jpnn.com, JAKARTA - Orang tua harus mampu mengenal perkembangan otak dan pandangan anak-anak usia dini untuk meminimalisir stres.
Menurut dr. Octaviani Ranakusuma, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Yarsi, orang tua bisa saja menjadi penghambat perkembangan otak anak usia dini karena belum mengenal sosial emosional anak dengan baik.
BACA JUGA: Orang Tua Harus Paham Perkembangan Emosi Anak Usia Dini, Ini Penjelasannya
Ini disampaikannya dalam diskusi dan webinar 'Perkembangan Otak Anak di Usia Emas' yang digelar Tanoto Foundation bekerja sama dengan Universitas Yarsi dan Koalisi PAUDHI Nasional pada Rabu (20/5).
Menurut Octa ada tiga jenis stres anak yang harus diketahui dan dipelajari orang tua.
BACA JUGA: Orang Tua Jangan Lupa Mendidik Anak-anak PAUD Selama Pandemi Corona
Pertama adalah stres yang positif. Yaitu stres terhadap hal yang normal dan penting untuk perkembangan yang sehat dan optimal.
"Ditandai oleh peningkatan produksi hormon stres, tekanan darah dan detak jantung. Durasi stres ini singkat seperti bertemu pengasuh baru, atau saat dokter menyuntik," tutur Octa.
BACA JUGA: Trending Indonesia Terserah, Dokter: Kami Mulai Lelah
Selanjutnya, stres yang bisa ditoleransi mengaktivasi sistem siaga tubuh atas suatu yang mengancam.
Seperti bencana alam, cedera tubuh, kehilangan anggota keluarga. Durasi stres lebih panjang.
"Hubungan yang mendukung dengan orang dewasa akan sangat membantu anak menghadapi stres jenis ini," sambungnya.
Ketiga adalah stres yang beracun (toxic stress). Pada tahap ini anak mengalami hal-hal yang menyakitkan yang berulang-ulang dan berkepanjangan.
Seperti pengabaian, kekerasan fisik/emosional, kemiskinan tanpa adanya dukungan dari orang dewasa.
"Atau bahkan orang dewasa yang bersangkutan yang melakukan penganiayaan terhadap mereka," tambahnya.
Menurutnya, ini yang harus dihindari orang tua. Selain itu, orang tua juga harus lebih fokus melihat bentuk stres yang dialami anak itu agar bisa diatasi bersama dan membuat anak merasa dilindungi. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia