Wacana Pajak Motor BBM Naik, Pengamat: Pemerintah Seperti Memaksakan Diri

Senin, 29 Januari 2024 – 21:03 WIB
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyoroti wacana kenaikan pajak kendaraan sepeda motor berbahan bakar minyak (BBM). Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyoroti wacana kenaikan pajak kendaraan sepeda motor berbahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan pemerintah untuk mensubsidi transportasi umum seperti LRT atau kereta cepat.

Selain itu, kenaikan pajak itu untuk menekan polusi udata yang menjadi permasalah saat ini.

BACA JUGA: Bayar Pajak Motor Bisa dari Rumah, Begini Caranya

Djoko mengatakan pemerintah perlu memperbaiki transportasi publik sebelum mengeluarkan rencana untuk menaikkan pajak motor BBM.

"Perbaiki dulu transportasi publiknya, selama itu tidak dilakukan dengan benar, ya, percuma," katanya ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

BACA JUGA: Bayar Pajak Motor di Jabar Lebih Mudah Lewat ATM BCA

Djoko mengapresiasi dukungan pemerintah untuk mendorong transportasi umum.

Namun, dia menyayangkan jika dukungan tersebut jadi dalih untuk memaksa masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik.

BACA JUGA: PKS Mengajak Golkar Perjuangkan Pajak Motor Gratis untuk Meringankan Beban Masyarakat

"Pemerintah seperti memaksakan diri agar orang beli motor listrik. Menurut saya, seharusnya tidak seperti itu," kata pengamat dari Universitas Katolik Soegijapranata itu.

Djoko mengemukakan, pemerintah perlu belajar dari Kota Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan, yang sudah menggunakan kendaraan listrik (electric vehicle) sejak 2007 untuk bermobilitas akibat keterbatasan akses BBM.

Pada 2018, setidaknya ada sebanyak 1.280 motor listrik yang berlalu-lalang dan digunakan oleh penduduk Agats.

Jarang atau bahkan hampir tidak ada penduduk yang menggunakan kendaraan dengan bahan bakar bensin.

Motor dengan BBM biasanya hanya digunakan oleh pihak kepolisian, sedangkan kendaraan berupa mobil hanya dipakai oleh rumah sakit dalam bentuk ambulans atau mobil pemerintah.

Saat ini sudah ada lebih dari 4.000 unit kendaraan listrik.

Namun, tidak ada Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) dan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), meskipun mayoritas menggunakan motor listrik.

Masyarakat masih mengisi daya motor listrik mereka di rumah masing-masing.

Penggunaan motor listrik di Agats dikategorikan sebagai sepeda sehingga para pemiliknya tidak perlu memiliki surat tanda nomor kendaraan (STNK) maupun surat izin mengemudi (SIM).

Penggunaan motor listrik di sana hanya membayar retribusi ke pemda setempat berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum.

Selain itu, ada juga Perda No. 7 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha dan Perbub No. 24 Tahun 2017 tentang Angkutan Darat dan Sungai.

"Kota Agats sudah memberikan contoh suatu wilayah yang mengalami kesulitan distribusi BBM tidak selalu mempertahankan tetap menggunakan kendaraan motor bakar. Kita punya kearifan lokal yang bisa ditiru, jangan semuanya berdasarkan standar Jakarta," kata Djoko. (Antara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Dorong Penghapusan Pajak Motor, Ini Reaksi Mabes Polri


Redaktur & Reporter : Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler