Walhi Desak Pemerintah Menindak Tambang Nikel di Pulau Obi

Selasa, 07 Februari 2023 – 23:58 WIB
Ilustrasi operasi tambang. Foto: MARC LE CHELARD / AFP

jpnn.com, JAKARTA - Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional Fanny Tri Jambore Christanto mengatakan pemerintah bisa mengambil tindakan terhadap perusahaan yang melakukan kegiatan tambang nikel di Pulau Obi.

Diketahui, perusahaan tambang nikel di Pulau Obi adalah PT. Harita Group.

BACA JUGA: Langkah Tegas Jokowi Terkait Hilirisasi Nikel Berhasil Ciptakan Daya Tambah Ekonomi

“Langkah penegakan hukum ini ada di pemerintah. Kami telah sampaikan bahwa pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pertambangan nikel harus segera diproses. Jika temuan pelanggaran telah nyata, sanksi mulai dari pemberhentian aktivitas dan pencabutan izin menjadi domain pemerintah untuk dilaksanakan,” tegas Rere, sapaan akrab Fanny Tri Jambore Christanto, Selasa (7/2).

Menurut dia, kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan nikel bukan pertama kalinya terjadi. Setidaknya, kata dia, ada beberapa ancaman dan dampak kerusakan lingkungan yang telah terjadi akibat pertambangan nikel selama ini.

BACA JUGA: DPR Berjanji Pelototi Operasional Tambang Nikel Harita

Dari pemantauan dan riset panjang yang dilakukan Walhi, lanjut Rere, menunjukkan adanya daya rusak lingkungan yang besar pada rantai pasok industri nikel, munculnya ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan pejuang lingkungan yang tidak ingin tanahnya dirusak oleh pertambangan nikel.

“Dampak besar kepada kelompok rentan akibat industri nikel, serta pelanggaran hukum yang masih dilakukan oleh pelaku industri nikel dari hulu sampai hilir,” jelas dia.

BACA JUGA: Ekonom Ingatkan Jangan Cuma Fokus pada Produksi Nikel, Nanti Bisa Berbahaya

Untuk Pulau Obi, kata dia, penelitian dari Universitas Khairun sebelumnya telah mengindikasikan temuan logam berat pada biota di perairan Pulau Obi. Bahkan, ada 12 jenis ikan yang teridentifikasi mengandung logam berat nikel.

“Temuan ini telah dipublikasikan secara umum dan saya rasa pemerintah daerah dan pemerintah pusat telah mengetahui dampak-dampak pertambangan nikel. Semua laporan dan bahan catatan dari WALHI telah disampaikan baik secara umum melalui saluran media yang dimiliki WALHI maupun melalui pertemuan resmi (audiensi, dengar pendapat dan FGD). Sehingga, pilihan eksekusi kebijakannya sekarang ada di tangan mereka,” ungkapnya.

Selain itu, ia menyebut pengaduan terhadap ancaman dan dampak perluasan pertambangan nikel ini sudah dilakukan dalam berbagai forum audiensi dengan pemerintah. Bahkan, Kementrian ESDM mencatat adanya perluasan tambang nikel yang berada dalam kawasan hutan.

Pada tahun 2021, ungkap Rere, diperkirakan luasan konsesi pertambangan nikel di Indonesia telah mencapai 999.587,66 hektar dimana 653.759,16 hektar diantaranya ditengarai ada dalam kawasan hutan.

Pertambangan nikel di Indonesia bertambah luas pada 2022 dengan pemberian konsesi Pertambangan nikel menjadi 1.037.435,22 hektar dimana 765.237,07 hektar diantaranya berada dalam kawasan hutan.

“Perluasan pertambangan nikel terutama yang berada dalam kawasan hutan akan memperluas deforestasi di Indonesia dan justru akan menambah lepasan emisi gas rumah kaca ke atmosfer, alih-alih berusaha mereduksinya,” ucapnya.

Saat ini, Rere mengatakan Walhi Maluku Utara masih melakukan pendampingan kepada masyarakat di Pulau Obi yang terdampak kegiatan tambang nikel.

“Iya kawan-kawan Walhi Maluku Utara terus melakukan penelitian dan penguatan kesadaran pada level tapak,” katanya.

Sementara Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi buka suara soal pertambangan nikel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Menurut dia, advokasi penambangan nikel di Pulau Obi ditangani langsung oleh Walhi daerah setempat.

“Itu teman-teman Walhi Maluku Utara yang dampingin. Secara nasional, Divisi Kampanye Walhi yang monitor,” kata Zenzi.

Ia menjelaskan cara kerja Walhi untuk melakukan pendampingan atau advokasi, diantaranya menerima mandat langsung dari masyarakat serta melihat ada proses pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan.

Untuk kasus di Pulau Obi, ia menyebut Walhi daerah yang mendampingi karena paling dekat dengan lokasi itu dan memudahkan advokasi.

“Kalau ada request dari daerah misal untuk supervisi terhadap analisa, kampanye, advokasi nasional memang kita lakukan. Temen-temen daerah punya kapasitas untuk melakukan analisa,” pungkasnya.

Menanggapi pernyataan Walhi tersebut, pihak Harita Nickel menyampaikan bahwa mereka bukan satu-satunya perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Obi.

Kehadiran dan keberadaan Harita Nickel sejak tahun 2010 diklaim telah memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan wilayah dan nasional.

"Bahkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara terus meningkat sejak hadirnya industri pengolahan dan pemurnian bijih nikel, bahkan dalam kondisi pandemi Covid-19 sekalipun," ujar Anie Rahmi, Corporate Communications Manager Harita Nickel dalam surat klarifikasi yang diterima redaksi, Jumat (10/2).

Dia menyampaikan bahwa Harita Nickel patuh pada semua peraturan yang berlaku, memiliki perizinan lingkungan, dan memiliki komitmen tinggi dalam menerapkan praktik pertambangan berkelanjutan dengan mengedepankan pengelolaan lingkungan dalam setiap kegiatannya. Harita Nickel juga memberdakaykan masyarakat di sekitar wilayah tambang.

Sebagai bukti, Anie membeberkan sejumlah penghargaan dalam bidang pengelolaan lingkungan yang diterima Harita Nickel.

Pertama, penghargaan PRATAMA Kementerian ESDM atas prestasi dalam pengelolaan lingkungan hidup pertambangan mineral dan batu bara untuk kelompok badan usaha pemegang IUP komoditas mineral dan batu bara pada 2021.

Kedua, penghargaan Proper Biru dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang tertuang dalam SK 1299/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2022 tentang hasil penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup tahun 2021-2022.

Terkait penelitian tentang 12 spesies ikan yang terpapar logam berat, Anie menggarisbawahi bahwa lokasi riset mencakup wilayah Pulau Obi hingga Obi Selatan.

"Ini menunjukkan hasil penelitian belum tentu berhubungan dengan aktivitas perusahaan, karena Harita Nickel tidak beroperasi di Selatan maupun Utara Pulau Obi," ujar dia.

Selain itu, tambah Anie, dalam pengadaan makanan bagi karyawan, Harita Nickel selalu mengutamakan bahan makanan dari wilayah Pulau Obi, termasuk ikan.

Sampai saat ini, karyawan Harita Nickel masih dan akan terus mengkonsumsi ikan hasil tangkapan nelayan di sekitar wilayah operasional. "Karena memenuhi standar kelayakan untuk dikonsumsi," ujar dia.

Sebelumnya anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago memastikan, dewan bakal DPR ikut mengawasi pertambangan nikel Harita dan industri kendaraan listrik di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Irma menyebut, dirinya akan mengirim surat kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat soal tambang nikel ini.

“Kami akan mengawasi. Bahkan, saya akan menyurati Pemda (Gubernur dan bupati) dan akan saya tembuskan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK, Siti Nurbaya) maupun Menteri ESDM (Arifin Tasrif) tentunya,” kata Irma saat dihubungi wartawan.

Menurut dia, penduduk yang tinggal disitu harus pindah ke tempat yang jauh dari penambangan. Tentunya, kata dia, harus dilakukan atas kesadaran sendiri dengan fasilitas dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

“Pemerintah melalui pemerintah daerah mewajibkan perusahaan menyediakan rumah sakit untuk dipergunakan, baik masyarakat maupun para tenaga kerja,” ujarnya. (dil/jpnn)

Berita ini telah diubah oleh Redaksi pada 10 Februari 2023 dengan menambahkan klarifikasi dari pihak Harita Nickel sebagai bentuk pemenuhan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Pers dan Peraturan Dewan Pers.


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler