jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago mengatakan DPR akan ikut mengawasi pertambangan nikel Harita dan industri kendaraan listrik di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Bahkan, Irma menyebut akan mengirim surat kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat menyoal persoalan-persoalan lingkungan yang menjadi ekses dari operasional perusahaan tersebut
BACA JUGA: Kebijakan Jokowi Menyetop Ekspor Nikel Dinilai Tepat
“Kami akan mengawasi. Bahkan, saya akan menyurati Pemda (gubernur dan bupati) dan akan saya tembuskan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK, Siti Nurbaya) maupun Menteri ESDM (Arifin Tasrif) tentunya,” kata Irma, Sabtu (4/2).
Menurut dia, penduduk yang tinggal disitu harus pindah ke tempat yang jauh dari penambangan. Tentunya, kata dia, harus dilakukan atas kesadaran sendiri dengan fasilitas dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
BACA JUGA: Ekonom Ingatkan Jangan Cuma Fokus pada Produksi Nikel, Nanti Bisa Berbahaya
“Pemerintah melalui pemerintah daerah mewajibkan perusahaan menyediakan rumah sakit untuk dipergunakan, baik masyarakat maupun para tenaga kerja,” ujarnya.
Selain itu, Irma mengatakan Pemerintah melalui dana CSR perusahaan tersebut wajib menyediakan air bersih dan membangun perumahan bagi penduduk yang tinggal dalam radius yang berbahaya bagi kesehatan.
BACA JUGA: Soal Larangan Ekspor Nikel, Yulian Gunhar Dukung Perlawanan Pemerintah terhadap WTO
“Yang tidak kalah pentingnya lagi, analisa dampak lingkungan yang mewajibkan perusahaan membuang residu bahan berbahaya ditempat yang aman, dan tidak mencemari lingkungan,” jelas dia.
Disamping itu, Irma menyebut arus globalisasi dan kebutuhan atas produk bahan jadi berupa baterai memang jauh lebih menguntungkan daripada jika nikel diekspor sebagai bahan mentah. Karena itu, lanjut dia, negara-negara yang tadinya impor nikel mentah kelabakan.
“Pasti menyerang dengan berbagai isu agar Indonesia tidak menjual nikel yang sudah diproduksi jadi baterai, karena itu membuat kenyamanan bisnis mereka terganggu. Namun, pemerintah tidak boleh mengabaikan bukan saja kesehatan masyarakat, tapi juga kesejahteraan dari hasil penambangan tersebut,” cetus Anggota Fraksi Partai NasDem ini.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara, Faizal Ratuela menambahkan, keberadaan tambang nikel milik Harita di Obi sangat mempengaruhi perusakan lingungan setempat.
Faktanya, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh salah satu dosesn di wilayah sempat menyatakan, ikan yang ada di perairan Obi sudah mengandung nikel melebihi ambang batas.
Artinya, kata Faizal, kerusakan lingkungan di wilayah Obi akibat tambang nikel ini tergolong parah. Atas dasar itu, Walhi Maluku Utara sempat menyurati pemerintah setempat agar mendorong Harita untuk memperbaiki lingkungan yang rusak.
Sayangnya, pemerintah malah menyatakan, kandungan cemaran nikel hasil tambang yang dilakukan Harita masih di bawah ambang batas. Menurut Faizal bila perhitungan pemerintah hanya berdasarkan hasil baku tambang maka lingkungan di Pulau Obi tidak akan bisa terselamatkan lagi.
“Maka dipastikan kondisi laut tidak bisa dibenahi lagi. Kemudian, penanganan lingkungan ini nantinya akan lebih fatal karena beban ekologinya,” tutur Faizal.
Berdasarkan informasi yang dimiliki Walhi Maluku Utara, perusahaan tambang itu malah berupaya untuk menutupi kerusakan lingkungan yang mereka timbulkan. Misalnya, menggandeng salah satu universitas untuk melakukan kajian terkait restorasi ekologi di sana.
Padahal, restorasi ekologi ini hanya merujuk pada pembenahan di pesisir saja. Salah satunya dengan membuat hutan mangrove.
“Tapi paling penting itu daratannya bagaimana. Apakah hanya dibiarkan saja tanpa dibenahi. Ini pemerintah harus melihat dengan jeli untuk perbaikan lingkungan di Obi akibat tambang nikel ini. Kasihan masyarakatnya,” tegas Faizal. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif