Wasekjen Demokrat: Kenapa Buru-Buru Bahas RUU Pemilu?

Kamis, 11 Juni 2020 – 21:18 WIB
Wasekjen Demokrat Jansen Sitindaon. Foto: diambil dari demokrat.or.id

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon heran, kenapa pembahasan RUU Pemilu mesti dilakukan secara terburu-buru?

"Pemilu kan baru saja selesai. Ngapain juga kita buru-buru bahas RUU Pemilu lagi. Lebih baik jangan tergesa gesa diputuskan. Apalagi ada beberapa point krusial yang mau diubah," kata Jansen kepada jpnn.com, Kamis (11/6).

BACA JUGA: Aktivis Demokrasi Beraudiensi dengan PKS soal RUU Pemilu, Ini Hasilnya

Dia menegaskan bahwa Pemilu bukan soal kepentingan partai politik semata. Malah yang utama harus diperhatikan dari proses demokrasi itu adalah persoalan suara rakyatnya.

Oleh karena itu, banyak pihak yang harus didengar sebelum memutuskan RUU Pemilu.

BACA JUGA: Ambang Batas Parlemen Bakal Naik? Yusril Usul Begini

"Terkait soal Parlemen Threshold, menurut kami, empat persen yang sekarang ini sudah pas dan tepat. Tidak ketinggian juga tidak kerendahan. Ini angka moderat yang bisa mengakomodir semua suara di Indonesia ini," ucap Jansen.

Jika angkanya dinaikkan terlalu tinggi, lanjut pria asal Sumatera Utara ini, dipastikan akan banyak suara rakyat yang hangus dan terbuang.

BACA JUGA: PKB Usul Presidential Threshold 10 Persen

Padahal Indonesia ini bangsanya beragam. Pilihan politik masyarakatnya di Pemilu juga ikut menjadi majemuk, dan bermacam-macam.

Kalau PT dinaikkan, maka keragaman tersebut berpotensi tidak terakomodir di parlemen karena suaranya hilang. Padahal perbedaan itu juga harus diakomodir sehingga mereka punya saluran untuk bersuara. BIla hal ini tidak diperhatikan justru dampaknya bisa berbahaya.
 
"Jika melihat dampak dari Pemilu kemarin, harusnya soal Presidential Threshold yang angkanya perlu diubah dan direlaksasi agar tidak lahir lagi dua pasangan calon Presiden yang dampaknya sangat luar biasa membelah masyarakat," tutur Jansen.

Oleh karena itu, katanya, harus dicari angka moderat yang berpeluang melahirkan lebih dari dua pasangan calon presiden, sehingga pilihan masyarakat juga semakin banyak.

Bisa saja President Threshold ini diturunkan menjadi 10 persen, atau sekalian semua partai yang lolos ke parlemen boleh mengajukan Capres.

"Karena toh partai partai ini sudah disaring di Parlementary Threshold kan. Jadi bukan soal Parlementay Threshold yang perlu diubah karena tidak ada masalah di situ," tandasnya. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler