jpnn.com - JAKARTA - Rapat pimpinan Kementerian Pariwisata di Lantai 16 Gedung Sapta Pesona, Kamis (6/10), menjadi forum bagi Menteri Pariwisata Arief Yahya untuk berkisah soal "perang."
Cara menjadi pemenang yang terbaik, tercepat dan paling cerdas adalah benchmark. Menempatkan rival atau pesaing sebagai tolak ukur. Apa yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh lawan? Bandingkan dengan yang kita lakukan!
BACA JUGA: Investor Tiongkok Serbu NTB, Begini Pesan Pak Gubernur
Lalu dengan cara apa bisa mengalahkan rival di regional yang sama? Bagaimana mengejar ketertinggalan? Jawaban yang ditemukan Menpar Arief Yahya di semua lini adalah Go Digital, baik dari sisi originasi, destinasi maupun timeline-nya.
Berikut ini detail CEO Message #12, yang disampaikan Menteri Arief Yahya dengan tema: WAR ROOM “SESUNGGUHNYA KEMENANGAN ITU DIRENCANAKAN."
BACA JUGA: BUMN Rusia Ikut Garap Kilang Tuban
Dalam Rakornas Kemenpar ke-3 bulan lalu, kita telah meresmikan beroperasinya War Room. War Room tersebut saya beri code name M-17 yang menjadi pengingat bagi kita semua untuk menaklukkan “musuh” terdekat kita di tahun 2017.
Saya menggunakan idiom perang karena terinspirasi oleh strategi perang yang diajarkan oleh sang ahli strategi perang, Sun Tzu. Pada prinsipnya strategi bisnis tak ubahnya strategi perang. Terdapat kemiripan di antara keduanya.
BACA JUGA: BRI Maksimalkan Kepemilikan Satelit
Di samping itu dengan menganggapnya sebagai sebuah peperangan saya berharap akan muncul sense of urgency, drive, dan motivasi yang membakar semangat kita dalam mewujudkan visi 2019.
Secara harfiah, War Room adalah pusat pengendali peperangan dimana para strategists Kemenpar berkumpul untuk meramu strategi bersaing. War Room harus mampu menjalankan fungsi intelijen di Kemenpar.
Mengambil tempat di lantai 16 Gedung Sapta Pesona, kita telah memiliki sebuah ruang khusus yang akan menjadi pusat kendali peperangan kita di pasar. Di situ terdapat layar-layar digital yang menampilkan informasi real time mengenai kondisi pasar, perilaku konsumen, dinamika pesaing, kalender event yang kita punya, dan lain-lain. Berdasarkan data-data tersebut kita mengatur strategi dan menghasilkan keputusan-keputusan yang cepat dan presisi.
Strategi utama yang kita pakai dalam mengoperasikan War Room saya adaptasi dari Sun Tzu yang mencakup tiga hal. Pertama, kenali dunia, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan.
Kedua, kenali musuhmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Ketiga, kenali pelangganmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Kenali Dunia, Kenali Musuhmu, dan Kenali Pelangganmu Mari kita lihat satu-satu.
Pertama, kenali dunia, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan artinya kita harus memahami standar yang kita pakai dalam bersaing yaitu standar global. Itu artinya kita harus melakukan benchmarking untuk mencapai global best practices.
Ini merupakan konsekuensi ketika kita ingin menjadi global player. Kalau mau menjadi global player, maka kita harus menggunakan global standard.
Jadi kita harus outward looking dengan selalu melihat ke dunia. Tidak boleh inward looking, seperti katak dalam tempurung merasa hebat di dalam negeri, tapi nggak tahunya tidak ada apa-apanya di luar negeri. Kita tak boleh menilai diri kita menurut ukuran kita sendiri.
Kita harus memakai ukuran yang umum dipakai di seluruh dunia, dalam industri pariwisata contohnya adalah Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) dari World Economic Forum. Dengan melihat posisi kita di dalam TTCI kita menjadi tahu di mana kita lemah dan di mana kuat di level dunia.
WEF menerbitkan TTCI dua tahun sekali. Untuk tahun 2013, Indonesia pada posisi papan tengah, yaitu ranking 70 dari 140 negara. Dari hasil kerja keras kita di 2014 dan 2015, ranking Indonesia melejit 20 peringkat menjadi ranking 50 atau berada pada posisi papan atas.
Kedua, kenali musuhmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Setelah tahu posisi kita di TTCI, maka selanjutnya kita harus mengenali musuh.
Harus kita lihat musuh terdekat kita Malaysia atau Thailand di posisi berapa. Data tahun 2015 lalu misalnya, kita hanya di posisi 50 sementara Thailand di posisi 35 dan Malaysia di posisi 25. Lalu harus kita lihat juga di aspek-aspek mana saja mereka kuat dan lemah.
Tiga kekuatan utama Malaysia atau Top-3 Malaysia adalah Price Competitiveness (6), Business Environment (10) dan Air Transport Infratructure (21) sedangkan 3 kelemahan Malaysia atau Bottom-3 Malaysia adalah Environment Sustainability (119), Health and Hygiene (73) dan Tourist Service Infrastructure(68).
Sedangkan Top-3 Indonesia adalah Price Competitiveness (3), Prioritatization of Travel and Tourism (15), Natural Resources (19). Adapun Bottom-3 adalah Enviroment Sustainability (134), Tourist Service Infrastructure(101), dan Health and Hygiene (109).
Untuk Top 3 Indonesia bila kita menggunakan Taktik Marketing Mix 4P (Product, Price, Promotion, Place), maka dapat disimpulkan bahwa kita mempunyai Product yang bagus (natural and cultural resources kita bagus) dan kita mempunyai Price yang sangat bagus.
Namun dengan product dan price yang bagus, performansi pariwisata Indonesia sangat buruk dibandingkan dengan negara lain. Berarti ada sesuatu yang lemah, yaitu di promotion dan place.
Untuk promotion, kita sudah benahi besar-besaran dan menjadikan branding Wonderful Indonesia meloncat 100 peringkat, yaitu menjadi ranking 47 mengalahkan branding Amazing Thailand pada ranking 83 dan branding Malaysia Truly Asia pada ranking 96. Sehingga tugas kita adalah memperbaiki place, yaitu customer interfacing unit kita, antara lain kemudahan mendapatkan visa, pelayanan imigrasi, dan bandara yang ramah wisatawan.
Untuk Bottom-3 Indonesia, kita harus melakukan perbaikan besar-besaran. Misalnya untuk pilar environmental sustainability, kita harus mengimplementasikan konsep Sustainable Tourism Development yang diterbitkan oleh UNWTO.
Kita telah melakukannya dan UNWTO telah memberikan pengakuan Sustainable Tourism Observatory (STO). Untuk diketahui, Indonesia adalah negara kedua di dunia, setelah China, yang mendapatkan pengakuan tersebut.
Ketiga, kenali pelangganmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Setelah mengenali dunia dan musuh kita, kita harus mengenali pelanggan kita. Kita harus tahu profil mereka secara demografis, psikografis, dan perilakunya.
Kita harus tahu preferensi mereka saat berwisata misalnya ke Manado atau Bali. Dan jangan lupa, kita juga harus tahu apa yang dikerjakan oleh pesaing terhadap mereka.
Situasi dunia, pesaing, dan pelanggan tersebut wajib kita ketahui semua secara mendalam karena itulah medan perang kita. Nah, War Room haruslah bisa menjawab tiga hal tersebut.
Originasi, Destinasi, Time
Saya selalu mengatakan ke Staf Khusus Bidang Teknologi Informasi, Pak Samsriyono, War Room haruslah bisa menerjemahkan strategi pemasaran di Kemenpar, yaitu DOT (destination, origination, time). Urutan yang tepat seharusnya ODT, pertama-tama meninjau origination atau pelanggan, kemudian melihat produk atau destination yang kita miliki, lalu kapan mereka melakukan liburan atau time. Namun biar gampang kita baca dan kita ingat, kemudian saya ganti menjadi DOT.
Strategic marketing itu gampangnya mencakup tiga hal, yaitu: customer management, product management, dan brand management. Untuk orang pariwisata ini saya ubah sedikit. Customer management itu menyangkut origination, yaitu para wisatawan yang berasal dari target pasar yang kita bidik.
Product management kalau di dunia pariwisata adalah destination atau objek-objek yang akan dikunjungi oleh wisatawan. Kemudian brand management adalah upaya kita untuk memperkuat ekuitas merek (brand equity), misalnya dengan kampanye Wonderful Indonesia.
Kita sering mendengar strategi marketing itu diringkas menjadi PDB (positioning, differentiation, brand). Elemen pertama adalah strategi yang unsur lengkapnya ada tiga yaitu: segmentation, targeting, positioning (STP). Jadi yang diambil hanya unsur positioning-nya saja.
Lalu elemen kedua adalah taktik yang unsur lengkapnya ada tiga yaitu: differentiation, marketing mix, selling (DMS). Di sini juga diambil unsur Differentiation-nya saja. Lalu elemen ketiga adalah nilai yang unsur lengkapnya ada tiga yaitu: branding, process, service (BPS).
Nah, untuk yang ketiga ini elemen yang saya ambil adalah process-nya. Kenapa? Karena process di sini adalah waktu (time). Ingat bahwa pariwisata itu sangat sensitif terhadap waktu, sifatnya seasonal. Pariwisata itu menyangkut langsung orang, ia menyangkut pergerakan orang yang ada low dan peak seasons-nya.
Ini sangat mirip dengan industri telekomunikasi yang menyangkut pergerakan sinyal. Di industri telekomunikasi juga sensitif terhadap waktu karena yang jalan di jaringan adalah signal. Oleh karena itu di industri telekomunikasi dikenal juga istilah peak hours dan off peak hours.
Di industri pariwisata hal yang sama terjadi, karena yang jalan adalah orang maka ia sensitif terhadap waktu, jadi peak seasons-nya sangat variatif tergantung liburnya kapan. Ini yang saya sebut time di dalam konsep DOT.
Merencanakan Kemenangan
Nah, bagaimana konsep DOT ini kita jalankan di War Room kita? Nantinya kita harus punya apa yang disebut country manager, yaitu para strategists kita yang tahu betul kondisi pasar di berbagai negara yang menjadi target kita.
Ketika country manager China tiba-tiba saya tanya mengenai bagaimana kondisi pasar China detik ini juga, maka dengan melihat informasi intelijen di War Room, dia akan bisa langsung menjawab.
Di layar War Room ia akan langsung tahu wisatawan dari China originasinya dari mana saja, apakah China Selatan, Tengah, Utara dan jumlahnya berapa. Kemudian ia juga akan tahu wisatawan China itu berwisatanya ke mana saja dan mengapa bisa ke situ.
Misalnya di China tiap tahun ada 120 juta wisatawan dan 10 jutanya pergi ke Thailand. Si country manager harus tahu kenapa: apakah karena faktor airlines-nya, karena promosinya yang gencar, atau karena faktor keamanan.
Lalu ia juga harus tahu, kalau wisatawan China ke Thailand, yang paling mereka suka apanya: apakah pantainya, kulinernya, atau shopping-nya. Ini yang saya sebut kenali pelangganmu, sekaligus kenali musuhmu. Dalam konsep DOT, ini baru yang pertama, yaitu origination.
Lalu bagaimana dengan destination? Prinsipnya sama, kalau kita sudah mengetahui profil wisatawan China seperti apa, maka upaya promosi yang kita lakukan di destinasi-destinasi yang kita punya haruslah diarahkan ke sana.
Kalau misalnya wisatawan China suka wisata pantai dan bawah laut, maka mungkin mereka kita arahkan ke Manado atau Raja Ampat. Karena itu di dua destinasi ini harus kita susun program-program untuk menggaet mereka.
Kita harus gencar mengomunikasikan diferensiasi pengalaman bawah laut di Manado dan Raja Ampat ke mereka. Ini yang saya sebut, kenali pelangganmu, lalu kenali dirimu.
Lalu time. Kalau origination kita bicara pelanggan, destination kita bicara produk dan program, maka di time kita bicara pola libur wisatawan dan bagaimana kita menyusun strategi di waktu-waktu libur tersebut.
Sekali lagi saya ambil contoh China. Di China itu liburnya 5 kali setahun. Pertama, Februari ada Imlek; Kedua, Mei ada hari buruh; ketiga, Juli-Agustus liburan sekolah; keempat, Oktober hari besar orang China; dan kelima, Desembar ada Natal dan Tahun Baru. Semua informasi hari libur berbagai negara ini ada di War Room, sehingga War Room mampu memberikan peringatan dini atau early warning system (EWS).
Sekarang bulan Oktober. Misalnya hari libur besar mereka jatuh pada tanggal 1-7 Oktober, maka mesin War Room kita akan mengingatkan jauh hari sebelumnya. War Room akan tahu wisatawan di China akan membeli paket liburan berapa bulan sebelumnya: apakah 3 bulan, 2 bulan, atau sebulan sebelumnya.
Berdasarkan informasi itulah kita melakukan selling besar-besaran ke pasar China di bulan Juli, Agustus, atau September. Ini semua harus secara sistematis dan otomatis kita rencanakan.
Itu untuk pasar China. Untuk pasar Singapura, nanti country manager Singapura akan melakukan analisis yang sama untuk pasar Singapura. Begitu pula untuk pasar-pasar lain.
Jadi di sini upaya selling yang kita lakukan akan betul-betul presisi berdasarkan informasi akurat dan cepat yang kita dapat dari War Room. Kalau seluruh proses kerja ini bisa kita sistemkan, maka kita akan betul-betul bisa mengendalikan perang-perang yang kita jalankan dan memastikan kemenangan.
Ingat, setiap kemenangan harus kita rencanakan. Dan setiap perencanaan harus berdasar pada data dan informasi yang akurat dan cepat.
Untuk itulah saya mendirikan War Room. Sekali lagi: “Sesungguhnya Kemenangan Itu Direncanakan”
Salam Pesona Indonesia..!!!(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Performa IHSG Salah Satu yang Terbaik di Asia
Redaktur : Tim Redaksi