jpnn.com - YOGYAKARTA - Masyarakat sebaiknya tetap waspada menghadapi ancaman gempa bumi, terutama yang berada di wilayah Jawa bagian Barat.
Pasalnya, aktivitas gempa darat di daerah ini lebih tinggi dibanding daerah lain di Pulau Jawa.
BACA JUGA: Polri Tahan Penggugat Ijazah Presiden, Jokowi Dapat Pembelaan dari Teman Sekolah
Hal tersebut dikemukakan Geolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Gayatri Indah Marliyani.
Menurutnya, gempa yang terjadi di darat seperti di Cianjur, Jawa Barat, biasanya memiliki kedalaman yang dangkal.
BACA JUGA: Kronologi Mahasiswa UGM Tewas di Halaman Hotel, Polisi Temukan Fakta
Yakni, kurang dari 15 kilometer sehingga guncangannya akan dirasakan dengan kuat di permukaan.
"Jika jalur sesar di darat ini dekat dengan wilayah pemukiman, harus diwaspadai," ujar Gayatri dalam keterangannya, Kamis (24/11).
BACA JUGA: Hutan Pertamina-UGM Diresmikan, Berpotensi Mengurangi 170 Ribu Ton CO2 dan Berdayakan Masyarakat
Dia mengatakan di Jawa ada banyak sesar aktif yang sudah teridentifikasi dengan baik.
Antara lain, Sesar Cimandiri, Sesar Lembang, Sesar Opak, Sesar Baribis, Sesar Kendeng dan banyak sesar lainnya.
Menurut dia, bencana gempa yang terjadi di Cianjur dengan magnitudo cukup besar M 5.6 dan hiposenter yang dangkal yakni 11 km disebabkan oleh pergerakan sesar aktif di darat.
"Sumber gempa yang dekat dengan permukaan serta magnitudo yang cukup besar menyebabkan dampak merusak yang cukup meluas terutama di sepanjang jalur sesar tersebut," ucapnya.
Gayatri juga mengatakan terjadinya bencana tanah longsor akibat gempa di Cianjur karena di wilayah sekitar Cianjur, Sukabumi dan Bogor banyak jenis batuan dengan kemiringan lereng yang tinggi.
Batuan di wilayah Cianjur, Sukabumi tersusun oleh material hasil letusan gunung api yang masih lepas-lepas dan tebal.
"Ketika terkena guncangan keras akibat gempa bumi, lapisan tanah dan batuan lepas yang berada pada lereng yang terjal akan mudah bergerak dan longsor," katanya.
Gayatri juga menyoroti banyaknya bangunan yang roboh akibat gempa Cianjur.
Dia memperkirakan hal tersebut terjadi karena tidak semua rumah dibangun dengan metode tahan guncangan gempa.
Gayatri kemudian menyarankan pemerintah untuk segera memetakan sumber gempa dengan baik, serta memperhitungkan besaran dampaknya jika terjadi gempa.
Dia menilai sangat penting dilakukan pembaruan dari peta sumber dan bahaya gempa secara berkala, untuk mengakomodasi penemuan-penemuan baru yang akan melengkapi basis data dan memperbaiki model seismic hazard yang dihasilkan.
"Setelah peta sumber sudah ada, hasil ini harus dituangkan dalam aturan dan tatacara untuk bangunan tahan gempa."
"Aturan dan tatacara ini harus ditaati dan kontrol pelaksanaannya harus diperketat," kata Gayatri. (Antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasil Riset: Angka Buta Aksara Al-Quran di Indonesia Tinggi, Sebegini
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang