Wahyu Hansudi, Perantau Asal Blitar Pemandu Wisata di Inggris Raya

Tolak Permintaan Tour ke Lokasi Esek-Esek, Beri Pemahaman Tentang Makna Liburan

Senin, 29 Desember 2014 – 16:22 WIB
PERANTAU SEJATI: Wahyu Hansudi (paling kiri) saat mengantar turis dari Jakarta yang mengunjungi Stadion Old Trafford di Manchester. FOTO: ist for JPNN.com

jpnn.com - Hidup di rantau, apalagi di negara lain dan jauh dari sanak saudara menuntut seseorang untuk bisa bertahan hidup. Itu pula yang dialami Wahyu Hansudi, perantau asal Blitar, Jawa Timur yang sudah setahun ini sering menjadi pemandu wisata alias tour guide di Inggris.

AYATOLLAH ANTONI, Manchester

BACA JUGA: Kisah Keluarga yang Batal Naik AirAsia QZ8501 di Detik Terakhir (2-Habis)

————

INDONESIA, ya?” sapa seseorang dengan logat Jawa Timuran yang kental pada JPNN di depan pintu Megastore Old Trafford, kandang Manchester United seusai laga Boxing Day, Jumat (26/12) lalu. Matanya berbinar dan wajahnya terlihat sumringah. Terlebih ketika sapaannya dibalas dengan ucapan dalam Bahasa Jawa.

BACA JUGA: Kisah Keluarga yang Batal Naik AirAsia QZ8501 di Detik-detik Terakhir

Saat itu Wahyu sedang menemani sebuah keluarga dari Jakarta yang tengah berlibur di Inggris. Mereka berteduh di bawah kanopi pintu masuk Megastore Old Trafford.

Meski jarum jam baru menunjukkan pukul 17.00 waktu setempat, namun hari sudah gelap. Siraman hujan dan suhu yang menusuk tulang memaksa bubaran penonton laga MU kontra Newcastle United berhimpitan di bawah kanopi yang tak seberapa luas. “Sebentar ya, aku ngantar tamu dulu,” katanya sembari menyambangi seorang bapak dengan putranya.

BACA JUGA: Nisa, Pramugari AirAsia itu Kirim Uang Lebih Cepat

Itulah pekerjaan Wahyu sebagai pemandu wisata di Inggris yang telah ditekuninya selama setahun ini. Bapak dua anak itu akan memandu siapa pun yang membutuhkan jasanya untuk menjadi penunjuk jalan atau mengantar ke lokasi-lokasi tersohor di Inggris Raya.

Wahyu mencoba peruntungannya ketika pada 2002 memutuskan merantau ke Inggris. Ia memang punya bekal dengan kemampuannya berbahasa Inggris yang baik. “Saya kuliahnya di jurusan sastra Inggris,” katanya sambil menyebut sebuah perguruan tinggi swasta di Malang tempatnya kuliah. 

Sejak masih kuliah, Wahyu sebenarnya sudah mulai kerja. “Ikut kontraktor. Sempat juga ngantornya di Surabaya,” ucapnya.

Namun, ada kawan Wahyu yang mengenalkannya ke seseorang dan mengajak pria asal Desa Ampelgading, Kecamatan Kesamben, Blitar itu merantau ke Inggris. Tanpa pikir panjang, Wahyu menyanggupinya. “Sampai di sini pertama kali kerja di restoran,” katanya mengenang awal mula merantau di negeri Ratu Elizabeth itu.

Sikap yang supel dan mudah bergaul membuat Wahyu punya banyak teman di Inggris dari sesama perantau asal Indonesia. Ia pun sering dimintai tolong kawan-kawannya sesama perantau. “Terutama kalau ada saudara teman yang mau liburan atau cari sekolah, biasanya saya dimintai tolong untuk mengantar,” tuturnya.

Awalnya, Wahyu dimintai tolong saat akhir pekan saja untuk memandu saudara teman-temannya untuk berwisata atau mencari sekolah di Inggris . Sebab, pada hari-hari biasa ia sudah punya kesibukan lain. Kebetulan sejak tidak bekerja di restoran, Wahyu mencari penghasilan di sebuah perusahan logistik di Inggris. 

Karena tujuannya menolong saudara teman sesama perantau, Wahyu pun tak memungut biaya. “Karena awalnya dimintai tolong ya gratisan,” ucapnya sembari terkekeh.

Namun, perlahan kemurahan hati itu mengantar Wahyu ke peluang lain. Yakni merintis usaha sebagai pemandu di Inggris Raya. Meski awalnya hanya untuk kerja sambilan, namun ia justru merasa heran ketika mulai banyak orang-orang di Indonesia yang hendak pergi ke Inggris tiba-tiba menghubunginya. 

Nama Wahyu mulai tersebar dari mulut ke mulut. Ia pun melihat ada peluang bisnis.  “Ternyata ini kalau diseriusi menjanjikan.  Tentu butuh proses, tapi saya coba kembangkan terus,” katanya.

Karenanya, berbagai permintaan klien pun coba disanggupinya. Ada yang sekadar minta diantar berwisata, mencari sekolah, hingga mengatur pertemuan bisnis. “Kadang jadi guide, kadang jadi kayak EO (event organizer, red) juga,” ujar wahyu menggambarkan pekerjaannya.

Pernah, suatu ketika Wahyu mendapat tamu dari Jakarta yang minta bisa bermain golf di St Andrews Golf Club, Skotlandia. Masalahnya, permintaan si tamu untuk bisa bermain golf di klub golf elite dan tertua di dunia itu terlalu mendadak. 

“Sore ketemu di London, tamunya langsung minta agar besok pagi bisa main golf di St Andrews. Saya harus telepon kanan-kiri ke sana kemari untuk bisa meyakinkan pihak St Andrews. Alhamdulillah bisa, dapat jadwal untuk bisa golf di sana,” katanya.

Menurut Wahyu, si tamu tak mempersoalkan berapa pun harganya asal bisa main golf di St Andrews dalam waktu yang singkat itu. Karenanya, Wahyu mengatur tiket pesawat dari London ke Edinburgh, Sekotlandia pergi-pulang, sekaligus mengatur transportasi dari bandara ke St Andrews. “Saya sodorkan harganya. Ternyata langsung menyanggupi nggak pakai nawar,” katanya menyebut angka dalam Pounds.

Bagaimana jika ada orang Indonesia yang minta diantar untuk ke lokasi wisata esek-esek di Inggris? Wahyu menuturkan, suatu ketika memang pernah ada public figure di Indonesia yang minta diantar ke tempat wisata esek-esek. Hanya saja, Wahyu memilih menolaknya secara halus.

“Wisata begituan memang menarik dan bisa mudah nyari duitnya. Tapi saya mencoba memberi pemahaman baru bahwa kalau mau holiday, bukan itu tujuan sebenarnya. Ada yang lebih baik untuk dituju di Inggris ini,” kilahnya. 

Ia pun bersyukur karena dengan konsisten seperti itu tetap saja ada tamu yang membutuhkan jasanya. Bahkan, anak pertama dari tiga bersaudara itu bisa menabung dan sesekali mengirim uang untuk ibunya di Blitar. 

Wahyu menuturkan, hampir setiap bulan selalu saja ada orang Indonesia yang membutuhkan jasanya. Namun, pada bulan Januari hingga Maret biasanya sepi.

“Pertengahan Januari sampai Maret biasanya cuaca juga sedang buruk-buruknya dan bukan waktu untuk berwisata. Paling ya penonton bola. Kalau sedang sepi ya biasanya disubsidi dari pihak istri,” kata suami Wahyuningsih itu sembari terkekeh.

Wahyu mengakui bahwa ia tak bisa menabung banyak uang. Maklum, di Inggris memang serba-mahal. Untuk kebutuhan rutin saja, Wahyu bahkan harus merogoh kocek hingga Pounds 2500 hingga 3000 (Rp 47,5 juta hingga Rp 50 juta)  setiap bulannya. ”Yang untuk sewa rumah saja sudah 1300,” kata pria yang hidup bersama istri dan anaknya di North West London itu.

Biaya hidup yang mahal di Inggris pun sering membuat Wahyu merindukan kehidupan di kampung halamannya. Sebab, ada rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang mudah dinikmatinya saat di Indonesia, namun tak ia temukan di Inggris. 

“Kalau cuma sekadar pengin bakso atau rendang bisa bikin sendiri. Tapi kalau kekeluargaan itu yang saya rindukan di sini,” katanya.(ara/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cindy Adams, Dekat dengan Kartika, Sebut Keteguhan Mega seperti Soekarno


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler