Wanita Lansia Berteriak Histeris di Mabes Polri untuk Tuntut Keadilan

Sabtu, 23 September 2023 – 07:08 WIB
Sejumlah wanita lansia termasuk guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ing Mokoginta bersama kuasa hukumnya mendatangi Mabes Polri pada Jumat (22/9). Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah wanita yang merupakan lansia dan salah satunya Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ing Mokoginta berteriak histeris di kawasan Mabes Polri.

Mereka melakukan hal itu guna menuntut keadilan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo maupun Kabareskrim Komjen Wahyu Widada.

BACA JUGA: Penanganan Sengketa Tanah Dago Elos Bandung Diambil Alih Polda Jabar

Keadilan ini terkait perkara yang mereka laporkan, yang tak kunjung tuntas diproses oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

Perkara dugaan perampasan, penggelapan serta, pemalsuan dokumen lahan seluas 1,7 hektare itu penanganannya telah berlangsung sekitar enam tahun sejak pertama kali dilaporkan ke Polda Sulawesi Utara. Selanjutnya penanganan kasusnya ditarik ke Mabes Polri.

BACA JUGA: Ini Doa Spesial Fuji Saat Umrah di Tanah Suci

“Bapak Kapolri, Bapak Kabareskrim kami sudah datang jauh-jauh dari kampung ke sini untuk mencari keadilan, tetapi sampai saat ini kami tidak mendapatkannya,” teriak Inneke S Indrarini Mokoginta, adik dari Ing Mokoginta yang merupakan pihak pelapor dalam kasus ini pada Jumat (22/9/2023).

“Sekali-sekali Bapak Kapolri, Bapak Kabareskrim turun ke bawah melihat anak buah, oknum polisi yang hanya membela orang yang punya duit, tetapi kami orang kecil diabaikan," imbuhnya.

BACA JUGA: 36 Tahun Berdiri, Seminari St Yohanes Paulus II Terima Sertifikat Tanah di Era Menteri Hadi

Adapun kehadiran Inneke, Ing, Sintje Mokoginta dan kuasa hukum mereka dari LQ Indonesia Lawfirm, yaitu La Ode Surya Alirman, Nathaniel Hutagaol dan lainnya ke Mabes Polri, dalam rangka menyerahkan surat ke Irwasum, Kabareskrim, serta Kepala Biro Wassidik Bareskrim Polri. Surat terkait penanganan kasus yang dinilai tak berjalan sebagaimana mestinya.

“Perkara kami ini sudah lima tahun di Polda Sulut. Lima kapolda berlalu, empat kali buat laporan, dua penyidik kena sanksi pelanggaran kode etik, perkara tetap mandek di Polda Sulut," ujar Ing.

“Sekarang perkara kami sudah ditarik di Mabes Polri, sudah setahun penyelesaian di Mabes Polri. Ternyata di Mabes Polri mirip-mirip saja di Polda. Perkara kami sampai sekarang belum ada kepastian hukum, tidak ada penyelesaian yang benar diduga masih digoreng-goreng terus," imbuhnya.

Menurut Ing, seluruh bukti formil maupun materil telah diserahkan atau sudah didapat penyidik.

Bahkan, pihaknya memiliki keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang sudah sampai tingkat kasasi yang inkrah terkait perkara ini secara keperdataan.

Berdasarkan keputusan PTUN, kata dia, semua sertifikat terlapor SM dkk sudah dibatalkan, dicabut dan ditarik peredarannya oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Namun, mereka gunakan lagi untuk menggugat kami di pengadilan negeri. Sekarang pengadilan negeri kami sudah menang sampai tingkat kasasi, sudah ada keputusan yang tetap inkrah. Tetapi sampai sekarang penyelesaian masalah di Mabes Polri sampai sekarang ini tidak berjalan dengan baik," kata Ing.

Dia menduga ada oknum yang mengintervensi perkara, sama seperti ketika di Polda Sulut. Sebab, kata dia, pihak terlapor merupakan orang yang memiliki banyak uang.

"Jadi, kami mohon kepada Bapak Kapolri, Bapak Kabareskrim, Karo Wassidik beri kepastian hukum segera kepada kami. Kami minta gelar perkara di Wassidik secara khusus, bukan saja dengan Wassidik, kami minta gelar perkara di depan Kabareskrim. Supaya jelas perkara kami ini," kata dia.

Sementara, kuasa hukum pihak pelapor, Nathaniel Hutagaol, mengatakan bukan hanya lima kapolda, kasus ini tak juga tuntas kendati Kabareskrim telah berganti dua kali.

"Sudah dua kali Kabareskrim penanganannya masih sama saja. Apakah keadilan sesungguhnya di Indonesia ini, ketika kita menyerah mencari keadilan dan ikhlas terhadap ketidakadilan itu sendiri?" tuturnya.

Bahkan, terlapor sampai datang ke Istana Negara setiap upacara peringatan HUT RI pada 17 Agustus guna bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengadukan nasibnya.

“Klien kami yang merupakan wanita lansia harus berjuang, bahkan dengan nekat setiap 17 Agustus mendatangi upacara di Istana Negara berusaha bertemu Pak Jokowi, walaupun tidak pernah bertemu,” kuasa hukum pelapor lainnya, La Ode Surya Alirman.

La Ode mengatakan dengan keteguhan hati, kliennya juga mencoba untuk bertemu Jenderal Listyo Sigit Prabowo selaku Kapolri dan juga tidak pernah bisa bertemu.

“Tujuan klien kami hanya satu untuk memberitahukan bahwa sulit mencari keadilan di Indonesia," kata La Ode.

“Kami berkomitmen untuk senantiasa mengawal perkara ini. Kepada masyarakat yang memiliki informasi yang berguna terkait perkara ini dapat menghubungi ke hotline 0817-489-0999," ujar La Ode.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler