jpnn.com, JAKARTA - Beberapa waktu lalu media sosial ramai dihebohkan atas kasus viral pembelian gamis senilai Rp 200 ribu, tetapi mendapat denda senilai Rp 9 juta.
Dilansir dari Instagram @kabarnegri.official pada Selasa (4/4), terdapat sebuah tayangan video seorang tenaga kerja wanita (TKW) yang diduga bernama Yuni berbicara dengan seseorang yang mengaku petugas Bea Cukai melalui sambungan telepon.
BACA JUGA: Bea Cukai Morowali Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Penyelundupan Ganja Lewat Kiriman Paket
Dalam video tersebut, Yuni ditawarkan bantuan oleh orang yang mengaku petugas Bea Cukai bernama Kurniawan untuk pembayaran denda atas pembelian gamis. Lantas, benarkah Yuni telah menjadi korban penipuan mengatasnamakan Bea Cukai?
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana menegaskan kejadian tersebut adalah penipuan yang mengatasnamakan instansi tersebut.
BACA JUGA: Ini yang Dilakukan Bea Cukai Juanda Agar Pekerja Migran Paham Aturan Kepabeanan
“Modus penipuan melalui market place sudah sering terjadi," ungkap Hatta Wardhana, Rabu (21/4.
Pelaku penipuan umumnya mengaku bahwa barang kiriman korban ditahan Bea Cukai dan korban diminta melunasi sejumlah pajak agar barang dapat dikeluarkan.
"Pelaku kemudian mengirimkan nomor rekening pribadi untuk proses pembayaran,” bebernya.
Hatta mengatakan bahwa atas barang kiriman dari luar negeri senilai lebih dari USD 3 maka dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).
Seluruh pembayaran pungutan negara tersebut dibayar menggunakan kode billing dan bukan menggunakan rekening pribadi.
Jika masyarakat diminta untuk membayar pungutan dengan nilai tidak wajar dan melalui rekening pribadi, maka dipastikan hal tersebut termasuk penipuan.
Pelaku penipuan sengaja mencatut nama Bea Cukai dengan tujuan agar korban lebih percaya, serta memudahkan pelaku untuk memeras, mengintimidasi, dan memaksa korban.
Para pelaku tentunya tidak serta merta melakukan penagihan, biasanya pelaku datang dengan berbagai modus untuk membangun kepercayaan korban. Hal ini dapat terjadi karena pelaku sudah mengetahui identitas pribadi korban.
“Para pelaku umumnya sudah mengetahui identitas korban sehingga mudah menjalin kedekatan dengan korban atau memeras korban. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk melindungi data pribadinya agar tidak tersebar,” ujar Hatta.
Hatta mengimbau agar masyarakat menjaga data pribadinya dan mewaspadai agar data tersebut tidak tersebar.
Selain itu, untuk mencegah penipuan mengatasnamakan Bea Cukai, masyarakat dapat memanfaatkan portal beacukai.go.id/barangkiriman untuk memeriksa status barang kiriman.
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menyediakan portal cekrekening.id untuk memastikan keamanan transaksi online.
Melalui portal tersebut, masyarakat dapat memeriksa rekening dan melaporkan rekening yang mencurigakan.
“Apabila mengetahui hal yang terindikasi penipuan, dapat melaporkan pada contact center Bea Cukai pada 1500225 untuk melakukan konfirmasi," pesan Hatta.
Sementara itu, jika telanjur menjadi korban penipuan dapat melaporkan ke kepolisian pada situs lapor.go.id. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi