jpnn.com, SAMARINDA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Samarinda menangkap dua orang yang diduga hendak membagi-bagikan uang kepada pemilih di Jalan Pramuka III, Sempaja Selatan, Rabu (17/4) dini hari.
Kedua pria itu adalah ADS (28) dan AT (22) warga Bengkuring, Sempaja Utara. Dari temuan itu, Bawaslu menyita sejumlah barang bukti, antara lain uang tunai Rp 33,4 juta dan formulir C6 atau undangan memilih sebanyak 40 lembar.
BACA JUGA: Bertemu Polisi Langsung Putar Balik, Oh Ternyata
Tak hanya itu, dari tangan terduga pelaku ADS, Bawaslu turut menyita beberapa lembar kertas absensi yang masing-masing memuat foto dua calon anggota anggota legislatif (caleg) dari Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Mereka berinisial SZ caleg DPRD Kaltim daerah pemilihan (dapil) Samarinda dan MS caleg DPRD Samarinda dapil 5 Samarinda Utara dan Sungai Pinang. Nama lain yang juga diduga ikut terlibat dalam kasus itu adalah caleg DPR RI berinisial HH.
BACA JUGA: Suasana Tidak Kondusif, Dua TPS di Medan Lakukan Pemungutan Suara Ulang
Ketua Bawaslu Samarinda Abdul Muin menceritakan, terungkapnya kasus ini berawal dari laporan salah seorang warga yang tinggal di Jalan Pramuka III. Kepadanya, pelapor menyampaikan bahwa ada beberapa orang yang diduga hendak membagi-bagikan uang kepada warga.
BACA JUGA: Kedapatan Coblos 20 Surat Suara, Maghrib Langsung Diamankan Petugas
BACA JUGA: Bawaslu Bakal Laporkan KPU Batam ke DKPP dan KPU Kepri
“Saat saya pulang ke rumah sekitar pukul 04.10 Wita, saya mendapatkan telepon dari seseorang dan memberitahukan kalau ada money politics atau kegiatan bagi-bagi uang di Jalan Pramuka,” tutur dia kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Atas laporan itu, Muin kemudian berkoordinasi dengan tim Sentra Gakkumdu untuk sama-sama turun ke lokasi kejadian untuk memastikan kebenaran informasi. Benar saja, setibanya di lokasi dimaksud, Muin mendapati sudah ada dua orang yang diamankan warga di sebuah rumah di Jalan Pramuka III.
“Saya dan tim Sentra Gakkumdu tiba di lokasi sekitar pukul 05.20 Wita. Kami kemudian bertemu dengan pelapor dan mendapati kedua terduga pelaku sudah diamankan warga. Kedua terduga pelaku diamankan di rumah ketua RT di Jalan Pramuka III. Di situ sudah ada barang bukti juga,” jelas dia.
Muin menurutkan, barang bukti uang sebesar Rp 33,4 juta yang diamankan dari tangan ADS dibagi ke beberapa bagian. Pertama, sebanyak Rp 3,6 juta disimpan di amplop kecil yang berisikan masing-masing Rp 100 ribu. Kedua, Rp 1,2 juta disimpan di amplop panjang masing-masing Rp 200 ribu.
“Sementara di luar amplop nilainya sekitar Rp 28,6 juta. Itu terbagi dari pecahan Rp 50 ribu dan pecahan Rp 100 ribu. Barang bukti lainnya ada formulir C6 sebanyak 40 lembar yang juga kami amankan dari tangan ADS,” beber Muin.
Kepada penyidik Bawaslu dan Sentra Gakkumdu, ADS menuturkan, untuk formulir C6 yang dia dapatkan dari salah seorang penyelenggara pemilu di Jalan Pramuka III, setiap lembarnya dihargai Rp 25 ribu. Kuat dugaan, ada permainan yang dilakukan petugas KPPS di daerah itu.
“Untuk formulir C6, menurut keterangan terduga pelaku, itu dia dapatkan dari seorang perempuan berinisial EW. Informasinya, EW ini adalah ketua RT dan ketua KPPS di TPS 9 di Jalan Pramuka III. Tapi ini masih perlu kami buktikan dulu,” imbuhnya.
Tak hanya itu, sebelum diamankan warga, ADS diketahui sudah sempat membagi-bagikan uang kepada pemilih, nilainya sekitar Rp 2 juta. Karena saat diamankan, terduga pelaku sedang hendak memberikan uang kepada salah seorang warga.
“Informasinya, terduga pelaku ini adalah koordinator saksi untuk Partai NasDem daerah Sempaja Selatan. Yang baru kami periksa sampai hari ini (kemarin) baru dua orang, yakni terduga pelaku ADS dan AT sebagai saksi,” katanya.
Komisioner Bawaslu Samarinda Daini Rahmat menambahkan, adapun alasan atas penetapan AT sebagai saksi didasari dari pengakuan terduga pelaku ADS yang menyebut jika AT tidak tahu-menahu dengan praktik politik uang yang dia lakukan.
AT sendiri diketahui masih berstatus mahasiswa semester II di salah satu kampus negeri di Samarinda. “Bahasanya terduga pelaku, kalau AT itu enggak tahu apa-apa. Saksi hanya membantu mengantarkan ADS,” katanya.
Kasus dugaan politik uang yang dilakukan ADS, bakal berbuntut panjang. Sejumlah caleg yang diduga menyuplai pendanaan kepada terduga pelaku dapat diseret ke meja pidana pemilu jika nantinya dari hasil penyelidikan ditemukan bukti yang mengarah ke caleg dimaksud.
Abdul Muin mengatakan, saat ini pihaknya masih fokus melakukan pengembangan penyelidikan dan menghimpun sebanyak mungkin alat bukti. Termasuk meminta keterangan dari para saksi-saksi terkait dalam perkara tersebut.
“Sanksinya seperti apa? Nanti kita tunggu hasil pengembangan penyelidikan. Karena kemungkinan caleg dimaksud bisa dikenai sanksi. Karena alur dana itu harus kami tahu juga sumber asal-muasalnya,” tuturnya.
BACA JUGA: Bertemu Polisi Langsung Putar Balik, Oh Ternyata
Namun, jika merujuk dari pengakuan ADS, kalau uang yang dia bagi-bagikan berasal dari dua caleg, yakni SZ dan MS. “Cuma kami perlu mendalami dan memintai klarifikasi dari pihak-pihak yang dimaksudkan,” ujar dia.
Untuk mengungkap praktik curang itu, Bawaslu mengantongi dan memastikan terpenuhinya syarat formal dan materiel. Syarat formal dimaksud, yakni adanya terlapor dan saksi kunci. Untuk saksi kunci, rencananya baru dijadwalkan untuk diperiksa hari ini.
Sedangkan untuk syarat materiel, seperti adanya uraian peristiwa kejadian, barang bukti, dan saksi minimal dua orang. Apabila itu sudah terpenuhi, maka Bawaslu akan melaksanakan rapat pleno untuk menetapkan kasusnya.
“Kalau sudah diyakini masuk pidana pemilu, maka dalam tempo 1x24 jam akan langsung kami serahkan ke Sentra Gakkumdu untuk dibahas lebih lanjut. Kami punya waktu paling lama tujuh hari untuk melakukan pemeriksaan sejak perkara diketahui,” sebutnya.
Dalam waktu dekat ini, Bawaslu akan menjadwalkan untuk memanggil para caleg-caleg yang diduga menjadi donatur dalam praktik politik uang tersebut. Langkah itu dinilai penting guna pengembangan dan penyelidikan lebih lanjut perkara.
Karena tidak menutup kemungkinan, para caleg yang dimaksud dapat diseret dalam perkara tindak pidana pelanggaran pemilu. Apalagi jika dari hasil penyelidikan nanti, para caleg yang dimaksud memang terbukti melakukan politik uang.
“Rencananya seperti itu (memanggil caleg dimaksud). Apakah nanti bisa ditindak sesuai pelanggaran yang disangkakan, saya kira kami perlu lihat bukti-bukti. Karena saksi terkait itu masih ada dua orang lagi yang mau kami mintai keterangan,” ujarnya.
Ketua KPU Samarinda Firman Hidayat yang dikonfirmasi media ini mengaku, pihaknya belum menerima laporan resmi dari Bawaslu terkait dugaan adanya keterlibatan petugas KPPS dalam kasus dugaan politik uang tersebut. “Saya baru sebatas mendengar informasinya,” ucap dia.
Namun demikian, Firman mempersilakan Bawaslu mengungkap perkara tersebut jika benar adanya. Menurut dia, praktik itu adalah bagian dari pelanggaran pidana pemilu dan telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu. “Kalau itu memang terbukti, tentu itu sudah melanggar kode etik pemilu, melanggar netralitas pemilu,” imbuhnya.
Kaltim Post mencoba mengklarifikasi hal ini kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Ketika dihubungi, Bendahara DPW Partai NasDem Kaltim Saefuddin Zuhri tidak memberikan respons. Berkali-kali dihubungi melalui telepon seluler tetap tidak tersambung. Bahkan, pesan singkat telah dikirim, namun tidak juga direspons.
Kaltim Post mencoba menghubungi Harbiansyah Hanafiah selaku ketua DPW Partai NasDem Kaltim. Sempat tidak mendapat respons, akhirnya Harbiansyah menganggap panggilan seluler awak Kaltim Post. Menanggapi kejadian tersebut, dia enggan ambil pusing meski namanya disebut-sebut. “Sebut saja, tidak ada buktinya,” ujarnya.
Dia mengaku tidak pernah menyuruh siapa pun membagi-bagikan uang. Apalagi sampai disebut serangan fajar. Menurutnya, dana tersebut untuk membayar saksi dari NasDem. “Kan sudah diklarifikasi sama Joha Fajal (ketua DPD NasDem Samarinda),” sebut dia.
Dia mengaku sudah menanyakan hal ini kepada Saefuddin Zuhri. “Dia pun tidak tahu. Ngapain kami main seperti itu. Ini terjadi di tingkat kota, saya tidak mengurusi. Setahu saya uang itu untuk saksi,” tegasnya.
Sementara itu, Joha Fajal membantah bahwa dana tersebut untuk serangan fajar. Meski belum mengecek langsung, dia memastikan dana Rp 40 juta tersebut untuk membayar saksi. Bahkan, sudah diberikan kepada koordinator saksi NasDem sejak 14 April lalu. “Saya tidak tahu kalau koordinator baru membayar (kemarin),” kata dia.
Menurutnya, masing-masing saksi diberi Rp 300 sebagai uang transportasi ditambah uang makan Rp 80 ribu. Itupun terbagi antara koordinator pengurus DPD dan DPC. “Jadi semua uang saksi di tangan koordinator,” akunya.
Dia melanjutkan, para saksi yang berjumlah 105 orang tersebut sudah menerima bayaran 50 persen sejak menerima mandat. Sedangkan, uang sisa pembayaran dipegang koordinator. Sebab, saksi baru dibayar penuh apabila penghitungan suara sudah selesai.
“Saksi sudah menyetor formulir C1 kepada koordinator. Jadi, kalau koordinator membawa uang berkaitan dengan saksi, itu benar. Menyangkut serangan fajar, saya tidak mengetahui,” ungkap dia.
“Kalau koordinator saksi yang membawa uang artinya itu dana untuk saksi. Kami menyediakan dua saksi di setiap TPS,” pungkasnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Sudarsono yang ditemui Kaltim Post menjelaskan, sudah mendengar peristiwa yang terjadi di salah satu TPS di Jalan Pramuka. Namun, dia belum bisa berkomentar banyak terkait hal tersebut. “Memang benar ada, tapi saya belum bisa bicara banyak terkait itu,” ungkap perwira melati satu tersebut.
Dari pantauan Kaltim Post, dua pemuda yang diamankan di kantor Bawaslu Samarinda, belum dilimpahkan ke polisi. “Enggak tahu kenapa lama, anggota saya juga semua banyak yang jaga TPS,” tutupnya. (*/dra/*/dq/*/drh/rom/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oknum Caleg Diduga Memberi Uang Jelang Pencoblosan
Redaktur & Reporter : Soetomo