Cindy Adams, Dekat dengan Kartika, Sebut Keteguhan Mega seperti Soekarno

Minggu, 28 Desember 2014 – 05:59 WIB
ORANG DEKAT: Cindy Adams (kiri) dan Kartika Soekarno. Foto: Hendra Eka-Dite Surendra/Jawa Pos

CINDY Adams termasuk di antara sedikit orang yang mengenal sosok Presiden Soekarno secara detail. Sebab, kepada wartawan AS itulah, Bung Karno pernah menguraikan kisah perjalanan hidupnya. Hampir setengah abad berlalu, Cindy tetap dekat dengan anak-anak Soekarno.
-------------
Laporan Ahmad Baidhowi, Jakarta
------------
PERISTIWA 47 tahun lalu itu masih terekam jelas dalam memori Cindy. Di usianya yang kini menginjak 84 tahun, dia masih ingat sesosok bayi mungil nan cantik yang tertidur lelap di tempat tidurnya, di sebuah apartemen di New York, Amerika Serikat.

”Waktu itu 1967. Umurnya baru beberapa bulan. Saya memandanginya saat dia terlelap di tempat tidur saya. Saya sungguh menyayanginya,” ujar Cindy, lantas mengelus lembut tangan Kartika Sari Dewi Soekarno yang duduk di sebelahnya. Tatapannya teduh, memancarkan kasih sayang seorang ibu kepada putrinya. Kartika membalas belaian itu dengan senyum manis.

BACA JUGA: Diselamatkan Pabrik Jamu, tapi Kehilangan Ibu Selamanya

Ya, bayi mungil yang diceritakan Cindy tersebut tak lain Kartika, putri semata wayang proklamator RI Soekarno dengan Ratna Sari Dewi Soekarno (Naoko Nemoto), warga Jepang yang dinikahi Bung Karno pada 1962.

Sedangkan Cindy, yang lahir di New York pada 24 April 1940, adalah jurnalis yang dipilih langsung oleh Soekarno untuk menulis biografinya. Buku biografi itu diterbitkan kali pertama pada 1965 dengan judul Sukarno, as Told to Cindy Adams.

BACA JUGA: Terinspirasi Nasib Tragis Teman, Dapat Apresiasi dari BNN

Di Indonesia, buku itu diterjemahkan dengan judul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Bersama Kartika, Cindy menemui Jawa Pos yang mewawancarainya di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Kamis lalu (25/12).

Kedatangan Cindy ke Indonesia akhir tahun ini menjadi momen istimewa. Sejak meninggalkan Indonesia pada 1967, Cindy tidak pernah bisa lagi kembali ke negeri ini. Kedekatannya dengan Bung Karno dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah Orde Baru. Akibatnya, visa Cindy dicabut oleh pemerintahan Presiden Soeharto.

BACA JUGA: Asyiknya Lihat Sekolah Meliarkan Orang Utan

”Padahal, saya sudah diberi visa seumur hidup oleh presiden seumur hidup (Soekarno). Tapi, pemerintahan berikutnya merenggut itu dari saya,” kata Cindy dengan wajah serius.

Pengalaman enam tahun tinggal di Indonesia pada 1961–1967 sudah menawan hati Cindy. Dia masih ingat perjumpaannya dengan Soekarno dan seluruh keluarganya, termasuk Dewi Soekarno, ibu Kartika. Kedekatan itu sudah membuat mereka seperti keluarga besar. ”Saya menyayangi anak-anak Bapak (Soekarno),” ucapnya.

Cindy mengakui, sejak tidak bisa kembali ke Indonesia, dirinya tidak lagi bisa mengikuti aktivitas anak-anak Bung Karno yang kemudian juga banyak terjun ke panggung politik Indonesia.

”Saya sudah sangat lama tidak bertemu Guntur (Soekarno Putra). Saya beberapa kali ketemu Mbak Mega (Megawati Soekarnoputri, Red). Kami bertemu tadi malam, saling berpelukan, dan bertukar hadiah Natal. Saya juga bertemu di New York beberapa waktu lalu,” katanya.

Menurut Cindy, putra-putri Soekarno mewarisi karakter presiden pertama RI tersebut. Mega, yang cukup dikenalnya, disebut memiliki kekuatan dan keteguhan yang hebat layaknya Soekarno.

”Termasuk dia (Kartika, Red), sosok perempuan hebat,” ujarnya sambil lagi-lagi mengelus lembut tangan Kartika.

Di antara anak-anak Bung Karno, Cindy memang paling dekat dengan Kartika. Setelah jatuhnya Bung Karno, pemerintah di bawah Presiden Soeharto memang menekan orang-orang dekat Bung Karno.

Dewi Soekarno, yang saat itu berada di Jepang, juga tidak bisa lagi kembali ke Indonesia hingga akhirnya melahirkan Kartika pada 11 Maret 1967 di Tokyo, lalu pindah ke Amerika Serikat dan bertemu lagi dengan Cindy.

Menurut Cindy, jasa Soekarno kepada bangsa Indonesia sungguh besar. Karena itu, ketika ditanya soal diangkatnya sosok Soekarno sebagai inspirasi oleh dua kandidat presiden dalam Pilpres 2014, yakni Prabowo Subianto dan Joko Widodo, Cindy menyebutnya sebagai bukti bahwa Soekarno masih ada di hati rakyat Indonesia.

”Dia arsitek Indonesia, menyatukan 17 ribu pulau, 720 dialek bahasa, luasnya seperti dari Belanda hingga Turki. Dia seperti Abraham Lincoln (presiden AS pada 1861–1865, Red) bagi kami, yang membawa keluar Amerika dari perang saudara dan menyatukan bangsa,” kata aktivis pencinta hewan yang memiliki dua anjing lucu, Jazzy dan Juicy, tersebut.

Karena itu, Cindy meminta seluruh rakyat Indonesia untuk terus mencintai Soekarno dan mendukung anak-anaknya.

Kartika, papar dia, selama ini sudah menunjukkan kecintaannya kepada Indonesia lewat berbagai aktivitas sosial yang dijalankannya melalui Kartika Soekarno Foundation (KSF) atau Yayasan Kartika Soekarno.

”Kartika saat ini merawat 16 ribu lebih anak melalui 60 sekolah dan lebih dari 250 posyandu (pos pelayanan terpadu). Itu kegiatan mulia. Karena itu, saya meminta rakyat Indonesia, swasta, maupun pemerintah untuk mendukung Kartika Soekarno Foundation,” ucapnya.

Kartika menjelaskan, yayasannya dibentuk sebagai wujud kepedulian atas terjadinya krisis ekonomi di Asia Tenggara pada 1997.

Dimulai dengan upaya penggalangan dana untuk UNICEF, organisasi PBB untuk perlindungan anak. Mulai 2004, Kartika mengembangkan sendiri program-program kesehatan dan pendidikan berdasar model UNICEF.

”Saat ini kami beroperasi di tujuh kabupaten di Sumatera, Jawa, dan Bali,” ujarnya.

Kabupaten/kota yang dipilih adalah Solok, Kebumen, Blitar, Trenggalek, Gresik, Surabaya, dan Gianyar. Wilayah-wilayah itu dipilih atas rekomendasi Transparency International. Mereka menilai kepala daerah di wilayah-wilayah tersebut berkomitmen menjalankan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

Kartika makin intens mengurus KSF setelah suaminya, Frederik (Frits) Seegers yang sebelumnya menjadi eksekutif Citibank di Eropa, pindah ke Indonesia pada 2010 dan menjabat CEO CT Corp, konglomerasi yang didirikan Chairul Tanjung.

Di bidang kesehatan, KSF bergerak di posyandu, titik kontak pertama ibu, anak, dan keluarga yang mencari nasihat medis gratis secara informal. Untuk memberdayakan posyandu, KSF melatih kader, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka, memberikan perlengkapan pelayanan dasar kesehatan terbaru, hingga membentuk lembaga pembina posyandu.

”Hingga saat ini, kami telah melatih lebih dari 1.275 kader kesehatan dari 255 posyandu, memberi layanan kesehatan yang memadai untuk 25 ribu bayi dan balita serta seribu lebih ibu hamil,” kata Kartika.

Di bidang pendidikan, KSF bergerak melalui peningkatan kemampuan guru, melatih dan mengawasi pengawas sekolah, melatih fasilitator lokal, hingga memberikan bantuan block grant.

”Sejak 2004, KSF sudah memberi manfaat kepada 18.750 lebih anak SD dengan cara belajar yang berbeda,” tandas dia. (*/c11/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Agus Sutikno, Pendeta Bertato Pendamping Orang-Orang Pinggiran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler