Waketum PRIMA: Polisi Sebaiknya Hentikan Laporan Luhut Kepada Haris Azhar dan Fatia

Rabu, 29 September 2021 – 14:11 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Lukman Hakim. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Lukman Hakim mengatakan polisi sebaiknya menghentikan kasus laporan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan kepada Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.

Juventus beralasan langkah tersebut tidak sejalan dengan alam demokrasi dan keterbukaan saat ini.

BACA JUGA: Luhut Binsar Ulang Tahun, Ruhut Sitompul Ingat Pesan Penting dari Abangnya itu

“Sebagai warga negara, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) punya hak konstitusional seperti melaporkan jika ada kasus yang merugikannya. Akan tetapi LBP sebagai pejabat publik memiliki sifat yang harus terbuka terhadap segala macam masukan, pendapat dan kritikan meski sangat keras sekali pun. Oleh karena itu, harus meresponsnya dengan lebih bijak dan elegan,” ujar Lukman Hakim, Rabu (29/9).

Lukman mengatakan penggunaan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang ITE untuk melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebenarnya tidak tepat karena LBP merupakan pejabat negara.

BACA JUGA: Pak Luhut Binsar Punya Kabar Gembira, Semoga Jadi Pertanda Baik

“Sasaran kritik dari Haris dan Fatia pada Luhut sebagai bejabat. Mengacu pada pedoman pelaksanaan UU ITE yang notabene disepakati Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Polri disebutkan bahwa pelapor harus perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan,” ujar Lukman.

Hal lain yang harus jadi pertimbangan penghentian kasus tersebut adalah bahwa yang diungkap Haris Azhar dan Fatia merupakan hasil kajian ilmiah beberapa pihak dari organisasi masyarakat sipil (civil society organization/CSO) yang dapat dipertanggungjawabkan.

BACA JUGA: Setelah Luhut Binsar, Giliran Haris Azhar & Fatia Maulidiyanti

Oleh karena itu, menurut Lukman, pelaporan dugaan pencermaram nama baik terlalu berlebihan dan hanya menunjukkan betapa reaksionernya dan bapernya pihak pelapor. Hasil kajian harus direspons dengan ilmiah juga dengan mengedepankan fakta secara transparan dan objektif.

“LBP harus ingat bahwa dirinya merupakan Menteri Koordinator bertanggung jawab di bidang investasi yang pasti mengetahui semua aktivitas investasi di seluruh tanah air. Jadi, sudah menjadi pemahaman publik bahwa setiap ada investasi besar pasti akan melibatkannya, bahkan presiden pun juga ada di belakangnya sebagai kepala negara yang berhak tahu soal aktivitas pembangunan,” ujar dia.

Menurut Lukman, LBP lebih baik memberikan fakta-fakta ilmiah dan objektif terkait kasus tersebut.

Dia menyebut namanya akan lebih cemerlang dan elegan jika bisa membuktikan fakta-fakta kalau dirinya memang tidak terlibat, dari pada melawannya dengan menggunakan kekuatan hukum.

“Publik sudah terlanjur mahfum bahwa hukum di negeri kita tajam ke atas, tumpul ke bawah. Ayolah hentikan dagelan ini,” kata Lukman.

Lebih lanjut, Lukman menyarankan kedua pihak untuk bisa duduk bersama adu data ilmiah melibatkan pihak yang independen dan akuntabel. Jika kajian SCO tak terbukti bisa mengakuinya secara terbuka pula. Demikian sebaiknya. Maaf-memaafkan akan hilang makna jika fakta sebenarnya tak terungkap.

“Terlepas kasus tersebut, publik jadi lebih paham soal betapa kuatnya pengaruh modal terhadap kekuasaan dan terjadi kolaborasi keduanya untuk memasifkan eksploitasi sumber daya alam. Dari kasus ini publik akan lebih terang akan bahayanya oligarki atau cukong,” ujar Lukman.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler