jpnn.com - JAKARTA - Vaksin Nusantara kembali menjadi perhatian dunia.
Penelitian vaksin berbasis sel dendritik yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu terbit di jurnal ilmiah National Library of Medicine dengan judul "A personal COVID-19 dendritic cell vaccine made at point-of-care: Feasibility, safety, and antigen-specific cellular immune responses".
BACA JUGA: Vaksin Nusantara Masuk Jurnal Medis Internasional, Selamat untuk Dokter Terawan
"Dengan masuknya kembali Vaksin Nusantara di jurnal medis internasional membuktikan bahwa hasil karya anak bangsa diakui dunia internasional," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Vox Point Indonesia, Handoyo Budi Sedjati, Sabtu (29/10).
Handoyo berharap pemerintah Indonesia bertindak dengan segera mengeluarkan regulasi agar vaksin Covid-19 pertama di dunia yang menggunakan sel dendritik itu dapat diakses oleh masyarakat Indonesia.
BACA JUGA: Metode Sel Dendritik Vaksin Nusantara Berguna Buat Peneliti Prancis
"Sejumlah anggota masyarakat yang terkena inflamasi setelah Covid-19 terbukti dapat disembuhkan seusai mendapatkan Vaksin Nusantara," imbuh Handoyo.
Seperti dikutip dari website National Library of Medicin, tingkat efikasi dan efektivitas vaksin berbasis sel dendritik itu mencapai 96,8% persen.
BACA JUGA: Varian Baru Omicron Muncul, Ratu DPR Minta Vaksinasi Covid-19 Jangan Kendor
"Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kelayakan vaksin sel dendritik pribadi terhadap protein lonjakan SARS-CoV-2, menetapkan keamanan injeksi vaksin subkutan tunggal, dan menentukan respons imun spesifik antigen setelah vaksinasi," bunyi jurnal itu.
Dalam jurnal itu dijelaskan, pada penelitian fase I sebanyak 31 subjek ditugaskan ke salah satu dari sembilan formulasi sel dendritik dan limfosit (DCL) autologus yang diinkubasi dengan 0,10, 0,33, atau 1,0 g protein lonjakan SARS-CoV-2 rekombinan.
Lalu, dicampur dengan saline atau 250 atau 500 g faktor perangsang koloni granulosit-makrofag (GM-CSF) sebelum injeksi. Kemudian dinilai untuk keamanan dan respons humoral.
"Pada Fase 2, 145 subjek diacak ke salah satu dari tiga formulasi yang ditentukan oleh inkubasi dengan tiga jumlah protein lonjakan yang sama tanpa GM-CSF, kemudian dinilai untuk keamanan dan respons seluler. Vaksin berhasil diproduksi untuk setiap subjek di titik perawatan."
"Sekitar 46,4% subjek memiliki efek samping (AE) grade 1; 6,5% memiliki grade 2 AE. Di antara 169 subjek yang dapat dievaluasi, tidak ada alergi akut, grade 3 atau 4, atau AE serius."
Pada fase 1, antibodi domain pengikat anti-reseptor meningkat pada 70% subjek pada hari ke-28.
"Pada fase 2, pada 127 subjek yang tidak memiliki sel penghasil interferon gamma tingkat tinggi pada awal, 94,4% telah meningkat pada hari ke-14 dan 96,8% pada hari ke-28."
Pembuatan vaksin pribadi di tempat perawatan juga bisa dilakukan. "Pengembangan lebih lanjut dari vaksin khusus subjek tersebut diperlukan," kata Handoyo. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi