Wartawan Perjuangan yang Murni dalam Lima Tahun

Senin, 09 Februari 2009 – 08:44 WIB

PEMBACA koran naik drastis di Amerika Serikat, tapi pembeli koran turun drastisDemikian juga ''pemirsa laptop'' naik drastis dan pemirsa tv turun drastis

BACA JUGA: Mengapa Banyak Koran Baru

Untuk kali pertama dalam sejarah media, pelantikan Barack Obama sebagai presiden ke-44 AS pada 21 Januari lalu lebih banyak ditonton lewat laptop daripada lewat pesawat televisi.

Naiknya pembaca koran lewat internet dan meningkatnya pemirsa laptop untuk peristiwa besar telah menyusutkan pendapatan iklan kedua jenis media itu
Belum ada usul bagaimana mengatasi ancaman terhadap televisi itu, tapi mulai ada wacana agar perusahaan koran yang mengalami kesulitan keuangan akibat krisis global ini juga di-bailout oleh pemerintah AS

BACA JUGA: Tionghoa Dewasa dalam 10 Tahun

Apalagi, di AS amat terkenal kredo ''lebih baik tidak ada pemerintah daripada tidak ada koran"
Kalau perusahaan mobil saja di-bailout, mengapa pilar demokrasi ini tidak.

Perkembangan lain, TV lokal di AS kini mulai bisa mengalahkan jaringan nasional -khususnya untuk tv berita

BACA JUGA: Tionghoa, Dulu dan Sekarang (2-Habis)

Ini karena berita yang nasional-nasional akan menjadi garapan empuk jaringan internet yang dengan lebih mudah ditonton di laptopSedangkan naiknya pembaca koran secara elektronik menimbulkan kesulitan besar: pembaca membayar bukan kepada perusahaan koran, melainkan ke provider internet.

Perusahaan koran belum menemukan cara yang memadai untuk mendapatkan penghasilan dari hasil perubahan cara baca ituMemang berita koran -terutama dari koran yang reputasinya baik- lebih dipercaya daripada sumber yang bukan dari koran, tapi tetap saja pengguna internet telanjur terbiasa sejak awal dulu bahwa sesuatu yang di internet itu gratisPadahal, untuk mendapatkan kepercayaan bahwa ''berita koran itu lebih bisa dipercaya" memerlukan biayaKelak, kalau semua pembaca koran tidak mau membayar ongkos untuk melahirkan ''berita koran lebih dipercaya" itu? Dari sinilah awalnya mengapa ada wacana bailout untuk surat kabarBahkan, sudah ada yang mewacanakan bahwa surat kabar itu kelak dianggap saja sama dengan rumah sakit atau universitas: universitasnya demokrasi dan rumah sakitnya demokrasiAtau, mungkin mirip rumah sakit yang sekaligus teaching universityKoran bisa seperti RS Tjiptomangunkusumo atau RS dr Sutomo.

Belum ditemukannya bagaimana cara ''membayar" itu antara lain karena selama ini memang tidak pernah dipikirkanKalau toh terpikirkan, barulah yang caranya juga tradisional: siapa yang mengakses koran harus berlanggananIni tidak efektif karena psikologi isi internet itu gratisBaru sekarang ini, sekarang ini, bingungYakni, setelah terjadi krisis finansial global yang ternyata juga melanda perusahaan surat kabar AS.

Grup surat kabar terkemuka di dunia Chicago Tribune sudah menyatakan bangkrutBisa dibayangkan nasib koran yang lebih lemahThe New York Times yang begitu hebat, sedang di ambang jurang yang samaUtangnya yang hampir jatuh tempo mendekati Rp 40 triliun, sedangkan dana yang siap baru Rp 4 triliunThe New York Times mengalami krisis dana cash yang luar biasa besar.

Mengapa selama ini tidak dipikirkan cara yang ampuh untuk menghubungkan agar pemanfaatan isi koran lewat internet itu bisa menghasilkan pendapatan bagi perusahaan koran? Jawabnya jelas: perusahaan koran sudah seperti perusahaan pada umumnya: "mabuk" pasar modal.

Perusahaan koran berlomba mengumumkan semakin tingginya angka hit terhadap koran merekaKian banyak orang mengklik kian bangga -meski itu mencerminkan semakin dijauhinya koran edisi cetak merekaDengan menggalakkan edisi on line, perusahaan koran itu sebenarnya sudah mendorong agar pembaca meninggalkan edisi cetakBertahun-tahun dorongan itu dilakukan dan hasilnya sangat ''baik": kian banyak orang yang pindah ke on lineBaik menurut ukuran ekonomi saat itu.

Dengan tingginya angka hit sebuah koran, performance mereka di pasar modal semakin baikHarga sahamnya pun naik drastisKenaikan harga saham setiap tahun inilah yang dikejarMengejar kenaikan harga saham melalui peningkatan hit di on line lebih mudah daripada memperbesar sirkulasi surat kabarUsaha memperbesar sirkulasi koran secara tradisional sangatlah sulit: pelaksananya bukan hanya harus pintar, tapi juga harus bekerja kerasTermasuk bekerja keras mengeluarkan keringat di pasar sejak pukul 03.00Dari segi pemasaran, perusahaan koran tidak ada bedanya dengan tukang sayur: sudah harus ada di pasar sejak sebelum subuhSedangkan meningkatkan ''sirkulasi" koran lewat on line meski juga harus pintar, tapi lebih mudah: bisa dikerjakan di ruang AC dengan tidak harus bercucuran keringatKalau bisa meningkatkan harga saham dengan cara mudah, mengapa harus melakukannya dengan cara susah payah? Toh, sistem ekonomi pasar di AS saat itu memungkinkan berkembangnya ekonomi yang tidak perlu riil seperti itu dengan penuh gairah.

Itulah gairah yang ''memabukkan"Maka, ketika tiba-tiba terjadi krisis keuangan dan hal-hal yang tidak riil tidak bisa lagi dijual, bangunan megah itu ternyata seperti rumah-rumahan dari styrofoam: terbang terbawa angin ributKetahuanlah bahwa jumlah pembaca koran yang naik terus itu sebenarnya diikuti dengan turunnya oplahIklan pun merosot drastisPengguna on line sudah telanjur dibiasakan tidak membayarHarga saham koran seperti New York Time terjun bebas: kini sudah mendekati kategori junk bond.

Di Indonesia belum ada koran raksasa yang mengalami kesulitan -karena selama ini mereka itu sebenarnya memang belum pernah benar-benar jadi raksasaBelum ada koran raksasa yang terjun ke pasar modalBaru ada tiga koran yang masuk bursa: TEMPO, Republika dan -melalui induk perusahaannya- Seputar IndonesiaPerforma harga saham dua koran pertama tidak pernah tinggi -dan karena itu tidak bisa anjlok.

Sedangkan performa koran ketiga sulit dinilai karena yang masuk bursa bukan koran itu sendiri, melainkan induknya.

Boleh dikata, belum ada perusahaan koran di Indonesia yang "mabuk" pasar modalSudah ada memang yang baru ingin mau ''mabuk", tapi sudah keburu ada krisis: Jawa PosJawa Pos sudah lama mempersiapkan diri masuk pasar modal, tapi selalu ditunda karena ragu-ragu akibat baik-buruknya.

Koran di Indonesia juga masih punya waktu kira-kira lima tahun untuk menghadapi ancaman on line ituMengapa lima tahun? Jawabnya ini: akhir tahun depan pembangunan Palapa Ring tahap pertama selesaiYakni, penanaman jaringan fiber optic sejauh 3.000 km di banyak kota di IndonesiaDengan jaringan fiber optic yang demikian luas, koridor untuk on line sangat leluasaAkses internet akan mengalami percepatan yang menggilaApalagi, kalau Palapa Ring sudah terbangun sempurna lima tahun lagi"Jalan tol" di bawah tanah itu akan jauh meninggalkan kelancaran jalan tol yang di atas tanah.

Lima tahun ke depan ini adalah tahap yang amat menentukan bagi koran di IndonesiaMaju atau matiKarena itu, Hari Pers Nasional yang diperingati hari ini menyisakan pertanyaan besar: bagaimana wartawan bisa tetap hidup bersama korannyaWartawan akan terus hidup, tapi akankah dia kerja gratisan untuk pembacanya di on line? Jangan-jangan itulah saatnya yang disebut era wartawan perjuangan, yakni wartawan yang berjuang menegakkan keadilan, kebenaran dan demokrasi, membela yang tertindas, membongkar kejahatan termasuk korupsi, dan melakukan kontrol sosial yang kuat -tanpa jelas siapa yang harus memberi gaji setiap bulanKalau itu terjadi, itulah baru yang disebut "wartawan perjuangan" yang murni.

*) Selain sebagai Chairman Jawa Pos Group, Dahlan Iskan adalah ketua umum SPS Pusat (Serikat Penerbit Surat Kabar)Catatan ini menyambut Hari Pers Nasional 2009 yang diperingati hari ini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tionghoa, Dulu dan Sekarang (1)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler