Warga Kediri Harus Waspada Terhadap 2 Wabah Penyakit lagi Selain Covid-19

Sabtu, 27 Juni 2020 – 18:47 WIB
Pasien dirawat di rumah sakit. ILUSTRASI. Foto: Dok. Radar Gresik

jpnn.com, KEDIRI - Warga Kota Kediri saat ini harus menghadapi tiga wabah sekaligus, yaitu wabah chikungunya dan demam berdarah dengue (DBD) ditambah covid-19.

Direktur RSUD Gambiran Kota Kediri, dokter Fauzan Adima menyebutkan jumlah penderita chikungunya pada Juni bahkan tertinggi sejak awal 2020.

BACA JUGA: Jangan Tertutup Isu Corona, DBD Lebih Berbahaya, Nih Buktinya

Penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk ini biasa menggigit warga antara pukul 10.00 sampai 12.00 WIB.

“Jumlah penderita chikungunya Juni ini sebanyak 128 orang. Paling banyak ditemukan di Kecamatan Mojoroto sebanyak 88 orang,” kata Fauzan Adima.

BACA JUGA: Puluhan Warga di Kampung ini Terserang Penyakit Chikunguya

Keberadaan pasien chikungunya di Kecamatan Mojoroto tersebar di Puskesmas Campurejo sebanyak 23 orang dan Puskesmas Sukorame sebanyak 65 orang.

Dengan lokasi terjangkit di Kelurahan Campurejo, Tamanan, Sukorame, Bujel, dan Mojoroto.

BACA JUGA: Catat! Ini Hukuman untuk Pelaku Penjemputan Paksa Jenazah Pasien Covid-19

Temuan pasien chikungunya lainnya berada di Kelurahan Banaran sebanyak 40 orang yang saat ini menjalani perawatan di Puskesmas Pesantren.

Jumlah ini meningkat tajam dari bulan sebelumnya, Mei 2020 yang hanya 17 orang. Kasus itu juga hanya terjadi di Kelurahan Mojoroto saja.

Sejak bulan Januari hingga akhir Juni 2020, jumlah keseluruhan kasus chikungunya di Kota Kediri sebanyak 191 kasus.


Berbeda dengan chikungunya yang jumlahnya tinggi, temuan kasus demam berdarah dengue (DBD) cenderung kecil.

Sejak Januari hingga Mei 2020, jumlah pasien DBD sebanyak 100 orang. Mereka tersebar merata di Kecamatan Mojoroto, Kota, dan Pesantren.

Angka tertinggi kasus DBD terjadi di Maret sebanyak 30 kasus. Sedangkan data Mei jumlahnya mulai turun menjadi 15 kasus.

Fauzan menambahkan, penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini memang kerap terjadi di daerah tropis, seperti Indonesia.

Demam chikungunya dan DBD memiliki banyak kemiripan pada tahap awal, sehingga kerap terjadi salah diagnosis untuk pengobatannya.

Nyamuk Aedes Aegypti memiliki karakteristik dalam menggigit manusia. Nyamuk ini beroperasi antara pukul 10.00 – 12.00 WIB.

Dalam beberapa kasus nyamuk ini juga menyerang pada pukul 16.00 - 17.00 WIB atau sebelum maghrib.

“Penting untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan di masa pandemi ini. Selain kebersihan diri untuk mencegah corona, juga mengantisipasi gigitan nyamuk,” kata Fauzan Adima.

Pada serangan pertama, gejala klinis yang muncul akibat gigitan nyamuk adalah demam, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, serta ruam.

Fase berikutnya mulai terdapat perbedaan pada DBD, di mana pasien bisa mengalami perdarahan ringan hingga neutropenia.

Perbedaan lainnya adalah demam chikungunya memiliki masa inkubasi virus sekitar 1 – 12 hari. Sedangkan gejala dan penyakitnya bisa berlangsung sekitar satu hingga dua minggu. (ngopibareng/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler