Waspada, Ada 66 Persen Siswa Alami Emosi Negatif Selama PJJ

Selasa, 14 September 2021 – 23:53 WIB
Novi Candra, co-founder GSM mengatakan kondisi emosi negatif yang lebih besar yakni 66 persen dirasakan siswa selama PJJ. Foto tangkapan zoom

jpnn.com, JAKARTA - Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) membuat gebrakan baru dalam menjawab tantangan revolusi pendidikan setelah sekian lama digelar pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Terobosan berupa Kelas Sekolah Menyenangkan dilakukan serentak di 34 provinsi yang terbagi 16 kelas daring. 

BACA JUGA: Warning dari Politikus PKS Mustafa Buat Kemendikbudristek Soal PJJ, Simak!

Menurut Founder GSM Muhammad Nur Rizal, kelas ini diisi sekitar 100 anak muda yang telah dilatih GSM berkolaborasi dengan puluhan guru penyimpang. 

Guru penyimpang adalah guru yang memiliki perilaku menyimpang dalam mengajar tetapi memberikan dampak positif pada karakter dan hasil belajar siswa.

BACA JUGA: PJJ Setahun, Anak-Anak Mengalami Krisis Kesehatan Mental

"Pelibatan anak muda diharapkan makin menggerakkan guru untuk membangun pengembangan praktik bersama agar kompetensi dan profesionalismenya meningkat," tutur Nur Rizal dalam diskusi pendidikan secara daring, Selasa (14/9).

Dia menyebutkan sudah 2.400 peserta mendaftarkan diri untuk mengikuti kelas massal tersebut. 

BACA JUGA: Perhimpunan Guru Minta Dana Asesmen Nasional Rp 1,48 Triliun Dialihkan untuk PJJ

Pada kesempatan sama, Novi Candra, co-founder GSM mengakui paradigma pendidikan Indonesia belum menganggap isu kesehatan mental adalah penting.

Akibatnya ketika pembelajaran jarak jauh (PJJ) diwarnai dengan kondisi emosi negatif yang lebih besar yakni 66 persen dirasakan siswa selama PJJ. 

"Itu hasil survei GSM bulan lalu. Sulit bagi guru-guru untuk mendapatkan keterampilan mengajar yang bisa menyelesaikan permasalahan tersebut," ucapnya.

Guru-guru pun mengalami perasaan yang sama karena ketidaktahuan strategi belajar yang baru dan tidak adanya perubahan kurikulum mendasar dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan emosi ini.

Oleh karena itu, GSM mencoba hadir untuk menyampaikan materi tentang praktik sederhana tetapi fundamental yaitu pentingnya penalaran dan kesadaran diri. 

“GSM ingin mengkritisi narasi pendidikan Indonesia dari hanya sebatas pencapaian PISA bergeser pada pencapaian kepentingan anak muda di masa depan, yaitu kompetensi penalaran dan kesadaran diri. Materi-materi yang disampaikan di Kelas Sekolah Menyenangkan akan terkait dengan hal itu," jelas Novi.

Rizal melanjutkan pendidikan tidak boleh hanya menjejalkan konten pengetahuan dengan kurikulum yang padat kepada siswa.

Pendidikan harus diarahkan untuk membangun daya kritis agar siswa mampu membedakan mana informasi bermutu, berguna, dan benar.

Apalagi generasi milenial dan generasi Z dianggap sebagai generasi cerdas karena mudah mendapatkan akses informasi yang berlimpah dari internet.

Hanya, mereka dikhawatirkan memiliki pandangan yang makin sempit akibar algoritma eco chamber yang dimiliki sosial media. 

"Permasalahan anak muda di masa depan itu bisa diminimalisir dengan mendapatkan keterampilan kompetensi penalaran dan kesadaran diri serta memperbanyak ruang perjumpaan lintas generasi," tandas Nur Rizal. (esy/jpnn)


Redaktur : Natalia
Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler