Wapres Anggap Pansus Asap Merepotkan Menteri Saja

Sebagai Sarjana Kehutanan, Jokowi mesti tahu akar masalah kebakaran hutan

Selasa, 27 Oktober 2015 – 05:20 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (26/10). FOTO: Natalia/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak mempermasalahkan ide DPR untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) penanganan asap. Hanya saja, jika Pansus itu dibentuk maka hanya untuk bertanya pada menteri-menteri. Karena itu, JK menganggap hal tersebut sedikit merepotkan menteri, bahkan membuang waktu saja.

“Kalau hanya untuk menanyakan ya tentu bisa saja. Asal jangan berkepanjangan, nanti habis waktunya. Menteri itu hanya untuk menjawab pertanyaan. Padahal banyak pekerjaan lain,” ujar pria yang kerap disapa JK itu di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (26/10).

BACA JUGA: Wasekjen PKB: Saya Berprasangka Baik kepada Mbak Arzetti

Sejauh ini, JK memastikan pemerintah terus bekerja untuk pemadaman api dan penanganan korban asap. Untuk korban, ujarnya, baru dilakukan evakuasi sementara terutama kaum ibu dan anak-anak. Namun, JK mengatakan kondisi udara di setiap daerah terus berubah-ubah.

“Sementara evakuasi hanya untuk bayi, anak kecil, ibu-ibu. Yang lainnya, masyarakat kelihatannya banyak juga yang sudah terbiasa tapi kami tetap menyatakan ini jangka panjang berbahaya untuk kesehatan. Apalagi untuk anak-anak,” ucap JK.

BACA JUGA: PAN Anggap Perlu Pansus Asap untuk Jangka Panjang

Diberitakan sebelumnya, politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Desmond Junaidi Mahesa menyatakan pihaknya mendukung Fraksi Partai Golkar dan PKS untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) tentang kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang menimbulkan kabut asap hampir sebagian wilayah Indonesia.

“Prinsipnya, Fraksi Gerindra DPR mendukung dibentuknya Pansus Asap,” kata Desmond J Mahesa, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (26/10).

BACA JUGA: Sakit-sakitan, Awang Faroek tetap Bahas Kereta dengan JK

Desmond berharap dukungan terhadap wacana Pansus Asap tersebut agar persoalan mendasar penyebab kabut asap bisa terungkap secara obyektif. Sebab asap itu hanya ekses dari kebijakan pemerintah masa lalu dalam mengelola hutan dan lahan.

“Jadi Pansus asap ini sebagai pintu masuk bagi DPR untuk menelusuri misalnya ada kebijakan gubernur di Kalimantan melalui Peraturan Gubernur yang didukung oleh kementerian terkait memberikan izin sebebas-bebasnya kepada siapa pun untuk mengambil lahan,” tegas anggota DPR dari daerah pemilihan Banten II itu.

Menurut Mesdmond, mestinya kalau Menteri Kehutanan pemerintahan terdahulu menyetujui untuk mengeluarkan izin, minimal harus ada tanggung jawab moral.

“Saat ini dia (mantan Menteri Kehutanan, red) sudah jadi Ketua MPR dan anehnya tidak pernah mengeluarkan pernyataan soal kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap beracun ini,” kata Desmond.

Ia meminta mantan Menteri Kehutanan itu agar jangan berlindung seolah-olah tidak tahu. “Asap kan ekses dan tidak semuanya karena hari ini terjadi. Pasti ada proses peizinan masa lalu,” tegas Desmond.

Terpisah, Senator atau Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Provinsi Riau, Intsiawati Ayus menyatakan konstitusi telah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari berbagai ancaman. Termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini telah mengancam lebih dari juta penduduk Indonesia di 24 provinsi.

Menurut Ayus, sebanyak 24 provinsi diselimuti kabut asap dengan korban lebih dari 60 juta warga negara hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat. Apakah kita masih bisa percaya Presiden Jokowi bisa melindungi rakyatnya dari ancaman kematian? Karena itu, MPR, DPR dan DPD RI harus memberikan batas waktu kepada Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus asap.

“Jika sampai batas waktu pemerintahan gagal maka dengan sendirinya, Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah harus turun melalui mekanisme pemakzulan,” tegas Intsiawati Ayus saat Konferensi Pers di Pressroom DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin 26/10).

Sejumlah anggota DPD RI dari provinsi terdampak kebakaran hutan dan lahan turut hadir dalam konferensi pers ini dan juga turut menandatangani surat kepada Presiden Joko Widodo tentang langkah-langkah penanggulangan bencana karhuta dan kabut asap. Diantaranya Abdul Azis (Sumatera Selatan), Mervin Sadipun Komber (Papua Barat), M Syukur (Jambi), Permana Sari (Kalimantan Tengah), Anang Prihantoro (Lampung), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalimantan Selatan), Novita Anakotta (Maluku), Aji Muhamad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Dharmayanti Lubis (Sumatera Utara), Maria Goreti (Kalimantan Barat), Eni Khaerani (Bengkulu), Bahar Buasan (Bangka Belitung), Abdul Gafar Usman (Riau), Charles Simare-Mare (Papua) dan Ahmad S Malonda (Sulawesi Tengah).

Ayus berharap institusi pengawas penyelenggaraan negara seperti MPR, DPR bahkan DPD RI memberi batas waktu kepada Presiden Jokowi sampai kondisi udara yang membunuh warga ini bisa diselesaikan.

“Kalau sudah ada tenggat waktunya dan diikuti dengan pemenuhan kreteria sebuah pemerintah yang gagal, maka dengan sendirinya rakyat punya kepastian sampai kapan kabut asap ini benar-benar selesai masalahnya,” tegas Ayus.

Anggota DPD dari Provinsi Papua Barat, Mervin Sadipun Komber mengaku heran kepada pemerintah karena begitu lamban dalam penyelesaian masalah kebakaran hutan dan lahan termasuk masalah kabut asap. Padahal, menurut Mervin, Presiden Jokowi adalah Sarjana Kehutanan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogkarta.

“Ini jadi pertanyaan, kebakaran hutan dan lahan tahun ini paling parah dan belum bisa diatasi pada saat Indonesia dipimpin seorang Sarjana Kehutanan. Mestinya, Presiden mengetahui apa akar masalahnya dan membuat langkah penanganan secara tepat dan cepat,” kata Mervin.(flo/fas/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Disebut Ada Pemerasan Rekrutmen Pendamping Desa, Marwan: Itu Fitnah !!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler