jpnn.com, PURWOREJO - Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan), dan kelompok wanita tani (KWT). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Salah satu program yang digenjot Kementan adalah Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP).
BACA JUGA: Kelompok Wanita Tani di Jateng Manfaatkan Pekarangan untuk Memenuhi Kebutuhan Pangan
Di antaranya melalui pendekatan pembinaan dan optimalisasi kelembagaan wanita tani dalam pengelolaan usaha tani.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan program PHLN termasuk yang harus dimaksimalkan demi meningkatkan kesejahteraan petani.
BACA JUGA: Samsul Tidak Tega Melihat Anggota TNI Pratu Sahdi Dipukul, Diinjak-injak, Malah Ikut jadi Korban
“PHLN membawahi sejumlah program yang tentunya kami harapkan bisa mendukung pembangunan pertanian. Untuk itu, kami berharap program-program itu bisa dimaksimalkan,” katanya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan semua program-program PHLN yang ada di BPPSDMP ini harus diintegrasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten.
"Sehingga peningkatan produktivitas yang diharapkan dapat tercapai dan pertanian yang maju, mandiri dan modern dapat terwujud,” katanya.
Ada lima program Kementan. Yaitu, ketersediaan akses dan konsumsi pangan berkualitas, nilai tambah dan daya saing industri, riset dan inovasi iptek, pendidikan dan pelatihan vokasi, serta dukungan manajemen.
Dedi menambahkan jika saat ini pertanian harus berorientasi bisnis atau keuntungan.
"Tujuannya untuk memberikan kesejahteraan kepada petani, termasuk wanita taninya agar mampu mengelola hasil pertaniannya agar dapat meningkatkan kesejahteraannya," kata dia.
Selain itu, menurutnya, kegiatan pemberdayaan KWT yang sudah dilaksanakan, selain bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, juga untuk meningkatkan pelayanan kepada petani khususnya anggota KWT agar usaha taninya yang berbasis off farm (hilir) berkembang.
Menindaklanjuti hal ini, Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Purworejo, melalui KWT Putri Candi, melakukan pelatihan pengoperasionalan alat-alat pembuatan biir plethok.
Koordinator BPP Banyuurip Sri Lastuti menjelaskan pelatihan dilakukan karena KWT Putri Candi yang telah memproduksi Biir Plethok mengalami kendala pada proses produksinya.
Untuk menghasilkan produk Biir Plethok memasaknya memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar tiga sampai empat jam, dan tidak bisa ditinggalkan saat proses pemasakan sehingga seringkali tidak bisa memenuhi permintaan pasar.
Dengan bantuan operasional dari kegiatan SIMURP yang dibelikan alat evaporator sebuah alat yang bisa memasak sekaligus mengaduk secara otomatis, menjadikan berkembangnya kegiatan dan pemberdayaan KWT dalam memproduksi biir plethok.
Waktu produksi dapat dipersingkat dari 3 sampai dengan 4 jam menjadi 2 jam. Hal ini sangat menguntungkan bagi anggota karena proses pemasakannya juga tidak harus ditunggui, bisa untuk bekerja yang lain.
"Kami semua berharap semoga produksi Biir Plethok akan semakin lancar dengan pemasaran yang semakin luas, sehingga kesejahteraan anggota KWT menjadi semakin baik," ujar Sri.
Sri menambahkan jika pelatihan dilakukan oleh tim dari perusahaan selain menjelaskan penggunaan alat evaporator, juga sekaligus mempraktekan pembuatan bir plethok dengan alat tersebut.
"Kami semua berharap agar alat evaporator ini dapat benar-benar digunakan untuk meningkatkan produksi biir plethok dan permintaan pasar akan dapat terpenuhi," katanya. (rhs/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti