jpnn.com, JAKARTA - Maraknya wacana pelarangan total aktivitas iklan rokok untuk menekan prevalensi perokok anak, dinilai salah sasaran mengingat rokok masih merupakan produk legal.
Periklanan juga merupakan hal yang legal serta turut dijamin dan diatur oleh peraturan perundang-undangan.
BACA JUGA: Pelaku Usaha Dukung Pemerintah Mencegah Penyalahgunaan Produk Tembakau Alternatif
“Menjadikan iklan rokok sebagai penyebab tingginya prevalensi perokok anak adalah bentuk simplifikasi yang tidak adil. Pada praktiknya, kami di industri periklanan sudah sangat ketat mematuhi aturan-aturan terkait iklan rokok, mulai dari tidak menayangkan adegan aktivitas merokok, produk, hingga soal jam tayang," ujar Ketua Ikatan Rumah Produksi Iklan Indonesia (IRPII), Ari Uno.
"Yang menjadi pertanyaan, ketika iklan rokok sudah sedemikian rigid-nya, anak-anak bisa terpapar iklan rokok, ini sudah masuk ke dalam ranah privat. Fungsi pengawasan yang patut dievaluasi,” imbuhnya.
BACA JUGA: Jelang Pengesahan RUU Kesehatan, FSP RTMM Menanti Janji DPR
Menurut Ari, pelarangan total iklan akan berujung pada ketimpangan ekonomi yang pada akhirnya akan menimbulkan chaos. Dengan demikian, pelarangan total iklan, promosi, dan sponsorship bukanlah jawaban atas permasalahan saat ini.
Senada, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Syafril Nasution, menuturkan wacana pelarangan total iklan bukanlah solusi berkelanjutan terhadap upaya penurunan prevalensi perokok anak.
BACA JUGA: Servvo Hadir di IndoBuildTech 2023, Ada Diskon Hingga 60 Persen Loh
Dia menekankan pelarangan total iklan rokok menyebabkan dampak langsung bagi ketersediaan peluang kerja bagi masyarakat yang terlibat di hulu hingga hilir industri pertembakauan yang masih diakui secara legal.
“Ada ratusan ribu tenaga kerja yang akan terdampak dengan pelarangan total iklan rokok. Mengampanyekan pelarangan total iklan rokok sangat mempengaruhi indikator pertumbuhan ekonomi mengingat belanja iklan industri rokok turut membantu pertumbuhan industri periklanan dan media kreatif,” ucap Syafril.
Menurutnya, yang terpenting kaitannya dengan upaya penurunan prevalensi perokok anak adalah evaluasi fungsi pengawasan terhadap penjualan rokok bagi anak di bawah umur 18 tahun.
Sementara, Ketua Badan Musyawarah Etika Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Hery Margono, memaparkan tembakau dan hasil tembakau (rokok) merupakan barang legal yang mendapat izin edar.
Sebagai produk legal, rokok seharusnya diperbolehkan untuk diiklankan, sesuai dengan aturan yang berlaku.
Hal ini akan menjadi aneh jika dalam sebuah rancangan peraturan, rokok dilarang total untuk diiklankan.
"Sebagai barang legal, pelaku usaha telah melakukan investasi untuk mengembangkan industri hasil tembakau. Dalam ekosistemnya, ada periklanan sebagai bagian dari media kreatif, yang secara sah di mata hukum diperbolehkan aktivitasnya dengan menaati pembatasan yang ada," sebut Hery.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada