Penyelesaian Polemik Mutasi Pejabat di Aceh

UUPA dan MoU Helsinki Harus Jadi Rujukan

Jumat, 17 Maret 2017 – 12:58 WIB
Presiden Jokowi. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Fadlulah meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan arahan kepada jajaran kabinetnya. Arahan kepada kabinet  terkait daerah khusus dan istimewa untuk diperhatikan dengan baik kewenangannya. Hal ini penting diperhatikan agar tidak terjadi konflik seperti yang dilakukan oleh Dirjen Kemendagri di Aceh saat ini.

“Kepada semua pihak khususnya pemerintah pusat agar dalam menyelesaikan permasalahan di Aceh mengacu pada MoU Helsinki dan UUPA sebagai turunannya," ujarnya dalam siaran pers yang diterima wartawan, Jumat (17/3).

BACA JUGA: Misbakhun: Tax Amnesty Bukti Rakyat Percaya Jokowi

Menurut Anggota Komisi VI DPR ini, saat ini, pengebirian pasal-pasal dalam UUPA sudah sangat masif dan terstruktur. Pasanya, pemerintah pusat melakukan hal tersebut dalam berbagai hal, kewenangan Aceh yang telah diberikan dalam UU bisa dieliminasi hanya dengan sebuah surat edaran menteri. Hal ini ni merupakan penghinaan bagi kekhususan Aceh.

“Di Indonesia tidak semua UU dapat di berlakukan/diterapkan untuk daerah khusus dan istimewa, konstitusi pasal 18B telah mengatur itu. Kalau pemerintah menunjukkan sikap yang tidak menghargai konstitusi maka tidak akan ada jaminan stabilitas politik dan hukum di Indonesia," tegasnya.

BACA JUGA: Pak Jokowi Ingin Calon Dirut Pertamina Seperti Ini

Senada dengan Fadlulah, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh ( YARA), Syafaruddin SH menilai manuver belasan pejabat di Aceh karena dimutasi Gubernur Zaini Abdullah mrrupakan langkah yang tidak baik.

Menurutnya, sebagai Aparatur Sipil Negara seharusnya mereka siap ditempatkan dimana saja dan kapan saja. “Kami mempertanyakan Perlawanan ini, waktu dilantik kenapa mereka tidak pertanyakan, alasan pencopotan tersebut. Di jajaran birokrasi itu sudah biasa sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan alasan lainnya yang dipandang oleh gubernur perlu. Jadi tidak ada permasalahan, justru itu memperlihatkan bahwa mereka seakan tidak rela kehilangan jabatan," imbuhnya.

BACA JUGA: Bahas Tembakau, Jokowi Ingatkan Dua Hal Penting

Lebih jauh, Syaruddin mengingatkan bahwa sesuai dengan Sumpah Janji PNS, Pasal 26 UU No. 8/1974, setiap PNS akan tunduk pada aturan yang berlaku dan setia pada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. "Apa mereka sudah melupakan sumpah jabatan ini?," tanyanya.

Menurutnya Syafaruddin, pergantian pejabat tersebut menggunakan aturan yang sah yakni Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA). Oleh karena itu, kata Syafaruddin yang perlu di pahami bahwa UUPA itu adalah UU Khusus bagi Aceh, sama seperti DKI Jakarta, Papua dan Yogyakarta. Dan ini perlu di jaga bersama oleh rakyat Aceh sepanjang pasal pasal dalam UUPA tidak bertentangan dengan UUD 1945, terutama DPR Aceh yang selalu menyebutkan Kekhususan Aceh dalam permasalahan Qanun Bendera dan Lambang.

"Dalam UUPA juga tidak melarang bahwa Gubernur tidak boleh melakukan pelantikan pejabat, sama seperti pasal 74 UUPA yang menyatakan bahwa Perselisihan Pilkada di Aceh ke Mahkamah Agung, tetapi pasal tersebut tidak berubah dan masih dipakai," tegasnya.

“YARA dari awal sudah mendorong dan mneyarankan kepada Gubernur agar dalam hal pelantikan Pejabat di Aceh harus menggunakan landasan hukum UUPA, ketika ini dilakukan oleh Gubernur maka kami berkewajiban mempertahankan apa yang telah kami sarankan kepada gubernur," pungkasnya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Gelar Ratas RUU Pertembakauan, Inilah Hasilnya


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler