jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menilai pengambilan keputusan atas Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) di DPR pada Senin lalu (5/10) menyalahi konstitusi.
Menurutnya, jika RUU itu kelak berlaku namun digugat, ada potensi Mahkamah Kontsitusi (MK) membatalkannya.
BACA JUGA: Fahri Hamzah Tiba-tiba Berhenti Membuka Borok KPK, Ada Apa?
Fahri mengatakan, RUU yang dikenal dengan sebutan Omnibus Law itu menerobos banyak aturan. Sebab, RUU itu merampas hak publik dan jelas-jelas melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Ini bukan open policy, tetapi legal policy. Ini (RUU Cipta Kerja, red) dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi," kata Fahri melalui layanan pesan kepada awak media, Rabu (7/10).
BACA JUGA: Cuma Ada Sehari Libur di RUU Ciptaker? Yuk, Bandingkan dengan UU Ketenagakerjaan
Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 itu melanjutkan, pengambilan keputusan atas RUU Ciptaker juga melampaui tata cara pembuatan aturan sebagaimana mestinya. Selain RUU itu kurang sosialisasi, pembahasannya di DPR pun tergolong cepat.
"Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tetapi seharusnya pakai perppu dan diuji di DPR," kata Fahri.
BACA JUGA: Gegara Cipta Kerja, Jokowi dan Puan Maharani Diberi Gelar Penjahat Konstitusi
Mantan wakil sekretaris jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan, kekacauan akan muncul jika MK membatalkan UU Ciptaker untuk seluruhnya.
Fahri beralasan bahwa omnibus law bukan tradisi dalam pembuatan peraturan dan perundang-undangan di Indonesia.
"Misalnya hakim MK menjatuhkan putusan isinya (UU Ciptaker, red) dibatalkan total, aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Omnibus Law Cipta Kerja ini," kata dia.(ast/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan