jpnn.com - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi mengungkapkan, tidak ada larangan dalam ajaran agama untuk menjadikan masjid sebagai tempat pendidikan politik masyarakat.
Asalkan, yang disampaikan itu adalah nilai dan etika berpolitik. Seperti anjuran untuk saling menghormati perbedaan, persaudaraan (ukhuwah), kasih sayang, dan toleransi.
BACA JUGA: PSI Ajak Milenial Tolak Politisasi Rumah Ibadah
Dengan kata lain pendidikan politik yang disampaikan adalah politik kemuliaan bukan praktis atau kekuasaan.
"Jadi yang dilarang itu jika masjid dijadikan untuk tempat kegiatan politik praktis, misalnya untuk kampanye, mengajak atau mempengaruhi untuk memilih atau tidak memilih calon. Menjelekkan, menyampaikan ujaran kebencian dan memfitnah serta melakukan provokasi untuk melawan pemerintahan yang sah," tutur Zainut, Jumat (27/4).
BACA JUGA: MUI Tolak Perppu Larangan Pernikahan Anak
Zainut menjelaskan, masjid dan tempat ibadah harus dijauhkan dari aktivitas politik praktis karena sering kali kegiatan (politik praktis) diwarnai dengan intrik, fitnah dan adu domba.
Masjid hakikatnya merupakan tempat bertemunya masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial, budaya, politik dan faham keagamaan.
BACA JUGA: Penggagas #2019GantiPresiden Dukung Politik Masuk Masjid
"Kalau ada politik praktis bisa dipastikan akan terjadi gesekan, konflik dan perpecahan di kalangan masyarakat. Apalagi bila masjid tersebut dipakai untuk tempat kampanye," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Tarian Erotis Dekat Kantor Walikota, MUI Angkat Bicara
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad