Warga di Jakarta akan terancam dikenai denda hingga Rp5 juta rupiah jika menolak divaksinasi COVID-19, sebuah hukuman yang tidak biasa dan dianggap sangat kaku hanya untuk memastikan warga patuh pada program wajib vaksinasi COVID-19. Indonesia masih berjuang di tengah pandemi virus corona dengan kasus positif terbanyak di Asia Tenggara Hampir 34.000 orang Indonesia dilaporkan meninggal dunia akibat COVID-19 Peraturan baru tersebut mengikuti sikap skeptis publik selama berbulan-bulan tentang apakah vaksin itu aman

 

BACA JUGA: Akankah Australia Terbuka 2021 Jadi Ajang Terakhir Serena Williams?

Wakil Gubernur Jakarta, Ahmad Riza Patria mengatakan Pemerintah Jakarta hanya mengikuti aturan dan sanksi, serta sanksi tersebut jadi upaya terakhir penegakan aturan vaksinasi di Jakarta.

Kasus COVID-19 di Jakarta menyumbang sekitar seperempat dari lebih dari 1,2 juta infeksi virus corona di Indonesia.

BACA JUGA: Mendekam di Penjara Berkeamanan Tinggi, Pria Australia Rencanakan Serangan

"Jika Anda menolaknya, [akibatnya] ada dua hal, bantuan sosial tidak akan diberikan dan denda," kata Riza soal aturan vaksin wajib yang sepertinya jadi pertama di dunia.

Indonesia dengan jumlah kasus COVID-19 terbanyak di Asia Tenggara ingin memvaksinasi 181,5 juta dari 270 juta populasinya dalam waktu 15 bulan di bawah program vaksinasi yang dimulai bulan lalu.

BACA JUGA: Kurir Pengantar Makanan di Sydney Dipecat Karena Sempat Protes soal Upah

Hampir 34.000 orang Indonesia telah meninggal dunia akibat virus tersebut.

Indonesia mengumumkan perintah Presiden Joko Widodo awal bulan Februari ini yang menetapkan siapa pun yang menolak vaksin dapat dicoret dari daftar bantuan sosial atau layanan pemerintah, atau dikenakan denda.

Jenis sanksi atas penolakan ini nantinya akan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah atau oleh Pemerintah Daerah. Photo: Indonesia menargetkan memvaksinasi 181,5 juta dari 270 juta penduduknya dalam waktu 15 bulan. (Reuters: Ajeng Dinar Ulfiana)

 

"Sanksi adalah upaya terakhir kami untuk mendorong partisipasi masyarakat," kata pejabat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi.

"Target 181,5 juta orang sangat besar."

Peraturan baru tersebut menyusul skeptisisme publik selama berbulan-bulan dan keraguan tentang apakah vaksin virus corona aman, efektif dan halal.

Sejumlah pakar kesehatan masyarakat di Indonesia mengatakan kekhawatiran masyarakat tentang vaksin bisa menjadi tantangan soal vaksinasi.

Di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat, Dinas Kesehatan mengatakan mereka tidak berencana untuk memberlakukan sanksi.

Survei bulan Desember oleh lembaga Saiful Mujani Research and Consulting menunjukkan hanya 37 persen dari 1.202 responden yang bersedia divaksinasi, 40 persen ragu-ragu dan 17 persen akan menolak.

Usman Hamid, direktur Amnesty International Indonesia, mengatakan peraturan kewajiban vaksinasi bukanlah jawabannya.

"Mandat menyeluruh tentang vaksinasi, terutama yang mencakup hukuman pidana, jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia," kata Hamid.

Ini senada dengan pendapat epidemiolog dari Griffith University di Australia, dr Dicky Budiman.

Menurutnya, prinsip dasar program vaksinasi dalam konteks pandemi harus gratis dan bersifat sukarela.

"Sehingga tidak boleh ada paksaan dan tidak boleh ada kewajiban. Apalagi dikenakan sanksi denda ataupun hukuman. Itu tidak boleh," tutur dr Dicky.

Ia menambahkan, selain melanggar hak asasi manusia yang disepakati PBB, program vaksinasi yang dilakukan atas dasar paksaan tidak akan membuat program itu berhasil.

"Literatur menunjukan tidak [berhasil], makanya prinsipnya harus dua itu, gratis dan sukarela."

Dr Dicky mengakui tidak mudah mencapai target vaksinasi 70 persen dari total penduduk Indonesia.

Namun, harus dipikirkan strategi lain untuk mencapainya dengan tetap menjunjung prinsip sukarela.

ABC Indonesia, Reuters

 

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Politisi Perempuan di Jepang Tidak Boleh Bicara di Rapat Dewan Partai

Berita Terkait