Waka MPR Lestari Moerdijat Minta Pemerintah Benahi Mekanisme Pelayanan Terhadap Lansia

Rabu, 07 Agustus 2024 – 23:13 WIB
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat membuka diskusi secara daring bertema 'Memuliakan Lansia: Hak-Hak Lansia, Kewajiban Negara dan Masyarakat', Rabu (7/8). Foto: Dokumentasi Humas Pertamina

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat meminta pemerintah membenahi mekanisme pelayanan terhadap kelompok lanjut usia (lansia) sebagai bagian kewajiban negara dengan melibatkan masyarakat.

Dia mengingatkan perkiraan jumlah lansia yang terus meningkat dari tahun ke tahun harus diantisipasi dengan persiapan yang komprehensif.

BACA JUGA: Lestari Moerdijat Desak Pimpinan DPR Mempercepat Bahas RUU PPRT jadi Undang-Undang

"Memberikan kemudahan pelayanan kepada lansia bagian dari cara kita menghormati mereka," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi secara daring bertema 'Memuliakan Lansia: Hak-Hak Lansia, Kewajiban Negara dan Masyarakat', Rabu (7/8).

Diskusi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu (7/8) yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR Eva Kusuma Sundari menghadirkan sejumlah narasumber, yakni  Drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid, PhD. (Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Kementerian Kesehatan Prof. Tri Budi. W. Rahardjo (CeFas Urindo, pendiri Center for Ageing Studies, Universitas Indonesia), Agnes Sri Poerbasari, M.Si (Pemerhati Lansia di Komunitas Gereja) dan Khotimun Sutanti (Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia/Anggota Koalisi untuk Masyarakat Peduli Lansia (Kumpul) sebagai narasumber.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat Dorong DPR Segera Bahas RUU PPRT jadi Undang-Undang

Hadir pula Sari Seftiani (Peneliti Pusat Riset Kependudukan - Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) sebagai penanggap.

Lestari mengungkapkan, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 mencatat jumlah lansia mencapai 22,6 juta jiwa atau sebesar 11,75 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

BACA JUGA: Plt Sekjen MPR Hadiri Peresmian Cap Telapak Tangan Kedua PWP 45, Begini Harapannya

Data tersebut, tambah dia, menunjukkan usia harapan hidup lansia bertambah sehingga jumlah lansia terus meningkat.

Diperkirakan pada 2045 jumlah lansia sekitar 50 juta jiwa atau 20 persen dari populasi penduduk Indonesia.

Namun, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada terkait perhatian dan pelayanan terhadap lansia belum mampu dilaksanakan dengan baik.

Padahal, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, amanah konstitusi mewajibkan negara melindungi segenap bangsa Indonesia, termasuk lansia.

Rerie sangat berharap peningkatan pelayanan dan perhatian terhadap lansia menjadi perhatian semua pihak, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, sebagai bagian dari pembangunan kesehatan nasional yang lebih baik.

"Karena mewujudkan lansia yang sehat dan terawat menentukan status kita sebagai bangsa yang bermartabat," pungkasnya.

Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kemenkes Vensya Sitohang mengungkapkan dalam arah kebijakan pembangunan kesehatan nasional sudah ditegaskan untuk mewujudkan peningkatan daya saing SDM.

Untuk mewujudkan itu, jelas Vensya, pemerintah melakukan peningkatan pelayanan kesehatan sesuai siklus hidup, sejak calon pengantin hingga lansia.

Pada 2024, ungkap dia, ditargetkan masyarakat usia 60 tahun ke atas harus sudah 100 persen mendapatkan pelayanan kesehatan lansia.

Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2024, tambah Vensya, pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota diwajibkan memberi layanan kesehatan kepada warga berusia di atas 60 tahun.

Pelayanan kesehatan tersebut, jelas dia, dalam bentuk edukasi untuk hidup bersih dan sehat, skrining kesehatan dasar dan hasil skrining dasar itu wajib untuk ditindaklanjuti pemeriksaan lebih rinci.

Vensya menegaskan, pemerintah berkomitmen kuat melakukan transformasi sistem kesehatan dengan mewujudkan layanan kesehatan primer yang lebih dekat dengan masyarakat.

Pendiri Center for Ageing Studies Universitas Indonesia,Tri Budi. W. Rahardjo mengungkapkan pihaknya saat ini mengembangkan sebuah program pendidikan agar pendampingan lansia dilakukan secara utuh dalam rangka mewujudkan lansia yang bermartabat hingga akhir hayat.

Generasi muda saat ini, menurut Tri Budi, juga akan menjadi sasaran pendidikan untuk pendampingan dalam mewujudkan lansia yang bermartabat.

Karena, tambah dia, selain jumlah lansia yang berpotensi meningkat, ancaman disabilitas di usia senja juga bertambah.

Menurut Tri Budi, mewujudkan lansia mandiri, sejahtera dan bermartabat itu adalah hak azasi.

Hal itu, jelasnya, harus direalisasikan dalam bentuk bagaimana lansia mendapat pelayanan dan terwujudnya peningkatan kelembagaan dalam upaya pendampingan lansia.

Bila pendekatan pelayanan lansia sesuai siklus hidup, tegas Tri Budi, yang harus diperhatikan adalah mengendalikan faktor risiko di setiap siklus kehidupan yang dilalui.

Pada kesempatan itu, pemerhati lansia di komunitas gereja, Agnes Sri Poerbasari mengungkapkan pengalamannya melayani lansia di Paroki Katedral, Jakarta.

Menurut Agnes, lansia itu tersebar dari Sabang sampai Marauke dengan kondisi kesehatan yang beragam.

Selain merupakan kewajiban Pemerintah, ujar Agnes, pelayanan kesehatan lansia juga membutuhkan partisipasi masyarakat.

Di wilayah kerjanya, menurut Agnes, pihaknya memberikan bantuan untuk lansia yang tidak mampu secara finansial dan kesehatan.

Sehingga pihak gereja, jelas Agnes, secara rutin memberi bantuan uang bulanan dan pemeriksaan kesehatan gratis bekerjasama dengan Puskesmas setempat.

Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia, Khotimun Sutanti mengungkapkan lansia rawan mengalami kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak dasarnya.

Data Komnas Perempuan pada 2023, ungkap Khotimun, mencatat 191 kasus perempuan lansia mengalami ragam bentuk kekerasan baik fisik mau pun psikis, seksual dan ekonomi.

Sebanyak 100 kasus di antaranya, tambah dia, terjadi di ranah domestik yang melibatkan orang dekat dan keluarga.

Lansia, jelas Khotimun, juga tidak lepas dari stigmatisasi yang menilai mereka sudah tidak produktif lagi.

Melihat kondisi itu, Khotimun mendorong adanya data terpilah dalam mengidentifikasi kebutuhan bagi para lansia untuk merealisasikan perlindungan yang menyeluruh demi mewujudkan lansia yang bermartabat.

Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN Sari Seftiani berpendapat di Indonesia banyak program yang ditujukan untuk melayani lansia, tetapi sangat disayangkan sejumlah program tersebut tidak terintegrasi dengan baik.

Layanan home care lansia, ungkapnya, seringkali tidak terlaksana karena adanya keterbatasan sumber daya manusia di Puskesmas terdekat.

Diakui Sari, konsep pentahelix untuk mewujudkan kesehatan lansia belum optimal implementasinya di lapangan. Karena, tambah dia, belum semua pemerintah daerah memprioritaskan isu lansia di wilayah mereka.(mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler