Setelah melalui masa kekeringan terburuk, komunitas dan pengelola peternakan di New South Wales, Australia harus kembali berhadapan dengan bencana alam baru, jutaan ekor tikus.
Petani hanya bisa menatap cemas hasil panen mereka tahun lalu yang dirusak oleh hama tersebut.
BACA JUGA: Komunitas Indonesia Ikut Aksi Bela Palestina di Australia
Mereka terpaksa kehilangan ratusan hingga ribuan dollar karena jerami dan biji-bijian mereka hancur diserang tikus.
Warga di pedalaman New South Wales kewalahan membutuhkan dukungan menghentikan hama, sementara banyak di antaranya berusaha melawan kebangkrutan.
BACA JUGA: Vaksin Gotong Royong Dimulai, Epidemiolog: Orang Sehat dan Tidak Bergejala Tidak Ada di Prioritas
Salah satu warga NSW yang tinggal di Coonamble, Anne Cullen, mengaku belum menyerah walau hatinya hancur melihat jerami dan biji dari ladangnya habis diserang tikus.
Padahal, ia sudah menghabiskan biaya A$40,000 (Rp445 juta) untuk memasang umpan sendiri.
BACA JUGA: Mengapa Pekerja Asing yang Tereksploitasi di Australia Tidak Melaporkan Majikannya?
Benih tumbuhan lupin yang baru ditaburnya sekejap dirusak hewan pengerat saat mulai berkecambah.
"Cobaan datang terus-menerus," katanya kepada program ABC 7.30.
"Tidak berhenti." Dukungan Pemerintah Australia 'terlambat delapan bulan'
Bulan ini, pemerintah NSW mengumumkan akan diberikannya paket uang senilai A$50 juta yang berisi umpan untuk menangkal tikus bagi petani. Paket tersebut namun tidak memberikan potongan harga.
Petani telah menghabiskan ratusan hingga ribuan dollar setiap kali membeli umpan, namun jumlah tikus juga meningkat pesat dalam waktu singkat.
Anne mengatakan keuntungan dari musim panen sebelumnya telah dikerahkan untuk memberantas tikus, dan mengatakan membutuhkan dukungan lebih.
"Kami sudah berusaha mencari dukungan selama berbulan-bulan," katanya.
"Dukungan yang baru diumumkan ini sudah terlambat delapan bulan untuk kami."
Serangan tikus membuat Anne tidak dapat membeli keperluan peternakannya.
"Kami butuh kompensasi ... harga semprotan, bahan bakar, terus naik," kata Anne. 'Tidak bisa tapi harus hidup seperti ini'
Bukan hanya menimbulkan masalah keuangan, serangan tikus juga mempengaruhi kesehatan fisik dan mental warga setempat.
"Pertama kali saya harus memungut tikus dari kolam dan membantingnya ke semen untuk membunuhnya, dalam hati berkata, 'astaga saya tidak bisa melakukan ini'," ujar Anne.
Ketika itu, ia harus membunuh 50 tikus per harinya.
"Baunya, sangat tengik. Kalau kita tidak memungut bangkai tikus ini nanti ada belatungnya." Bisnis kawasan pedalaman terancam
Bukan hanya pertanian, bisnis di kawasan pedalaman juga terdampak wabah tikus ini.
Menurut pengusaha bisnis, ketika peternak menderita, "semua orang menderita".
Pasangan Robert dan Karri Brennan dan anak mereka memiliki sebuah toko roti di daerah Narromine.
Mereka mengatakan musim kering, COVID-19 dan wabah tikus telah menghancurkan bisnis dan keluarga mereka.
Penghasilan dari bisnis turun 40 persen sehingga menyisakan hanya delapan pekerja, dari sebelumnya 28.
"Tidak banyak yang menyadari kalau dampaknya seperti efek domino. Kalau peternak tidak punya uang, semua orang menderita," ujar Karri.
"Harus ada yang dilakukan. Kalau tidak, bisnis kami tutup. Saya bahkan tidak tahu apakah bisnis ini bisa bertahan sampai Natal." Ketakutan wabah tikus akan menyebar
Jika masalah ini terus ada sampai musim dingin, wabah tersebut diprediksi akan bertambah parah, apalagi karena, menurut pakar, jumlah tikus telah mencapai jutaan ekor.
"Kekhawatiran kami adalah kalau tikus ini bertahan hidup selama musim dingin, mereka akan mulai berkembang biak lebih awal dari populasi besarnya di musim semi," kata peneliti CSIRO Steve Henry.
"Jumlah tikus ini akan meningkat pesat di titik itu."
Biasanya, tikus akan berhenti berkembang biak di akhir musim semi, namun penelitian terakhir menemukan hewan ini masih melakukannya meski dalam musim dingin.
Diproduksi oleh Natasya Salim dari artikel ABC News dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Richard Branson: Vaksinasi Harus Jadi Prioritas Australia Saat Ini