jpnn.com - JAKARTA - Permintaan maaf Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo atas peristiwa penembakan yang dilakukan oknum anggota Kostrad terhadap tukang ojek Japra di Cibinong, beberapa waktu lalu, dinilai tidak cukup menunjukkan komitmen TNI menuntaskan kasus-kasus pidana umum oleh personil TNI secara adil, transparan dan akuntabel.
Meskipun selain meminta maaf, Panglima TNI juga secara tegas menyatakan komitmen agar penyelenggaraan peradilan militer atas kasus-kasus yang melibatkan masyarakat sipil dengan TNI, akan dilakukan secara terbuka.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Revolusi Mental Kok Dianggap Gagal Total, Bagaimana Nih...
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan hal tersebut, karena masalah utama bukan terbuka atau tertutupnya pelaksanaan peradilan. Tetapi justru pengingkaran asas equality before the law, atau azas kesetaraan di depan hukum dan peradilan yang dijamin konstitusi.
"Memertahankan peradilan militer untuk mengadili pelaku pidana umum yang melibatkan personil TNI adalah pelanggaran konstitusi," ujar Hendardi, Kamis (5/11).
BACA JUGA: Bukan karena Asap Jokowi Batal Ke San Francisco, tapi...
Menurut Hendardi, personil TNI adalah manusia biasa jika melakukan pidana umum. Sementara peradilan militer hanya untuk mengadili jenis pidana militer, bukan pidana umum yang dilakukan oleh militer.
"Karena peristiwa impunitas atas anggota TNI yang melakukan pidana umum ini berulang, Undang-Undang Peradilan Militer harus diubah. Pemerintah dan DPR harus melakukan terobosan hukum, sambil menunggu proses legislasi di DPR," ujar Hendardi.(gir/jpnn)
BACA JUGA: Ini Antisipasi Dana Desa Dimanfaatkan Bagi Kepentingan Pilkada
BACA ARTIKEL LAINNYA... Biaya Pesta Ultah Istri Jero Wacik Rp 600 Juta Dibayar Pakai Uang Negara
Redaktur : Tim Redaksi