jpnn.com, PALEMBANG - Ombudsman Perwakilan Sumatera Selatan (Sumsel) menerima laporan adanya permainan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2018.
Bahkan laporan dugaan pelanggaran PPDB tingkat SD/SMP/SMA sederajat sudah ada 17 yang masuk dari wali siswa. Dan semuanya menyoal kecurangan PPDB di sekitar enam sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA sederajat.
BACA JUGA: Kecurangan PPDB: Masuk SMA Tanpa Tes Bayar Rp20 Juta
Salah satu orang tua siswa yang tak mau disebut namanya, mengaku anaknya sudah jelas masuk zonasi (alamat) dan punya nilai yang tinggi, namun tak diakomodir pihak sekolah.
“Malah yang alamatnya jauh dari sekolah dan nilainya kecil bisa masuk SMP Negeri 52 Palembang. Padahal kan sistem zonasi untuk menjamin PPDB oleh sekolah berjalan secara objektif, transparan, dan nondiskriminatif,” terangnya, kemarin (2/7).
BACA JUGA: Siswa Berprestasi kok tak Lolos Japres?
Hal sama diungkap Mery Susanty, orang tua siswa yang juga kecewa dengan pengumuman PPDB SMPN 17 Palembang. “Saya sempat bertanya ke pihak sekolah dan datangi Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Palembang untuk menanyakan mekanisme PPDB yang sebenarnya,” jelasnya.
Tapi jawabannya kurang memuaskan, di Disdik laporannya kemarin (2/7) diterima, namun diminta menunggu karena harus dilaporkan ke kepala dinas dulu.
BACA JUGA: PPDB Selalu Bikin Puyeng Ortu Siswa
Merry menyebut, kalau terkait zonasi harusnya tidak jadi persoalan. Karena alamatnya dekat dengan sekolah tersebut, tepatnya di Perumahan Griya Mitra, Bukti Lama. Hanya 10 menit ke SMPN 17.
Tapi mengapa anaknya ditolak. “Setahu saya, PPDB kan berdasarkan rayon, zonasi, dan rangking. Anak saya lulusan SD Islam Terpadu memenuhi semua kriteria. Anak saya masuk tiga besar di SD-nya,” ujarnya. Dia pun menyoal ada siswa lain yang alamatnya justru lebih jauh di Kecamatan Karang Jaya Gandus bisa diterima.
Koordinator Tim RCO PPDB Ombudsman Perwakilan Sumsel, Rahardian Visnhu menjelaskan setelah buka posko PPDB seminggu terakhir, pihaknya menerima laporan wali siswa terkait PPDB mencapai 17 laporan.
“Laporan itu masuk sejak Jumat (29/6) hingga hari ini (kemarin, red) atau tepatnya setelah sekolah mengumumkan kelulusan siswa baru,” jelasnya, didampingi Asisten Bidang Penyelesaian Laporan, Agung Pratama, kemarin.
Dia menyakini masih banyak laporan lain akan masuk, sampai penetapan siswa baru oleh Dinas Pendidikan (Disdik). Rata-rata, kata dia, wali siswa yang mengadu itu anaknya tidak lulus masuk beberapa sekolah negeri. Keluhannya mulai dari sistem zonasi, diduga sekolah tidak prioritaskan siswa terdekat meskipun nilainya tinggi.
Karena sesuai Permendikbud No 14/2018, sekolah wajib prioritas zonasi siswa 90 persen kuota, sisanya 5 persen berprestasi, dan 5 persen lagi untuk siswa baru pindah.
“Sistem ini maksudnya baik, untuk pemerataan siswa pintar jangan tersedot di salah satu sekolah saja. Karena perintah Permen, mau tak mau harus diterapkan,” terangnya. Tapi pengaduan yang ada, ada siswa tidak lulus padahal rumahnya dekat sekolah hanya berjarak 200-300 meter.
Laporan lain, tidak transparan proses penerimaan sampai pengumum. “Kalau transparan, kan pengumuman harusnya terbuka. Kami curiga supaya wali sulit siswa sulit mengakses dan kroscek siapa saja peserta lulus apakah sesuai zonasi atau tidak,” tuturnya.
Kalau diumumkan kan bisa ketahuan. Ada juga yang menyampaikan kelulusan hanya lewat surat, tidak lulus tidak diinformasikan. Ada lagi dugaan pungli Rp2 juta-Rp5 juta.
Nah, beberapa hari lalu lebih dari 13 wali murid mendatangi Ombudsman mengadukan Ketua Panitia PPDB SMPN 52 Palembang. Mereka mensinyalir ada dugaan kecurangan dan tidak transparan dalam proses PPDB di sekolah tersebut. Makanya tim Reakci Cepat Ombudsman (RCO) dibentuk untuk menangani laporan wali siswa tersebut.
“Hari ini (kemarin, red) kami sudah minta keterangan pihak SMPN 52. Tapi hasilnya belum bisa disimpulkan apakah ada potensi pelanggaran atau tidak, tergantung pemeriksaan dan investigasi tim," jelasnya. Tapi yang jelas temuan di SMPN itu akan dibahas kembali dalam gelar laporan untuk menentukan tindaklanjut ke depan.
Agung menambahkan pihaknya memang langsung turun ke sekolah dan klarifikasi temuan. “Kita minta dokumen atau hasil verifikasi siswa. Jika ada bukti kuat, akan diupayakan ada koreksi dan PPDB bermasalah diminta dihentikan sementara. Contoh ada siswa masuk zonasi dan nilai tinggi, tapi tidak lulus harus diralat,” tuturnya. Pihaknya meminta kerja sama Diknas untuk mengawasi hal ini.
“Kalau kasus seperti ini sanksinya bersifat administratif seperti pemecatan bisa dari Dinas atau inspektorat langsung. Ada bukti kita laporkan, dan Pemda kami minta kerjasamanya,” kata dia. Tapi jika ada wali siswa merasa dirugikan misal kena pungli, silakan lapor ke kepolisian karena kasus itu bisa kena pidana.
Kepala Perwakilan Ombudsman Sumsel, M Adrian, menambahkan ada lima hal penyelenggaran PPDB online dengan sistem zonasi penting untuk menjaga keadilan.
“Yakni menghilangkan dominasi sekolah favorit, mengurangi pungli dan siswa titipan, sebaran anggaran dan sarpras pendidikan lebih adil karena jumlah siswa merata, anak cerdas tidak menumpuk di kota dan prestasi sekolah lebih merata, serta kurangi beban biaya transportasi ke sekolah dan waktu ke sekolah lebih cepat,” jelasnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala SMPN 52, Hj Dewi Subadra membenarkan adanya orang tua calon siswa melapor ke Ombudsman. “Saya juga sudah menghadap dan jelaskan perkara sebenarnya,” kata dia, tadi malam (2/7).
Dewi mengaku pihaknya telah melaksanakan PPDB sesuai aturan berlaku. “Penerapan sistem zonasi itu hanya 30 persen. Sisanya siswa kita seleksi dengan sistem penggabungan nilai. Kami juga sudah sosialisasikan dengan pihak SD apa saja yang diperlukan calon siswa yang mau mendaftar. Salah satunya nilai rapor asli kelas 4-6 semester pertama,” jelasnya.
Dikatakan, sistem zonasi 30 persen tidak ditetapkan sendiri. “Itu sudah ada aturannya. Merupakan hasil pertemuan terakhir para kepala dinas pendidikan di seluruh Indonesia, bahwa sistem zonasi tidak bisa diterapkan 100 atau 90 persen di kota besar,” kata dia.
Apalagi di tahun ini, jumlah calon siswa mendaftar lebih dari 400 anak, sementara kuota yang bisa ditampung dengan 9 ruang belajar (32 siswa/ruang), ditambah cadangan bangku bagi 25 siswa tidak naik kelas, maka jumlah yang bisa ditampung hanya sekitar 288 anak. “Mau tidak mau ada yang tidak lolos. Mana mungkin semua harus masuk, sementara ruang belajarnya terbatas,” pungkasnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pelembang, H Ahmad Zulinto melalui Kepala Bidang (Kabid) SMP Disdik Kota Palembang, Herman Wijaya menjelaskan sistem zonasi yang diterapkan hanya 30 persen, 70 persen berdasarkan nilai. "Itu untuk akomodir calon siswa jauh dari sekolah untuk tetap sekolah. Karena kasihan mereka punya nilai bagus," katanya kemarin.
Memang, kata Herman, harus ada yang tidak lolos, baik yang rumah dekat dengan sekolah maupun yang nilai bagus. Sudah jadi resiko bahwa jumlah peserta didik baru lebih banyak dari daya tambung yang tersedia. "Kami selalu menyampaikan kepada seluruh kepala sekolah membentuk panitia PPDB, agar yang memutuskan lolos atau tidak sistem bukan 1-2 orang,” tuturnya. Ini juga untuk hindari kecurangan, dan sejauh ini tidak ada ditemukan kepsek melakukan kecurangan. “Jika ada pasti kami panggil," tegasnya. (nni/cj17/fad/ce1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PPDB 2018: Seluruh SMA Negeri Kekurangan Pendaftar
Redaktur & Reporter : Budi