Wamen ATR/BPN: Reforma Agraria Perlu Pelibatan Lintas Sektoral

Selasa, 03 November 2020 – 15:46 WIB
Wamen ATR/Waka BPN Surya Tjandra. Foto: Humas Kementerian ATR/BPN

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN) Surya Tjandra mengatakan, pelaksanaan Reforma Agraria yang telah dijalankan masih perlu dikembangkan terutama melibatkan lintas sektoral.

Dia mencontohkan terkait redistribusi tanah, target Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) seluas 4,1 juta hektare hanya bisa dilepaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

BACA JUGA: Buka Virtual Expo Kementerian ATR/BPN 2020, Sofyan Djalil: Ini Pekerjaan Kaum Milenial

"Terkait ini, Kementerian ATR/BPN sudah berdiskusi intens dengan menteri LHK ataupun wakil menterinya bahkan dirjen, baik melalui forum formal maupun secara khusus," kata Surya Tjandra dalam talkshow Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru) melalui video conference, Senin (02/11).

Hal itu menjadi contoh bahwa eksekusi kegiatan Reforma Agraria atau RA tidak bisa dilakukan sendiri oleh Kementerian ATR/BPN, namun harus melibatkan kementerian dan lembaga lainnya.

BACA JUGA: Jokowi Tak Perlu Turun Tangan, Cukup Arya yang Hubungi Adian

"Ini perlu didukung setiap sektor, misalnya kami kerjakan, yang lain tidak, program ini tidak jalan. Begitu juga, apabila sektor lain mengerjakan namun kami tidak, maka Reforma Agraria tidak jalan," jelas Surya.

Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria telah mengamanatkan pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), sebuah unit kerja bersama yang beranggotakan pimpinan daerah, dinas terkait serta kantor pertanahan.

BACA JUGA: Jokowi Teken UU Ciptaker, Irwan Langsung Ingat Pesan SBY

Dalam program kerjanya, GTRA telah memfokuskan diri terhadap tema-tema tertentu (tematik), contohnya pembangunan potensi ekonomi di Pulau Jawa Bagian Selatan serta percepatan penyelesaian sertifikasi tanah-tanah transmigrasi. Kemudian Reforma Agraria bagi masyarakat adat di Provinsi Papua.

"Melalui GTRA ini, kita cari solusi kreatif terhadap hal-hal tersebut. Selain itu, kita sudah keliling ke daerah-daerah terkait pelaksanaan Reforma Agraria. Untuk lingkungan Kementerian ATR/BPN, kami sudah mendapat dukungan dari seluruh jajaran dan untuk mempercepat komunikasi, kami sudah membuat kantor GTRA," tutur Surya Tjandra.

Dia menargetkan dalam setahun ke depan GTRA dapat merencanakan program kerja, dan melanjutkan pembuatan prototipe dan model-model eksekusi program yang telah direncanakan tersebut. Harapannya pada tahun 2024 semua proses itu sudah selesai sehingga bisa dilaksanakan oleh pemimpin selanjutnya.

"Tentunya masyarakat juga harus tahu, apa yang sudah kita lakukan belakangan ini sehingga kegiatan pelaksanaan Reforma Agraria juga perlu didokumentasi secara baik," jelas Surya Tjandra.

Dalam talkshow tersebut, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mengatakan pembangunan di daerahnya sudah dimulai sejak tahun 2012. Salah satunya melalui program pemberdayaan masyarakat adat sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua.

"Pembangunan ini sudah sesuai dengan UUD 1945 Pasal 14B di mana negara mengakui masyarakat adat," ujar Mathius.

Dalam kepemilikan tanah di Papua, masyarakat adat dengan tanahnya tidak dapat dipisahkan. Pemprov Papua juga telah membentuk tim khusus terkait pemetaan pertanahan guna melakukan pendaftaran tanah milik masyarakat adat.

"Selain itu, Pemerintah Provinsi bersama Kantor Pertanahan setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat serta civitas academica sudah membentuk Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA), yang direspons positif oleh kalangan masyarakat adat," kata Mathius Awoitauw.

Kegiatan Reforma Agraria tidak bisa lepas dari aset reform dan akses reform, yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Esensi Reforma Agraria adalah indigenous genius /kejeniusan asli.

"Jadi, yang namanya kepintaran itu tidak bisa dinilai dari gelar seseorang tetapi bagaimana manusia itu bisa blended dengan lingkungannya, sehingga Reforma Agraria ini bergantung pada orangnya," kata pegiat pemberdayaan masyarakat dari Provinsi Yogyakarta Rika Fatimah.

Terkait hal itu, Rika Fatimah pun mengenalkan G2RT yaitu Global Gotong Royong Tetra Preneurship. Dia berangkat dari gotong royong yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

Selain itu, dalam G2RT manusia itu aset dari Reforma Agraria. Program G2RT ini juga sudah disinergikan dengan GTRA, sehingga berjalan bersama-sama.

"Bersama-sama GTRA, G2RT ditarik ke ekonomi, sehingga menghasilkan empat pilar kewirausahaan, terdiri dari rantai wirausaha, pasar wirausaha, kualitas wirausaha serta brand wirausaha," jelas Rika Fatimah.(*/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler