Wali Kota Tangerang Kesal, Warga jadi Korban

Minggu, 14 Juli 2019 – 01:00 WIB
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah. Foto : JPG

jpnn.com, TANGERANG - Ancaman Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah, yang akan menghentikan pelayanan terhadap warga yang bermukim di area lahan milik kementerian hukum dan HAM (Kemenkumham), dinilai menyalahi wewenang.

Langkah yang dilakukan itu juga seolah-olah melakukan perlawanan terhadap pemerintah pusat.

BACA JUGA: Kekayaan Intelektual Hasil Penelitian Harus Dilindungi

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menilai upaya yang dilakukan Wali Kota Arief terkesan melakukan perlawanan.

Terutama terkait ancaman yang dikeluarkan melalui surat nomor 593/2341-Bag.Hukum/2019. Surat itu dianggap malah meruncing masalah.

BACA JUGA: Resmikan Kampus Poltekim, Menkumham Sindir Wali Kota Tangerang

"Hanya karena masalah ini, malah warga yang dikorbankan. Ini seharusnya tidak boleh terjadi," katanya.

BACA JUGA : Ibu dan Putranya Lakukan Perbuatan Terlarang

BACA JUGA: Rencana Menteri Yasonna soal Amnesti buat Baiq Nuril

Trubus mengatakan hanya karena Kemenkumham yang belum memberikan lahannya untuk dijadikan fasilitas umum (fasum), masyarakat yang kena imbasnya.

Artinya, Wali Kota Tangerang seperti memanfaatkan warga sebagai pelindung dalam rangka melakukan perlawanan ke pemerintah pusat dalam hal ini Kemenkumham.

"Meski mempunyai hak prerogatif, namun kewenangan walikota terbatas, dimana didalamnya ia harus mengutamakan kepentingan publik bukan malah mengorbankan," ujarnya.

Trubus menilai, bila dalam hal ini publik di korbankan kemudian dipertaruhkan untuk memperoleh "pencitraan politik", malah berbahaya.

Hal ini pun dinilainya akan menjadikan entry point dalam citra politik.

"Menurut saya itu wali kota tidak bisa mengancam persoalan kan sebenarnya antara Kemenkumham dengan walikota, jangan libatkan warga," ungkapnya.

Atas masalah itu, Trubus pun menyarankan, seharusnya untuk menyelesaikan masalah ini, harusnya dilakukan dialog.

Caranya, Menkumham memanggil wali kota dan dibentuk tim untuk melakukan negosiasi.

"Karena kan hal itu ada tahap-tahapnya, misalkan melakukan negosiaso, dialog, musyawarah, dan paparan untuk mencari win win solution," terangnya.

Akibat tidak mengedepankan pendekatan itu, Trubus menilai malah hal ini malah memperburuk citra wali kota sendiri.

BACA JUGA : Barbie Kumalasari: Mungkin Gue Terlalu Keren, jadi Banyak yang Nebeng Ngetop

 

Terlebih, walikota seperti pemimpin yang membuat suatu kebijakan seperti kontra produktif dan memperuncing situasi tanpa melakukan langkah-langkah.

"Padahal kan seharusnya lebih mudah untuk melakukan penyelesaian," sambungnya.

Akibat keluarnya surat yang tak akan memberikan pelayanan ke warga, Trubus menyebut, hal itu malah menjadi konsumsi publik.

Akibatnya, publik malah mencurigai banyak kepentingan di wali kota itu sendiri atas permintaan lahan fasum 50 hektar.

"Bagaimana pun juga wali kota ini statusnya adalah bagian dari pemerintahan. Jadi dia harus menghormati kepada apa yang sudah diputuskan kemenkumham. Apalagi itu adalah pembantu presiden yang dalam arti bahwa pemerintah pusat harus berfikir bijak dalam hal ini," terangnya.

Sebelumnya diberitakan, Wali Kota Tangerang Arief meminta lahan 50 hektar milik Kemenkumham untuk dijadikan fasilitas umum.

Namun, akibat tak juga didapatkan, orang nomor satu di Tangerang ini Pemkot Tangerang mengeluarkan surat nomor 593/2341-Bag.Hukum/2019 yang ditandatangani 10 Juli 2019.

Dalam surat itu, dia akan menghentikan semua layanan yang berdiri di atas aset Kemenkumham seperti komplek Kehakiman dan Pengayoman seperti memberhentikan pengangkutan operasional sampah, menghentikan aliran PJU, dan menghentikan pemeliharaan jalan. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Binaan Lapas Perempuan Kota Tangerang Dapat Bekal Ilmu Tata Kecantikan


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler