Wapres Kawal Kurikulum Baru

Instruksikan Dinas Pendidikan Proaktif

Jumat, 07 Maret 2014 – 07:46 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Perubahan kurikulum dalam Kurikulum 2013 menjadi perhatian Wakil Presiden (Wapres) Boediono. Menurut Boediono, perubahan kurikulum tersebut mungkin hanya merupakan salah satu langkah kecil dalam proses transformasi pendidik di tanah air.

 

Namun, implementasi kurikulum 2013 juga memiliki pertaruhan yang besar, jika implementasinya justru membebani pemerintah yang akan datang.
   
"Kita ingin mewariskan sesuatu yang jalan, tinggal dilanjutkan, diubah sana-sini, tapi jalan sehingga ada kontinuitas dari pemerintahan yang lama hingga ke pemerintahan yang baru," kata Wapres Boediono saat membuka peserta Rembuk Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2014 di Hotel Sahid Jaya, kemarin (6/3).
 
Untuk itu, Boediono pun menginstruksikan agar Kemendikbud, bisa mengambil tanggung jawab implementasi Kurikulum 2013 secara nasional menyeluruh pada tahun 2014 ini. Pihaknya pun berharap pelaksanaan Kurikulum 2013 bisa mewariskan hal baik bagi pemerintahan selanjutnya.

BACA JUGA: Kemendikbud Belum Cairkan Anggaran Pengawasan Unas

"Bila kita gagal melihat kebutuhan untuk menerapkan Kurikulum 2013 saat ini, maka kita akan kehilangan waktu dalam menyiapkan generasi mendatang," ujar Boediono.
    
Terkait Rembuk Nasional Kemdikbud 2014, Mantan Gubernur Bank Indonesia itu pun meminta agar forum tersebut mampu mengkaji dan mengawal pelaksanaan Kurikulum 2013 secara menyeluruh.

BACA JUGA: Guru Tolak Revisi PP 74 Tahun 2008

Sebab, persoalan di lapangan sangat banyak karena banyaknya variasi di berbagai daerah, mulai dari segi geografis, dari segi budaya, hingga dari segi awal dimulainya pendidikan. Karena itu, Boediono menginginkan agar semua pihak yang hadir di Rembuk Nasional Kemdikbud, dengan fungsi dan tugasnya masing-masing, mengawal proses implementasi Kurikulum 2013 tersebut.

"Peran para kepala dinas di daerah sangat penting karena para kepala dinas harus mampu mengawasi dan memecahkan masalah di lapangan," tuturnya.

BACA JUGA: Per Siswa SD Terima Bantuan Hingga Rp422 Ribu

Mantan Menko Perekonomian itu juga berharap Rembuk Nasional mampu menghasilkan pedoman yang kongkrit bagi para kepala dinas untuk mengimplementasi Kurikulum 2013. Pedoman tersebut hendaknya mencakup serangkaian petunjuk dan koreksi bila ada masalah.

Boediono mengingatkan bahwa proses transformasi manusia adalah sasaran akhir dari pembangunan dan cita-cita konstitusi Indonesia. Suatu negara membangun ekonominya bukan untuk menghasilkan mall atau infrastruktur sebagai tujuan akhir.

"Muaranya adalah manusia-manusia Indonesia yang tentu saja meningkat kesejahteraannya, tapi juga menjadi manusia yang berkualitas, manusia yang utuh," katanya.
   
Mengutip ucapan Aristoteles 2500 tahun yang lalu, Boediono mengatakan bahwa kemajuan suatu bangsa tergantung pada kesuksesan bangsa itu dalam mendidik kaum mudanya. Dia juga mengingatkan dalil sejarah bahwa suatu bangsa baru akan maju bila generasi yang menggantikan adalah generasi yang lebih baik dari yang digantikan.

"Apabila generasi yang mengganti lebih buruk, maka akan ada proses di mana bangsa itu akan runtuh," ujarnya.
    
Sebagai penutup, Boediono mengingatkan kembali akan potensi penggunaan teknologi dalam upaya memeratakan akses dan kualitas pendidikan semaksimal mungkin. Saat ini, telah ada teknologi yang cepat dengan kualitas yang memadai yang bisa diakses dengan cepat demi membantu proses tersebut.

"Tidak harus menunggu pelatihan guru. Dengan situasi darurat sekarang, kenapa tidak memanfaatkan teknologi yang sudah mapan," imbuhnya.
 
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh merasakan bahwa arahan Wapres Boediono itu seperti instruksi. "Beliau mengatakan jika terlambat satu tahun saja, kerugiannya besar sakali," paparnya.

Untuk itu dalam Rembuknas ini, persiapan kelanjutan implementasi Kurikulum 2013 dibahas hingga urusan teknis. Seperti persiapan buku, guru, dan sebagainya.
 
Nuh menjelaskan ada laporan bahwa data siswa di daerah dengan di pusat berbeda. Dia menganggap kondisi ini masih wajar, apalagi perbedaannya tidak sampai belasan.

Menurutnya perbedaan ini muncul karena yang dipakai Kemendikbud adalah asumsi murid baru. Biasanya murid baru baru masuk pertengahan tahun, sedangkan acuan datanya harus dibuat jauh sebelumnya saat pembahasan ABPN.
 
Menteri asal Surabaya itu juga mengatakan, ada laporan kepala dinas tidak paham soal kurikulum baru. Lagi-lagi dia masih mentoleransinya. Sebab menurut Nuh, banyak kepala dinas pendidikan yang baru saja dilantik.

Selain itu juga banyak kepala dinas yang sebelumnya ada di satua kerja perangkat daerah (SKPD) lain. "Ada kepala dinas pendidikan yang sebelumnya kepala Satpol PP. itu realitas," papar dia. (ken/wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaga UN di Sekolah, Polisi Pakai Baju Preman


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler