Wali Kota Bogor, Bima Arya menceritakan tantangannya untuk membawa perubahan dan penataan kota Bogor dihadapan Indonesia Forum yang digelar di University of Melbourne, Senin malam (30/07).

Dalam pemaparannya, Bima mengatakan ada banyak perubahan yang harus ia lakukan, khususnya dalam hal birokrasi yang sebelumnya masih mengusung 'budaya dan cara lama'.

BACA JUGA: Pria Asal Queensland Dijatuhi Hukuman 17 Tahun Karena Berencana Teror

Ia juga dengan tegas menyatakan yang menjadi salah satu prioritas utamanya saat terpilih menjadi Wali Kota Bogor (Jawa Barat) untuk pertama kalinya di tahun 2014 adalah memberantas praktik uang di kalangan birokrasi.

"Dua tahun pertama menjabat, saya mendapat tekanan dan unjuk rasa karena saya menolak untuk melakukan kesepakatan-kesepakatan dari beberapa pihak yang berkaitan dengan uang," ujar Bima kepada para peserta forum.

BACA JUGA: Semakin Banyak Warga Australia Ajukan Kebangkurtan

"Karena uangnya dari mana?" tambahnya.

Sudah menjadi praktik umum di kalangan kepala daerah di Indonesia untuk membayar 'biaya' untuk menjaga stabilitas di wilayah kekuasannya.

BACA JUGA: Kita Telah Membuang Jutaan Ton Sampah Plastik ke Lautan dan Inilah Akibatnya

Photo: Bima Arya saat tampil di Indonesia Forum di University of Melbourne, Senin malam (30/07). (ABC News, Erwin Renaldi)

Namun Wali Kota termuda dalam sejarah kota Bogor tersebut mengaku menolak untuk membiarkan penjagaan stabilitas dijadikan sebagai 'lahan' sumber pendapatan bagi sejumlah oknum.

Menurutnya bekal kekuatan sepenuhnya didapatkan dari dukungan warga, dengan berkolaborasi bersama sejumlah kelompok 'think tank', komunitas masyarakat, para ilmuwan dan akademisi, serta media.

Lulusan Doktor di bidang ilmu politik dari Australian National University ini juga tak tanggung-tanggung pernah melakukan operasi tangkap tangan terhadap bawahannya sendiri di Balai Kota.

Saat itu, Bima langsung merampas uang dari salah satu staffnya, setelah ada laporan dari salah satu warganya yang berkeluh kesah karena harus membayar jutaan rupiah untuk mengurus perizinan.

Sementara untuk menghindari penyimpangan anggaran, Bima sekarang mulai mengimplementasikan e-procument, dimana semua pengajuan anggaran belanja dilakukan secara online agar menghindari pengajuan mendadak.

"Saya juga memangkas biaya yang tidak dibutuhkan, nilainya hingga miliaran rupiah untuk pakaian dinas, atau perjalanan dinas, yang jika saya hitung untuk perjalanan dinas Wali Kota saja bisa membuat saya keliling dunia setiap tahun, jika semuanya dihabiskan." Photo: Acara bulanan Indonesia Forum digagas oleh mahasiswa Indonesia di University of Melbourne (ABC News, Erwin Renaldi)

Setelah Bima memaparkan pencapaiannya selama ini sebagai Wali Kota di kota kelahirannya, pengamat asal Australia, Dr Dirk Tomsa mengacungi jempol dengan kehadiran para pemimpin yang berani melakukan perubahan untuk kebaikan warganya sendiri.

"Kita telah lihat beberapa daerah dipimpin oleh sosok-sosok muda yang berani," ujar Dr Dirk dari La Trobe University di Melbourne yang juga menjadi pembicara di Indonesia Forum.

Menurutnya menjadi seorang reformis atau pembawa perubahan di Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan yang datangnya justru dari lingkaran sendiri atau orang-orang di sekitarnya.

"Tapi ke depannya, kesempatan para reformis seperti ini sangatlah bagus" tambahnya.

Dr Dirk mengingatkan Bima jika sebaiknya tolak ukur seorang pemimpin daerah bukan hanya dari penghargaan dan prestasi yang telah diraih, tapi dengan melihat peningkatan kualitas hidup warganya.

Ketika ditanya soal perbandingan politik Indonesia dan Australia, Dr Dirk mengatakan kedua negara sama-sama sedang mengalami polarisasi politik yang menjadi sebuah tantangan bagi kedua negara.

Forum Indonesia adalah forum bulanan dengan mendengarkan para praktisi dan pakar untuk membahas berbagai isu dengan dihadiri mahasiswa, termasuk mahasiswa Indonesia di Melbourne, pengamat, akademisi dan seejumlah wartawan.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Paus Terima Pengunduran Diri Uskup Agung Adelaide Philip Wilson

Berita Terkait