Warning dari Guspardi Gaus Kepada Pemerintah Terkait Pembangunan IKN

Selasa, 28 Desember 2021 – 03:04 WIB
Anggota Pansus RUU IKN sekaligus anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Pansus RUU Ibu Kota Negara (IKN) dari Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan harus ada penanganan yang serius terkait status lahan calon Ibu kota negara yang direncanakan di Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur.

Menurut Guspardi, luas wilayah IKN direncanakan sebesar 256.142,74 hektare meliputi kawasan IKN seluas kurang lebih 56.180 hektare, termasuk kawasan inti pusat pemerintahan dengan luas wilayah yang disesuaikan dengan Rencana Induk IKN dan Rencana Tata Ruang KSN IKN.

BACA JUGA: Sosialisasi soal Pemindahan IKN Masih Kurang, Begini Tanggapan DPP Barmuda

Sementara itu kawasan pengembangan IKN seluas kurang lebih 199.962 hektare. Status kepemilikan hak atas tanah atau bangunan yang berada dalam wilayah IKN tentu sangat beragam seperti hak pakai, hak pengelolaan (HPL), hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hingga hak milik (HM).

“Makanya, persoalan status tanah harus clear dan clean dulu sebelum pembangunan di lokasi Ibu kota baru (IKN) dilaksanakan,” ujar Guspardi, Selasa (28/12) dini hari.

BACA JUGA: Warga PPU Kebanjiran, Guspardi Singgung Klaim Pemerintah Soal IKN Bebas Banjir

Dari data hasil analisis spasial yang dilakukan oleh FWI (Forest Watch Indonesia), status kawasan di wilayah tersebut juga menunjukkan hampir tidak ada areal yang tidak berizin.

Wilayah di sekitar Tahura Bukit Soeharto sudah padat dengan izin tambang, perkebunan kelapa sawit, HPH, dan HTI.

BACA JUGA: Perumahan Dinas TNI AL Jadi Contoh Toleransi Umat Beragama

Ada sekitar 92 izin yang terdiri dari 1 izin HPH, 2 izin HTI, 12 IUP perkebunan, dan 77 IUP pertambangan," ungkap anggota Komisi II DPR RI itu.

Legislator asal Sumatera Barat ini menilai masifnya izin-izin konsesi di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) tentu juga memerlukan penanganganan serius.

Sebab, kata dia, akan berimplikasi menimbulkan kemungkinan mekanisme tukar guling yang mungkin akan terjadi untuk lahan-lahan yang sudah berizin.

Terhadap persoalan ini perlu dilakukan penyisiran dan dilakukan pengkajian untuk selanjutnya dibuat kebijakan bagaimana menyelesaikannya agar jangan terjadi polemik dan dinamika yang kurang baik di kemudian hari.

Menurut Guspardi, hal lain yang harus menjadi pertimbangan oleh pemerintah adalah keberadaan masyarakat adat dan lokal yang sudah lama bermukim di sana. Diperkirakan ada sekitar 20 persen lahan masyarakat dengan bukti sertifikasi hak milik (SHM) yang harus dibebaskan.

“Ini perlu dilakukan sosialisasi dan pendekatan yang persuasif dengan masyarakat setempat. Dan, jika ada pembebasan lahan milik masyarakat, seharusnya dilakukan dengan ‘ganti untung,” pungkas anggota Baleg DPR RI itu.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler