Wamen LHK dan Cak Imin Hadir dalam Pembukaan COP25 Madrid

Selasa, 03 Desember 2019 – 23:27 WIB
Wamen LHK Alue Dohong bersama Cak Imin hadir dalam Pembukaan COP25 Madrid. Foto : Humas KLHK

jpnn.com, MADRID - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong dan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin hadir bersama dalam pembukaan Konferensi Perubahan Iklim ke 25 (COP25) di Madrid, Spanyol, Senin (2/12).

Kehadiran anggota legislatif pada keikutsertaan Indonesia di Konferensi Perubahan Iklim diharapkan bisa membantu upaya Indonesia dalam melakukan aksi penanggulangan perubahan iklim yang lebih besar lagi khususnya dalam membangun dukungan di bidang politik.

BACA JUGA: Sekjen ASEAN Puji Langkah Pengelolaan Sampah KLHK

Sebagai delegasi Indonesia di Konferensi Perubahan Iklim ini, Cak Imin juga dijadwalkan akan membuka Paviliun Indonesia pada hari Rabu 4 Desember 2019.'

Selain itu Cak Imin akan menjadi keynote speaker dalam salah satu forum di Paviliun Indonesia dengan materi berjudul Collaborative Climate Action,Legislative and Executive Continuous Supports.

BACA JUGA: Menteri Siti: Indonesia Tidak Ketinggalan Dalam Tata Kelola Sampah

"Dengan pertemuan COP25 ini kita berkewajiban membuat aksi nyata. Mau tidak mau semua terlibat mengurangi pemanasan global dengan melibatkan semua pihak," ujar Cak Imin.

Cak Imin pun menambahkan jika delegasi Indonesia harus lebih banyak mendorong keterlibatan politikus, tokoh-tokoh berpengaruh dan tokoh organisasi keagamaan termasuk di DPR dalam mengawal dan membantu upaya Indonesia menanggulangi perubahan iklim.

BACA JUGA: Lihat Nih, Menteri Siti Ajak 26 Dubes Bersihkan Sampah di TWA Mangrove Angke

Cak Imin berpesan agar partisipasi Indonesia di konferensi ini harus lebih berambisi lagi, karena menurutnya posisi Indonesia sangat strategis dalam upaya pengendalian persediaan iklim.

Hutan Indonesia yang begitu luas harus bisa menjadi kekuatan kita dalam berdiplomasi dengan negara-negara lain khususnya negara maju dalam upaya pengendalian perubahan iklim.

Sejalan dengan itu, satu hari sebelumnya Sekretaris Jenderal PBB António Guterres memperingatkan dampak perubahan iklim akan semakin cepat, dan meminta pemerintah negara-negara di dunia untuk menunjukkan peningkatan ambisi dan komitmen dalam penanggulangan perubahan iklim.

“Bencana alam terkait iklim menjadi lebih sering, lebih mematikan, lebih merusak, dengan meningkatnya biaya manusia dan keuangan. Kekeringan di beberapa bagian dunia berkembang dengan laju yang mengkhawatirkan menghancurkan habitat manusia dan membahayakan keamanan pangan. Setiap tahun, polusi udara, terkait dengan perubahan iklim, membunuh tujuh juta orang. Perubahan iklim telah menjadi ancaman dramatis bagi kesehatan dan keamanan manusia," ujarnya

Dia memperingatkan jika ancaman perubahan iklim bukan lagi ancaman jangka panjang, namun merupakan ancaman yang sudah dihadapi manusia pada saat sekarang dan menyebabkan krisis global.

Arahan para peneliti untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat Celcius harus terus di diusahakan bersama. Oleh karenanya perilaku manusia harus diubah dalam memperlakukan alam.

“Hari ini, dunia akan memproduksi 120 persen lebih banyak bahan bakar fosil daripada konsisten dengan jalur 1,5 derajat. Dan, untuk batubara, angkanya 280 persen. Tetapi komunitas ilmiah juga memberi tahu kita bahwa peta jalan untuk tetap di bawah 1,5 derajat masih dalam jangkauan,” katanya.

Perilaku politik di sebuah negara menurutnya sangat penting dalam mendorong keberhasilan upaya penanggulangan perubahan iklim.

Saat ini kemauan politik dirasakan masih kurang dalam memandang penting upaya pengendalian perubahan iklim.

Penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara, dan subsidi bahan bakar fosil sedikitnya telah menunjukan kurangnya komitmen politik sebuah negara dalam mendukung usaha global dalam pengendalian perubahan iklim.

Untuk itu menurutnya penting untuk meningkatkan ambisi iklim dan untuk mencapai tujuan penurunan suhu yang lebih ambisius dari Perjanjian Paris.

Hal ini untuk mengamankan komitmen nasional yang lebih ambisius, terutama dari penghasil emisi gas rumah kaca utama, agar segera mulai mengurangi emisi gas rumah kaca dengan kecepatan yang konsisten untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050. (cuy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler