jpnn.com - BANDUNG - Jawa Barat terancam mengalami kekosongan pendamping desa pada pertengahan tahun ini. Sebab, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa belum mengirimkan penyeleksi pendamping desa untuk mengisi kebutuhan tahun ini.
BPMPD beralasan, pihaknya membutuhkan penjelasan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi terkait seleksi pendamping desa pada tahun 2016 ini. Kepala BPMPD Jabar Koesmayadi mengatakan, saat ini telah adanya temuan maupun aduan terkait keterlibatan orang partai dalam petugas pendamping desa.
BACA JUGA: Ya Ampun... Anjing di Runway Bandara, Batik Air Nyaris Celaka
Seperti diketahui pendamping desa bertugas untuk mendampingi pemerintah desa dalam menggunakan anggaran yang diberikan dalam setiap tahunnya. Pendamping desa merupakan individu independen di antaranya yang tidak memiliki pekerjaan lain maupun keterlibatan dalam partai politikKoesmayadi mengatakan, sikapnya ini dilakukan juga oleh provinsi lain di Jawa seperti Jawa Tengah dan Banten.
"Kami bukan membangkang, belum mau melaksanakan (perekrutan pendampingan desa). Yang lain sudah, tinggal lima provinsi lagi yaitu Banten, Jabar, Jateng, Jatim, dan DIY yang belum mau mengirimkan (penyeleksi pendamping desa)," katanya di Bandung, Minggu (29/5).
BACA JUGA: Guru Ini Jangan Ditiru Deh, Malu-maluin Pokoknya
Adapun kesepakatan tersebut ditujukan kepada Kementerian Desa. Pihaknya meminta pemerintah pusat menunda seleksi pendamping desa, meminta penjelasan secepatnya agar aspirasi mereka didengarkan.
"Saya sudah dipanggil Menteri Desa dan PDT. Ada 11 kesepakan di antaranya dalam proses pemilihan pendampingan harus senetral mungkin, ada dua orang di BKO-kan dari kita dan tidak boleh diintervensi," ucap dia.
BACA JUGA: Terkutuk! Remaja Sodomi Bocah di Masjid
Pihaknya pun meminta agar diberikan kewenangan mencoret pendamping desa yang diketahui atau terindikasi melakukan pelanggaran etika maupun indisipliner. Meski seleksi dilakukan oleh pusat, namun kesepakatan kerja kontrak ada pada kewenangan pemerintah provinsi.
"Tapi ada salah satu kesepakatan kita yang tidak diikuti oleh pemerintah pusat yaitu menggunakan jasa pendamping desa eks PNPM yang akan selesei masa kontraknya pada 31 Mei ini. Kami usulkan petugas ini bertugas dulu lah sampai akhir tahun ini, diperpanjang hingga akhir Desember karena untuk proses seleksi memakan waktu selema enam bulan," kata dia.
Selain itu, alasan lainnya untuk mempertahankan eks PNPM yaitu karena mereka dinilai sebagai tenaga berpengalaman. "Ini nanti yang mengisi kekosongan siapa. Bulan Agustus ada alokasi 40 persen dana desa. Pemerintah pusat tidak mengabulkannya, tidak tahu apa pertimbangannya," kata dia.
Posisi pendamping desa menjadi sorotan karena memiliki gaji relatif cukup antara Rp 4-8 juta per bulannya. Kepala Bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Jabar R. Firman
Nurtafiyana mengatakan, untuk gaji pendamping desa tingkat kecamatan berkisar Rp 4 juta, sedangkan untuk pendamping tingkat kabupaten Rp 8 jutaan.
Dengan gaji tersebut, mereka harus menetap di daerah penugasan. Mereka pun bekerja dalam waktu tentatif tapi fulltime dengan demikian tidak boleh double job. Selain harus disiplin dalam kehadiran dan kinerja.
Menurut dia, pencoretan berlaku bagi pendamping desa yang ternyata terlibat dalam partai karena itu merupakan pelanggaran etika. Selain itu pencoretan bagi pendamping desa berkinerja buruk seperti tidak bertugas dalam waktu yang cukup lama tanpa alasan yang tidak jelas. Adapun kesepakatan pencoretan pendamping berlaku pada 2017 mendatang.
Ia menambahkan, saat ini terdapat 7.120 pelamar untuk mengisi kebutuhan butuh 600-700 orang pendamping. Para pendamping tersebut akan ditempatkan di kabupaten dan kecamatan. Satu kecamatan rata-rata diisi oleh 1-3 orang pendamping tergantung dengan jumlah desa atau kelurahan dalam kecamatan tersebut. (agp/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mencekam! Ingin Menolong, Tiga Tewas Bergiliran di Dalam Sumur
Redaktur : Tim Redaksi