Wahai Pak Luhut, Apa Agendamu Sesungguhnya, Pernyataanmu Seperti Gertak Sambal

Senin, 30 Mei 2022 – 17:08 WIB
Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Hanteru Sitorus. Foto: Instagram/deddyyevrisitorus

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus menilai pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sekadar gertak sambal belaka.

Deddy menyampaikan hal itu setelah menyoroti pernyataan Luhut bahwa kantor pusat perusahaan sawit harus berada di Indonesia.

BACA JUGA: Luhut Binsar Mengurusi Minyak Goreng, Partai Garuda: Kenapa Dipermasalahkan?

Bagi Deddy, pernyataan Luhut itu terkesan hanya menaikkan popularitas di tengah kritikan publik.

“Saya, sih, senang dengan pernyataan Pak Luhut itu, tetapi apa memang ada regulasinya? Apakah memang ada UU atau aturan pemerintah yang menyatakan dan mengharuskan semua investor yang berinvestasi harus berkantor pusat di Indonesia? Ataukah itu hanya berlaku untuk perusahaan perkebunan sawit saja, tidak untuk perusahaan smelter, pembangkit listrik, tambang, migas, konsultan, lawyer, rumah sakit, telekomunikasi, dan sebagainya?” ujar Deddy dalam keterangannya, Senin (30/5).

BACA JUGA: Luhut Binsar Sebaiknya Fokus Mengurus Minyak Goreng, Jangan Melebar ke Mana-mana

Oleh karena itu, pria asal Pematangsiantar itu melihat pernyataan Luhut populis, progresif, dan heroik. "Tetapi tanpa landasan hukum, kesannya jadi sekadar gertak sambal belaka,” tegas Deddy.

Deddy melanjutkan dirinya pribadi akan mendukung bila kebijakan itu serius direalisasikan. Namun, Deddy mengingatkan perlu dipikirkan apakah hal itu berdampak kepada iklim investasi di Indonesia.

BACA JUGA: Luhut Binsar Mengurusi Minyak Goreng, Legislator: Kok Jadi Aneh

“Apakah dulu Exxon dan Freeport, kantor pusatnya ada di Indonesia atau apakah sekarang PWC, McKenzie, Huadian, Newmont, Chingsan, Huawei, Virtue Dragon, Obsidian, Silk Road, dan sebagainya itu juga harus berkantor pusat di Indonesia? Menurut saya, LBP harusnya tidak menerapkan standar ganda, sehingga tersirat ada agenda tersembunyi dan merusak iklim berinvestasi di Indonesia,” urainya.

Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan dari Dapil Kalimantan Utara tersebut, ada banyak persoalan hulu dalam industri sawit yang seharusnya diurusi Luhut sebagai orang yang ditugasi membereskan sengkarut minyak goreng.

Ambil contoh yang paling hulu ialah soal Domestic Price Obligation (DPO) meliputi penetapan harga Tandan Buah Sawit (TBS) hingga CPO, serta produk minyak goreng yang masih mengacu pada harga internasional.

Belum lagi soal mekanisme pemungutan dan kontrol CPO hasil DMO, kemampuan pemerintah menyiapkan fasilitas cadangan nasional, hingga distribusi.

Masalah hulu lain yang jauh lebih penting adalah soal jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU) dan pengembalian aset kepada negara.

Deddy juga mencatat soal plasma dan luasan HGU yang merugikan bahkan mengorbankan petani kecil pemilik lahan dan masyarakat adat, hingga sering menimbulkan konflik di mana-mana.

Lalu permasalahan terkait banyaknya perkebunan sawit yang belum memberikan upah buruh sesuai ketentuan.

“Kenapa soal-soal hulu yang fundamental seperti itu tidak dipikirkan oleh LBP?” ujar dia.

Selanjutnya Deddy mengatakan, sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak sekali masalah dalam perkebunan sawit terkait luasan lahan. Hal itu merugikan keuangan negara dari sektor penerimaan pajak. Termasuk dugaan manipulasi pajak juga.

Menurutnya, kalau kelebihan lahan hasil caplokan perusahaan itu diberikan kepada masyarakat lokal atau masyarakat adat, akan memberikan kesejahteraan.

“Luhut tidak berpikir membereskan masalah lahan ini yang sudah merupakan konflik bersifat manifes dan sering memakan korban jiwa rakyat kecil. Saya ajak Pak Luhut ke Dapil daya di Kalimantan Utara bertemu dengan ribuan rakyat yang dirugikan oleh perusahaan sawit dengan sistem plasma, melihat barak-barak buruh sawit yang diperlakukan seperti budak. Itu semua persoalan hulu,” urai Deddy.

Deddy mengaku pihaknya merasa aneh jika yang dipersoalkan Luhut ialah perusahaan besar yang berkantor di luar negeri.

“Beliau itu Menko Marimvest, apa enggak mengerti tentang bisnis dan investasi? Kalau semua investor harus berkantor pusat di Indonesia, saya jamin tidak ada investor yang mau datang ke Indonesia. Saya mau tanya, ada kepentingan apa Luhut sehingga memilih mengurusi hal yang tidak penting?” ungkap Deddy.

Deddy mengaku tidak berniat membela pengusaha sawit. Dia menegaskan dirinya antiperkebunan monokultur skala besar yang merusak lingkungan.

"Tetapi sebagai anggota DPR RI, saya mengatakan bahwa Pak Luhut itu salah fokus atau punya agenda lain,” tutup Deddy. (tan/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Luhut Binsar Bakal Bikin Gebrakan, Tak Ada Ampun, Perusahaan Sawit Siap-Siap Saja!


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler