemilu No.10 tahun 2008 yang antara lain mengatur tentang perolehan kursi DPR pusat (parliamentary threshold-PT) sebesar 2,5 persen atau sekitar 15 kursi DPR, dan yang tidak mencapai jumlah kursi tersebut partai harus membubarkan diri dan tidak bisa mengikuti pemilu berikutnyaItu dinilai sebagai hasil persekongkolan partai-partai yang ada di DPR saat ini.
Demikian mengemuka dalam dialektika demokrasi bertajuk “Partai Baru dan Parliamentary Threshold” di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Jumat (22/8/2008) bersama pengamat politik Arbi Sanit, Didik Supriyanto (Sekjen PDP), Andi Najmi Fuadi (Wakil Sekjen PKNU), Yusuf Warsim (Ketua Bapilu PMB).
Bukti persekongkolan itu kata Arbi Sanit dan Didik, anehnya pada UU Pemilu sebelumnya sudah ditetapkan electoral threshold (ET) sebesar 2,5 persen, tapi kemudian dianulir sendiri bahwa partai yang mempunyai satu kursi pun di DPR bias mengikuti pemilu (Pasal 36-b)
BACA JUGA: PDS Juga Gaet Artis
Ditambah KPU yang lemahBACA JUGA: DPD Dianggap Sudah Serap Aspirasi Daerah
Terbukti ada 4 parpol baru dan satu parpol lagi yang menuntut ikut pemilu akan ditolerirDengan begitu maka jelas kata Didik, jika semuanya sebagai hasil persekongkolan elit di DPR
BACA JUGA: Kasus BI Babak III Segera Digelar
Padahal kalau mereka itu konsisten mestinya syarat parpol itu diperberatMisalnya ET atau PT-nya bukan saja 2,5 persen, melainkan 4-7 persen seperti di luar negeriAtau menjadi partai local terlebih dahuluJika terbukti diterima rakyat di daerah tingkat II, dan pemilu berikutnya diterima rakyat di tingkat provinsi, baru menjadi partai nasional.Karena itu, Didik khawatir setelah pemilu 2009 mendatang kondisi politik akan diwarnai gejolak social akibat tidak puas dengan kinerja KPUApalagi kalau parpol yang menang tidak sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat, maka KPU akan dikepung oleh jutaan rakyat yang dating dari seluruh Indonesia “Jadi, nanti yang penting KPU mampu mengatasi gejolak social,”tandas Didik mengingatkan.
Yang pasti kata Arbi dalam konspirasi itu tidak perlu perbaikan-perbaikan, karena dalam pertarungan politik itu tidak untuk melayani rakyatMelainkan untuk konspirasi kepentingannya sendiri-sendiri“Itu bias dilihat dari pembahasan anggaran, UU dan pengawasan DPR,”ujar Arbi Sanit.
Arbi Sanit menilai jika rakyat selama ini hanya diperalat, sehingga korupsi merajalelaOleh sebab itu pemilu 2009 nanti tidak ada bedanya dengan pemilu 2004 dan yang akan berubah adalah jumlah Golput akan bertambah besarIu sebagai bukti bahwa tidak ada konsistensi elit politik untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
Yang pasti kata Andi Najmi dan Yusuf Warsim kalau UU Pemilu itu dibaca secara utuh dan cermat, maka sangat ambivalen dan tidak konsisten“Nantinya ada partai yang mempunyai ekor di daerah, tapi tidak mempunyai kepala di DPR,”tutur Andi Najmi yang mantan anggota FPKB DPR itu.
Menurut Yusuf malah tidak sekedar inkonsisten, melainkan ada kesengajaan untuk tidak melaksanakan UU yang sudah dibuatnya sendiriItu jelas untuk menghancurkan demokrasi dan kembali Orde Baru dengan adanya pembatasan partai“Yang benar itu mengatur partai, bukan membatasi,” tutur Yusuf.(eyd)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Umat Hindu Doakan Abdilah Bebas
Redaktur : Tim Redaksi