jpnn.com - jpnn.com - Warga Balikpapan, Kalimantan Timur bernama Yuliana melaporkan tiga hakim agung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (9/2). Laporan itu terkait dugaan korupsi dalam vonis Mahkamah Agung di tingkat peninjauan kembali (PK) dalam perkara perebutan lahan gedung Balai Gembira di Balikpapan.
Yuliana menjadi pihak yang bersengketa atas gedung di atas lahan seluas 4.875 meter persegi di Karang Anyar, Balikpapan Tengah itu. Sedangkan lawannya adalah Unit Pengolahan V Pertamina, Balikpapan.
BACA JUGA: KPK Bidik Pihak Swasta di Kasus Proyek Jalan Papua
Yuliana melalui kuasa hukumnya, Stefanus menduga ada unsur pelanggaran etika dalam vonis MA di tingkat PK itu. Karenanya selain ke KPK, Stefanus juga telah meleporkan masalah itu ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas MA pada Rabu (8/2).
Dari hasil penelusuran Stefanus di MA, ternyata proses penyusunan PK tak lebih dari sebulan. Karenanya dia menduga tidak ada proses pemeriksaan perkara.
BACA JUGA: MA Mendekat ke Publik dengan Pameran Kampung Hukum
Padahal selaku termohon PK, Yuliana sudah menyiapkan bukti tambahan lewat Pengadilan Negeri Balikpapan. Namun, bukti itu tak jadi dikirim ke MA karena perkaranya sudah diputus.
"Putusan PK dibuat sebulan terus diputus, apa benar perkaranya diperiksa?" kata Stefanus dalam keterangannya, Jumat (10/2).
BACA JUGA: KPK Ancam Jemput Paksa Pak Bupati dari PDIP
Lebih aneh lagi, katanya, pihak Pertamina juga sempat mengajukan bukti baru (novum) melalui PN. Tapi nasibnya pun sama. Bukti tambahan tak jadi dikirim karena sudah ada putusan PK.
"Jadi dasar putusannya apa. Novum belum dikirim, alat bukti yang diajukan pun sama dengan bukti sidang sebelumnya," tambah Rony Sekedang selaku kuasa hukum Yuliana lainnya.
Rony menjelaskan, informasi putusan PK super-cepat itu terkuak saat seorang anggota kuasa hukum Pertamina mendatangi PN Balikpapan.
Dia mendapat penjelasan bahwa perkara Balai Gembira yang diajukan Pertamina dikabulkan oleh majelis hakim agung yang terdiri dari I Gusti Agung Sumanatha, Sudrajat Dimiati, dan Takdir Rahmadi lewat putusan 11 Januari 2017.
Dari fakta itu, Rony menilai ada kebocoran informasi di MA. Sebab, pada 18 Januari putusannya masih dalam bentuk draf dah bukan relaas atau panggilan kepada pihak berperkara sebagaimana lazim berlaku di pengadilan.
"Indikasi-indikasi ini membuat kami curiga apa proses perkaranya dijalankan dengan benar, oleh karenanya kami meminta pihak berwenang untuk membantu mengungkapnya," ucap pengacara berkaca mata ini.
Dia menambahkan kasus Balai Gembira bergulir sejak tahun 1998 saat Yuliana menggugat Pertamina di Balikpapan. Lewat putusan tertanggal 29 Juni 1998, PN Balikpapan memenangkan gugatan warga Karang Anyar Balikpapan itu.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Kaltim memenangkan Pertamina lewat putusan tertanggal 16 Juni 2000. Giliran Yuliana melawan dengan mengajukan kasasi.
Melalui putusan kasasi pada 6 Januari 2003, MA menguatkan vonis PN Balikpapan. Artinya, permohonan kasasi Yuliana dikabulkan.
Namun, Pertamina mengajukan permohonan PK. Hingga akhirnya MA mengabulkan permohonan pertamina melalui proses sidang cepat yang ditengarai tanpa berdasar novum.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Panggil Politikus PKS Bekasi Rekan Yudi Widiana
Redaktur : Tim Redaksi