Wacana PPPK Part Time Tak Mujarab, Jutaan Honorer Resah, Gelombang Akan Membesar

Senin, 17 Juli 2023 – 07:48 WIB
Sejumlah honorer K2 saat mengamati rapat kerja Komisi II DPR dengan KemenPAN-RB dan BKN di Senayan, 20 Januari 2020. Ilustrasi Foto: Ricardo/dok.JPNN.com

jpnn.com - BANDUNG – Wacana pengangkatan 2,3 juta tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Paruh Waktu atau PPPK Part Time belum membuat tenang para tenaga non-ASN.

Diketahui, wacana pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN PPPK Part Time dianggap sebagai solusi jalan tengah guna menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK massal terhadap non-ASN per 28 November 2023.

BACA JUGA: Nadiem Makarim Sebaiknya Fokus Memperjuangkan Honorer Tendik jadi PPPK Ketimbang Kontrak Kerja

Namun, karena masih sebatas wacana dan belum terakomodasi dalam ketentuan di peraturan perundang-undangan, wacana tersebut masih belum memberikan jaminan bahwa tidak ada PHK massal terhadap para honorer.

Karena itu, DPRD Jawa Barat (Jabar) membahas tentang rencana penghapusan tenaga non-ASN dan mencari solusinya dengan Forum Komunikasi Honorer Lingkup Pertanian Provinsi Jabar.

BACA JUGA: Penjelasan KemenPAN-RB soal Perpanjangan Kontrak PPPK hingga 60 Tahun, Jangan Salah Tafsir!

Forum tersebut di dalamnya juga ada Forum Komunikasi Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian Daerah (FK THL TBPPD) dan Forum Komunikasi Tenaga Harian Lepas Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (FK THL POPT).

"Kami membahas kejelasan nasib atau status non-ASN di lingkup pertanian Jabar bersama FK THL TBPPD dan FK THL POPT yang melakukan audiensi ke DPRD menjelang penerapan penghapusan tenaga honorer atau non ASN pada 28 November 2023," kata Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari, ketika dihubungi di Bandung, Sabtu (15/7).

BACA JUGA: Dirjen Nunuk Minta Masa Kontrak PPPK Guru Diperpanjang, Jawaban Deputi KemenPAN-RB Mengejutkan

Ineu menerima audiensi FK THL TBPPD dan FK THL POPT itu bersama Sekretaris Komisi I DPRD Jawa Barat Sadar Muslihat dan Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat Herry Dermawan.

Turut hadir Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (DTPH) Provinsi Jawa Barat, Dadan Hidayat serta Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Barat, Sumasna.

Kebijakan penghapusan tenaga honorer atau non-ASN merupakan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Mereka adalah para penyuluh dari TBPPD dan POPT yang menanyakan kejelasan status (kepegawaiannya) menjelang penghapusan non ASN. Mereka menyampaikan selama ini sudah banyak berkontribusi terhadap upaya mempertahankan pangan di Jabar," kata Ineu.

Mengingat penerapan penghapusan non-ASN merupakan kebijakan pemerintah pusat, maka DPRD Jawa Barat meminta atau mendesak Pemerintah Provinsi Jabar melalui Satuan Tugas (Satgas) Non-ASN agar segera memverifikasi data non-ASN di seluruh Jabar.

"Termasuk segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait kejelasan nasib tenaga honorer atau non-ASN di Jabar yang diperkirakan berjumlah 32.000 orang," kata dia.

Dikatakan, DPRD Jawa Barat akan menyampaikan segala aspirasi atau tuntutan dari FK THL TBPPD dan FK THL POPT ke pusat, dalam hal ini DPR RI.

“Kami sangat berharap tenaga honorer atau non-ASN di Jabar di semua OPD bisa tetap bekerja, tetap membantu Pemprov Jabar. Terkait skemanya nanti yang akan ditawarkan oleh pemerintah pusat, pada dasarnya DPRD Jawa Barat berharap yang terbaik dan tenaga honorer (non-ASN) tetap bekerja,” kata Ineu Purwadewi Sundari.

Sekretaris Komisi I DPRD Jawa Barat Sadar Muslihat menambahkan pihaknya sangat berharap Pemprov Jabar melalui BKD segera mengantisipasi sekaligus mencari solusi dampak dari kemungkinan penghapusan non-ASN diterapkan.

“Gelombang ini (resistensi terhadap kebijakan penghapusan non-ASN) akan membesar, dan Jabar selalu menjadi acuan provinsi lain (penyelesaian masalah). Jadi ini harus diselesaikan, Komisi I DPRD Jawa Barat akan berkeliling Jabar untuk membahas masalah ini (penghapusan non ASN),” kata Sadar Muslihat.

Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat Herry Dermawan menuturkan dalam audiensi lebih mengusulkan DPRD Jawa Barat segera memanggil Satgas non ASN yang dibentuk oleh Pemprov Jabar.

Satgas non-ASN tersebut nantinya akan bertugas untuk mencari solusi terbaik bagi 32.000 non ASN yang saat ini tengah resah jelang penghapusan non ASN pada 28 November 2023.

“Saya mengusulkan DPRD Jawa Barat segera memanggil Satgas non ASN, Pemprov Jabar kan sudah membentuk satgas khusus,” katanya.

Sementara itu, Kepala DTPH Provinsi Jawa Barat Dadan Hidayat serta Kepala BKD Provinsi Jawa Barat Sumasna berjanji akan menyampaikan aspirasi dari FK THL TBPPD Jabar dan FK THL POPT Jabar serta rekomendasi dari DPRD Jawa Barat kepada Gubernur Jabar atau Satgas Non-ASN. terutama kepada pemerintah pusat melalui kementerian terkait.

2 Penyebab Jumlah Honorer Melimpah

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas membeberkan mengenai dua penyebab jumlah tenaga honorer atau non-ASN di instansi pemda begitu melimpah.

Saat memberikan sambutan di acara Peresmian Bersama 14 Mal Pelayanan Publik (MPP) yang ditayangkan di kanal Youtube KemenPAN-RB, Kamis (13/7), Azwar Anas mengakui punya kekeliruan dalam pengelolaan SDM, saat periode pertama menjadi Bupati Banyuwangi, Jawa Timur.

“Soal SDM itu sangat penting. Saya dulu ada kekeliruan,” kata Mas Anas.

Saat menjadi bupati, Azwar Anas bercerita, dirinya mendelegasikan kepada para pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait tenaga-tenaga yang disisipkan di kegiatan.

“Honorer akhirnya melimpah, tidak terkontrol, waktu saya di awal, saya 10 tahun jadi bupati,” kata Azwar Anas.

Dia mengakui itu merupakan kesalahannya sebagai bupati, yang tidak ketat dalam mengontrol penambahan jumlah honorer atau non-ASN.

“Saya ceritakan kesalahan saya. Saya tak mau hanya cerita kesuksesan. Saya tak pernah cek ke SKPD berapa honorer di SKPD untuk membantu peningkatan kinerja atau tenaga yang disisipkan di kegiatan. Ini kadang honorer tidak ada, tetapi di kegiatan banyak, maka di dalam banyak, jumlahnya ribuan,” kata Azwar.

Lebih lanjut Azwar Anas mengatakan, saat itu, begitu ada surat dari KemenPAN-RB yang melarang perekrutan tenaga honorer, maka sebagai bupati dirinya langsung menyetop penerimaan honorer atau non-ASN.

Surat dari KemenPAN-RB itu, lanjutnya, menjadi :senjata” yang dia tunjukkan kepada pihak-pihak yang mencoba menitipkan seseorang menjadi honorer di Pemkab Banyuwangi.

Azwar lantas mengungkap penyebab kedua jumlah honorer membeludak.

Dia mengatakan, sebagai pejabat politik, seorang kepala daerah memang sering didatangi saudara atau tetangga, yang ingin direkrut menjadi honorer atau tenaga non-ASN.

“Baru duduk, keponakan, tetangga, saudara. Hei, apa gunanya jadi bupati, tetangga saja tidak bisa kamu bantu. Itu godaan-godaan,” Azwar Anas bercerita.

Begitu juga yang dialami sekda dan para pimpinan SKPD. Begitu titip satu orang sembari berpesan “jangan bilang-bilang”, maka akan keterusan. Semua unsur pimpinan juga titip.

“Akhirnya, satu tambah satu, jangan bilang-bilang saya titip, akhirnya semua orang titip semua,” ujar Menteri Anas, mengenai penyebab jumlah honorer membeludak. (sam/antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler