jpnn.com, LEBAK - Tingkat partisipasi warga suku Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, mencapai 60 persen dalam pemilu 2019 ini.
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Kanekes Sarpin mengatakan, angka partisipasi tersebut jauh meningkat dibandingkan Pilkada 2018 yang mencapai 35 persen.
BACA JUGA: Raih 3,18 Persen Versi LSI Denny JA, Perindo Berpeluang ke Senayan
"Pada pilkada tahun lalu itu cuman 35 persen tapi sekarang ini berdasarkan hasil pemantauan sementara di 27 TPS itu capai 60 persen," kata Sarpin.
Sarpin mengatakan, peningkatan angka partisipasi karena momentumnya tepat. Hari H pemilu bertepatan dengan waktu acara adat Kawalu dan menjelang menumbuk padi hasil panen.
BACA JUGA: PSI Akui Kekalahan, Tagar #ProudPSI Trending di Twitter
"Waktu nutu (numbuk) padi ini bertepatan waktu warga Suku Baduy pulang ke kampung halamannya. Berbeda saat Pilkada lalu, waktu bertepatan sedang menghuma atau tanam padi sehingga banyak yang tak pulang karena mungkin tak ada biaya untuk ongkos karena memang tinggal menetapnya di kampung atau luar Desa Kanekes," katanya.
BACA JUGA: Bawa Uang Rp 33,4 Juta dan 40 Formulir C6, Dari Mana Undangan Memilih Itu?
BACA JUGA: Bawa Uang Rp 33,4 Juta dan 40 Formulir C6, Dari Mana Undangan Memilih Itu?
Pantauan Banten Raya (Jawa Pos Group) kemarin, pencoblosan di Baduy, di antaranya di TPS 1, Desa Kanekes, berjalan dengan lancar. Warga tidak antre terlalu panjang karena kali ini TPS dibagi menjadi 27 TPS, bukan 13 TPS seperti sebelumnya. Pencoblosan dilakukan sekitar pukul 07.30.
Yang unik, jarang sekali terdapat alat peraga kampanye (APK) di Baduy. Sarif, warga suku Baduy Luar mengatakan, warga tidak mau ada perselisihan pendapat dengan dukung mendukung calon. Oleh karena, selain tidak ada APK, juga tidak ada tim kampanye yang masuk ke Baduy.
Warga Baduy juga menolak uang yang datang dari partai politik ataupun peserta pemilu. "Kan kalau kita terima uang nantinya bela mati-matian karena ada yang kemakan. Jika sudah begitu, ya nanti sama saudara, teman, tetangga dan keluarga sendiri bisa ribut gegara beda pilihan, maka dari itu warga Suku Baduy lebih memilih tidak memiliki jagoan (orang atau peserta pemilu)," katanya.
Sarif menjelaskan, tidak memiliki jagoan bukan berarti tidak memiliki pilihan atau orang yang akan didukung. Pilihan tetap ada akan tetapi bentuk dukungannya cukup dalam hati.
"Jadi pilihan ada hanya disimpan di hati tidak dikemukan. Sehingga di Baduy setiap kali pemilihan maka akan adem ayem, tidak akan ada orang ribut atau beradu pendapat gegara beda pilihan," katanya.
Sarif mengatakan, penolakan yang dilakukan bukan tidak boleh datang ke Baduy. Hanya saja, peserta pemilu tidak diperkenankan berkampanye. Sementara ketika kedatangannya bersilaturahmi akan diterima dengan baik.
"Makanya di Baduy ini bersih dari APK berupa bendara parpol ataupun spanduk para calon serta berkampanye. Paling juga ada beberapa calon datang bersilaturahmi itupun akan disambut di rumah kediaman Jaro tidak sampai masuk atau blusukan ke rumah warga hanya di bagian depan saja termasuk APK juga ramai di luar Suku Baduy kalau di dalam tak ada yang mau pasang," katanya.
BACA JUGA: Bertemu Polisi Langsung Putar Balik, Oh Ternyata
Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Kabupaten Lebak Ade Jurkoni menuturkan, secara umum proses pemilihan berlangsung aman dan damai.
"Hanya saja di lapangan kita menerima laporan ada temuan surat suara DPRD kabupaten tertukar dapil. Ini terjadi di Kecamatan Cirinten, Cijaku, Muncang dan Kecamatan Leuwidamar," katanya. (purnama)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yunarto Charta: PSI Partai Masa Depan
Redaktur & Reporter : Soetomo