Walah! Rupiah Melemah, Tempe Mengecil

Sabtu, 07 Maret 2015 – 06:55 WIB
Perajin tahu tempe di Pasuruan. Foto: Jawa Pos Radar Bromo/JPNN

jpnn.com - PASURUAN - Para produsen tahu dan tempe di Kabupaten Pasuruan mulai resah seiring terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Sebab, kondisi itu mengakibatkan harga bahan baku terus merangkak naik. Padahal, saat ini harga kedelai impor tergolong mahal.

BACA JUGA: Ini Kabar Baik untuk Orang Tajir

Salah satu yang mengeluhkan kondisi itu adalah Zaini, 52, produsen tempe di Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil. Zaini mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah dipastikan berpengaruh terhadap produksi tahu dan tempe. Sebab, banyak produsen yang menggunakan kedelai impor dari Amerika Serikat.

’’Produsen lebih suka kedelai impor karena lebih mudah dibersihkan. Selain itu, hasilnya lebih mengembang. Tetapi, kalau rupiah terus melemah, ini sangat mengkhawatirkan,’’ terangnya kepada Jawa Pos Radar Bromo, Jumat (6/3).

BACA JUGA: Baguslah...36,3 Ton Apel Ngeri Dibakar

Menurut dia, jika rupiah terus melemah, ongkos produksi dipastikan bertambah. Sebab, harga bahan baku kedelai yang mengandalkan pasokan impor otomatis ikut melonjak. Dampaknya, harga tahu dan tempe ke pembeli terkerek.

Dia menuturkan, sepekan ini harga kedelai impor naik, dari Rp 8.000 menjadi Rp 8.500 per kilogram. Padahal, stok kedelai tersebut dibeli sebelum nilai tukar melemah. ’’Jika nanti rupiah terus melemah, jelas harga kedelai akan lebih mahal,’’ ujarnya.

BACA JUGA: JK Sebut Pelemahan Rupiah akibat Faktor Domestik

Dia mengaku biasanya membeli langsung kedelai impor sebanyak 10 ton. Sekitar 3 kuintal di antaranya kemudian diolah menjadi tempe setiap hari. Jika harga kedelai terus naik, Zaini mengaku tidak punya pilihan untuk menaikkan harga jual tempe produksinya.

’’Saya tak mau mengecilkan ukuran. Jadi, (harga tempe) untuk ukuran 30 x 20 sentimeter (cm) saya naikkan dari Rp 30 ribu menjadi Rp 35 ribu. Tetapi, biasanya pedagang yang mengatur besarannya ke konsumen. Entah dipotong lebih kecil agar harga jualnya tetap atau yang lain,’’ paparnya.

Dia memastikan, kenaikan harga tempe akan berpengaruh pada penjualan. Zaini menyebut, ada penurunan penjualan 5–10 persen. ’’Sebab, yang (harganya) naik kan tidak hanya tempe. Beras dan elpiji juga. Jadi, banyak konsumen yang mengurangi pembelian,’’ tuturnya.  

Akhmad Mufid, 42, produsen tempe di Gempeng, Bangil, Kabupaten Pasuruan, juga mengeluhkan terus melemahnya rupiah. ’’Jelas sangat berpengaruh karena kedelai yang menjadi bahan baku produksi kami adalah jenis impor. Jadi, kalau dolar naik, dipastikan harga kedelai juga akan lebih mahal,’’ ungkapnya.

Untuk menyiasati makin mahalnya harga kedelai, Mufid memilih untuk mengecilkan ukuran tempe produksinya agar harga jual ke pedagang tetap.

Misalnya, mengurangi ukurannya hingga 1 cm. ’’Harga jual kami tetap. Hanya, ukurannya diperkecil agar para pembeli tidak merasa harga tempe naik,’’ ujarnya. (eka/aad/JPNN/c10/dwi)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menperin Bujuk Investor Eropa Tambah Investasi di Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler