Baca dalam Bahasa Mandarin | Baca dalam Bahasa Inggris

Sudah hampir tiga bulan Pemerintah Australia memberlakukan peraturan untuk membatasi pergerakan warganya karena pandemi virus corona.

BACA JUGA: Di Hari Ultah Jakarta, Anies Baswedan Mengklaim Berhasil Kendalikan Corona

Warga di Australia, termasuk asal Indonesia pun sudah mulai mengadopsi cara baru dalam hidup mereka.

Kini tetangga menjadi lebih saling mengenal dan membantu, anak-anak bersekolah dari rumah, hingga penerapan 'new normal' yang belum tentu bisa diadaptasi negara lain.

BACA JUGA: Selamat! 53 Mahasiswa Indonesia Lulus dari Universitas di Kota Kelahiran Virus Corona

Ada banyak hikmah, makna, hingga hobi baru yang dilakukan setelah warga Australia banyak diam di rumah saat 'lockdwon', yang kini sudah mulai dilonggarkan. 'Mengubah hidup saya' Photo: Blair masih melanjutkan hobi menggambar yang ia mulai sejak diam di rumah selama 'lockdown'. (ABC News: Alan Weedon)

 

BACA JUGA: 10 Karyawan Mitra 10 Kota Bogor Terpapar Covid-19

Blair Sun, warga Melbourne kelahiran China, mengaku mengawali tahun 2020 dengan kurang beruntung.

Ia pernah mengalami 'lockdown' di China, setelah mengunjungi keluarganya di sana untuk merayakan Tahun Baru Imlek di bulan Februari lalu.

Setelah kembali ke Australia, ia pun tidak bisa langsung ke rumahnya, karena aturan saat itu melarang siapa pun yang berpergian lewat atau dari China masuk ke Australia.

Ia kemudian dikarantina di negara lain sebelum ke Australia, tapi setelah kembali ke Melbourne, malah kehilangan pekerjaannya sebagai seorang produser media di sebuah perusahaan keuangan.

Namun dengan waktu yang lebih banyak ia miliki, Blair menyibukkan dirinya dengan mengambar dan menjadi 'vlogger' untuk mengurangi stress. Photo: Blair juga membuat vlog di platform 'Little Red Book', seperti Instagram, yang banyak digunakan warga China. (ABC News: Alan Weedon)

 

"Semuanya mengubah hidup saya … rasanya seperti kembali ke sekolah lagi dan sedang berlibur panjang," kata Blair yang sekarang sudah menemukan pekerjaan baru di bidang yang sama.

Ketika pasangan dan temah serumahnya masih memiliki pekerjaan saat aturan 'lockdown' diberlakukan, Blair mengatakan ia malah kebagian sibuk sebagai koki di rumah.

"Saya merasa memiliki bakat dan dapat belajar masak dengan cepat melalui internet … Saya merasa ada gunanya," katanya. 'Merasa dirantai di meja' Photo: Manjusha Manjusha mengatakan masa isolasi membuat dirinya punya waktu untuk latihan menari India. (ABC News: Alan Weedon)

 

Manjusha Manjusha adalah seniman Australia asal India yang kehilangan pekerjaan, seperti banyak orang di Australia yang bekerja di industri kreatif, setelah anjuran diam di rumah diberlakukan.

Banyak pagelaran tarian klasik India yang seharusnya ia lakukan terpaksa dibatalkan. Ia juga harus kehilangan pekerjaannya di Wurundjeri Woi Wurrung, organisasi yang mengurus warisan budaya Aborigin di Melbourne.

Kepada Erwin Renaldi dari ABC ia mengatakan pandemi virus corona telah membuatnya untuk mengatur ulang kembali kehidupannya.

"Saya menyadari ketika saya di tempat kerja, saya merasa seperti dirantai di meja secara terus menerus," kata Manjusha.

Hal itu ia rasakan karena kebanyakan waktunya hanya berada di meja kerja tanpa cukup waktu istirahat.

"Di awal [lockdown], saya merasa semuanya tidak jelas. Tapi kemudian sedikit lebih terpola. Saya jadi bisa melakukan yoga di atas gedung apartemen, membuat secangkir teh, dan mengurus tanaman saya." Photo: Manjusha mengaku selama diam di rumah justru ia lebih menikmati saat membuat teh. (ABC News: Alan Weedon)

 

"[Lockdown] membuat saya memiliki banyak waktu untuk diri sendiri dan sekitar saya, yang tidak pernah terpikir sebelumnya karena selalu menjalankan hari dengan terburu-buru." 'Tak ada jaminan orang akan hidup selamanya' Photo: Amin Abbas mengatakan kini ia semakin menghargai interaksi sosial secara langsung. (ABC News: Alan Weedon)

 

Amin Abbas adalah warga Melbourne kelahiran Palestina yang saat ini sedang sekolah 'Masters of Business Administration' di University of Melbourne.

Kepada ABC ia mengatakan selama 'lockdown' ia semakin menjalin hubungan yang erat dengan orang-orang yang dicintainya, baik di dalam maupun di luar negeri.

"Saya adalah orang yang sangat menghargai hubungan, baik itu persahabatan, keluarga, jadi tanpa interaksi langsung benar-benar membuat hidup saya kosong," kata Amin. Photo: Amin secara rutin menghubungi keluarganya, terutama orangtuanya yang berada di Kuwait. (ABC News: Alan Weedon)

 

"Tak ada jaminan hidup orang akan hidup selamanya… saya rasa jabatan tangan nantinya akan lebih berarti, begitu juga pelukan, dan ciuman di pipi akan lebih berarti [setelah lockdown]," jelasnya. 'Saling mengirim keju' Photo: Claudine Chionh (kiri) dan Kirsty Ellem (kanan) harus sama-sama bekerja dari rumah dari apartemennya yang kecil. (ABC News: Alan Weedon)

 

Kristy Ellem dan Claudine Chionh tinggal di sebuah apartemen kecil di sebelah utara kota Melbourne dan keduanya sama-sama bekerja dari rumah selama masa 'lockdown'.

Kirsty yang bekerja di sebuah lembaga konsultan seni mengatakan kepada ABC jika waktu antara bekerja dan tidak di rumah menjadi hal yang paling menantang.

"Batas-batas antara kerja dan tidak memang selalu tercampur, tapi selama lockdown, makin terasa," kata Kirsty.

Tapi Kirsty merasa perbuatan baik antar tetangga di gedung apartemennya mengurangi tekanan bekerja dari rumah, seperti saling mengirim keju.

"Saling berbagi di saat yang sulit dan penuh ketakutan malah menunjukkan siapa orang-orang yang paling disayangi," kata Kirsty.

Sementara bagi Claudine, yang berasal dari Singapura, masa isolasi di rumah membuatnya belajar bermain gitar elektrik. Photo: Caludine sebelumnya pernah belajar gitar klasik saat ia masih kecil. (ABC News: Alan Weedon)

  'Kita pulih dengan cepat' Photo: Atoshi Perea (kiri) bersama suaminya Sanjaya Jayatilake (kanan) di salon mereka di kawasan Doncaster East. (ABC News: Jarrod Fankhauser)

 

Pasangan Australia asal Sri Lanka, Sanjaya Jayatilake dan Atoshi Perea memiliki salon rambut di kawasan Doncaster East, Melbourne.

Bisnis mereka anjlok selama pekan-pekan awal isolasi diberlakukan dan mereka mengaku tidak berdaya dan sempat takut.

"Pandemi itu sangat menakutkan, tetapi kami berhasil tetap membuka salon," kata Atoshi.

"Kami menawarkan penawaran spesial kepada orang-orang yang kehilangan pekerjaan dan paket pada pelanggan, jadi perlahan pelanggan kami kembali." Photo: Kedua anak mereka ikut berbincang dengan pelanggan dengan menanyakan kabar mereka secara rutin. (ABC News: Jarrod Fankhauser)

 

Sanjaya mengatakan penawaran-penawaran seperti itu membuat bisnisnya tetap jalan, meski sempat pernah tutup dua minggu di bulan Maret lalu.

"Di saat yang sulit, istri dan anak-anak saya tetap mengobrol dengan pelanggan dan menanyakan kabar mereka secara rutin," katanya.

"Membangun relasi yang baik dengan pelanggan sangat membantu bisnis kami."

Baca dalam Bahasa Mandarin | Baca dalam Bahasa Inggris

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasien Positif Covid-19 di Sukabumi Rata-rata Usia Produktif

Berita Terkait