Taelah Smith, 19 tahun memiliki 'Down Syndrome', sementara Tiana Dillon, 20 tahun adalah seorang autistik.
Keduanya sedang magang, tanpa bayaran, di sekolah dasar 'Cormet Bay Primary School' di Perth selatan, Australia Barat.
BACA JUGA: Kunjungan LN Pertama PM Australia ke Indonesia Jadi Tradisi
Wakil Kepala Sekolah, Megan Wiasa menceritakan dengan berkaca-kaca bagaimana kehadiran kedua perempuan difabel tersebut telah memberikan dampak luar biasa pada sekolah dan pelajarnya.
"Dengan melihat kedua perempuan muda ini merasa senang dengan apa yang dikerjakannya disini membuat kami sangat bahagia," ujar Megan.
BACA JUGA: WTA Kecam Wasit Yang Tegur Petenis Putri Buka Baju di Lapangan
"Luar biasa ketika memberikan kesempatan pada mereka, kemampuan yang mereka miliki langsung bersinar." Photo: Taelah selfie dengan Wakil Kepala Sekolah Comet Bay, Megan Wiasa. (ABC News: Rebecca Carmody)
BACA JUGA: Partai Liberal Australia Diguncang Isu Bullying Terhadap Perempuan
Berawal dari seorang murid berkebutuhan khususSemua berawal sejak akhir tahun 2017, saat ada murid baru dengan kondisi 'Down Syndrome' masuk ke SD Cormet Bay.
Sebenarnya di sekolah ini sudah ada lebih dari 20 murid yang memiliki keterbatasan, tapi baru pertama kalinya memiliki murid dengan 'Down Syndrome' dan ia memiliki kesulitan untuk menyesuaikan diri di sekolah baru.
Agar membuat murid baru ini tidak merasa kesepian, SD Cormet Bay memutuskan untuk menawarkan program kerja magang bagi anak-anak muda dengan 'Down Syndrome' yang bisa menjadi panutan dan mentor. External Link: video warga difabel magang di sekolah
Tonton seperti apa kegiatan Taelah dan Tiana saat sedang magang di sekolah disini.
Kebetulan Amanda Adams, salah satu asisten di sekolah tersebut memiliki anak berkebutuhan khusus- yakni Taelah, yang sedang mencari sebuah pekerjaan yang berarti.
Sementara Tiana baru bergabung SD Cormet Bay awal tahun 2018.
Keduanya membuat sebuah perubahan besar, dengan membantu seorang murid agar tidak merasa terisolasi.
"Ia merasa lebih nyaman dan teman-teman sekelasnya juga bisa lebih bersimpati dari sebelumnya, dan ini yang selalu menjadi tujuan kita," ujar Megan Photo: Tiana sangat menyukai aktivitas seni dan kerajinan tangan di sekolahnya. (ABC News: Rebecca Carmody)
Ikut membantu di banyak mata pelajaran
Keduanya pun sangatlah populer, dimana guru dan murid-murid berebut agar Taelah dan Tiana bisa datang ke kelas mereka.
Tak hanya itu kelas yang dihadiri oleh keduanya pun selalu penuh sesak dengan murid-murid.
Taelah merasa senang dengan pelajaran olahraga bersama "Bapak G" dan bekerja di perpustakaan. Photo: Taelah dan Tiana ikut membantu pekerjaan di dapur. (ABC News: Rebecca Carmody)
Sementara bagi Tiana, kebahagiaannya adalah saat masuk ke kelas seni dan kerajinan tangan.
Di saat istirahat, keduanya bergabung dan ikut bermain dengan murid-murid yang juga bermanfaat bagi mereka sendiri untuk menumbuhkan rasa percaya diri. 'Saya sangat bangga padanya'
Seperti kebanyakan orang tua yang memiliki anak difabel, mereka khawatir seperti apa anak-anak mereka akan tumbuh besar, apakah mereka akan diterima dan mendapat kesempatan mengerjakan sesuatu yang berarti.
Amanda, ibu dari Taelah merasa bersyukur karena sekolah telah menjadi terbuka dan menciptakan kesempatan nyata bagi warga difabel, yang seringkali tidak dianggap.
"Luar biasa, saya sangat bangga padanya dan tak sabar lagi untuk melihat apa yang akan terjadinya di masa depan," ujarnya. Photo: Taelah ikut bergabung dan mengawasi murid-murid saat sedang beristirahat. (ABC News: Rebecca Carmody)
Sementara Marilyn Dillon, ibu dari Tiana mengatakan pekerjaan magang bagi anaknya sangatlah memberikan arti mendalam. Ia menyayangkan karena pekerjaan magang tidak bisa dilakukan setiap hari, karena biaya dari pemerintah yang terbatas.
"Setiap pagi ia membangunkan saya dan berkata, 'ayo bangun, ibu kita harus ke sekolah,'" ujarnya.
"Ia menyukainya, ia menikmatinya dan jika Tiana bahagia, saya pun bahagia."
Disunting dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini
BACA ARTIKEL LAINNYA... Surat An-Nisa Ayat 34 Belah Ulama Australia Soal Isu KDRT