jpnn.com - Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan masalah pada pembekuan darah. Orang yang mengalami penyakit tersebut memiliki faktor pembekuan darah yang tidak bekerja dengan optimal, sehingga perlukaan yang terjadi di tubuh akan lebih sulit sembuh. Kondisi ini ternyata juga bisa dialami oleh ibu hamil.
Hemofilia terbagi menjadi dua, yaitu A dan B. Pada hemofilia A terjadi kekurangan faktor VIII, sementara pada hemofilia B terjadi kekurangan faktor IX. Kedua faktor tersebut berperan dalam pembekuan darah.
BACA JUGA: Idap Kanker Serviks Saat Hamil, Lakukan 4 hal ini
Terlepas dari jenisnya, tingkat keparahan hemofilia terbagi menjadi beberapa tahap, mulai dari level normal hingga berat. Pada keadaan normal, persentase aktivitas faktor pembekuan darah adalah 50–150 persen.
Pada hemofilia ringan, persentasenya adalah 5–40 persen. Selanjutnya, 1–5 persen untuk hemofilia sedang dan kurang dari 1 persen untuk hemofilia berat.
BACA JUGA: Waspada, Kanker Serviks juga Mengintai Ibu Hamil
Bahaya hemofilia pada kehamilan
Semasa kehamilan, perubahan hormonal akan memengaruhi keadaan faktor pembekuan darah. Sebagai akibatnya, faktor VIII akan meningkat, sementara faktor IX tidak.
BACA JUGA: Ini Penyebab Ibu Hamil Kekurangan Air Ketuban
Kendati begitu, wanita hamil dengan hemofilia tetap lebih berisiko mengalami perdarahan. Ini karena ada kemungkinan bahwa peningkatan tersebut tidak menyebabkan faktor pembekuan darah mencapai level normal.
Adapun beberapa bahaya yang bisa terjadi pada wanita hamil dengan hemofilia, di antaranya:
1. Abruptio plasenta
Semasa kehamilan, wanita dengan level faktor pembekuan darah yang rendah berisiko mengalami abruptio plasenta. Ini adalah kondisi ketika plasenta (ari-ari) lepas dari rahim sebelum waktunya sehingga dapat terjadi keguguran karena janin tidak mendapat oksigen dan pasokan gizi yang dibutuhkan untuk proses perkembangan.
2. Perdarahan saat bersalin
Wanita hemofilia yang hamil tetap perlu melakukan pemeriksaan pada aktivitas faktor pembekuan darah menjelang akhir kehamilan. Apabila hasilnya menunjukkan kurang dari 50%, maka diperlukan pengawasan untuk risiko perdarahan, terutama semasa persalinan. Selain itu, perlu dipertimbangkan pemberian terapi dengan pengganti faktor pembekuan sebagai langkah antisipasi.
Wanita dengan hemofilia disarankan untuk menjalani persalinan normal tanpa penggunaan alat. Hal ini dilakukan demi mengurangi trauma dan risiko perdarahan saat melahirkan. Sering kali, operasi dapat dipertimbangkan, khususnya jika ibu hamilsudah mendapatkan terapi pengganti faktor pembekuan darah.
3. Perdarahan postpartum
Setelah persalinan, nilai faktor pembekuan darah yang sempat meningkat akan kembali seperti semula dalam 14–21 hari setelah melahirkan. Pada fase ini, risiko terjadinya perdarahan postpartum meningkat dan tetap dapat muncul hingga enam minggu setelah melahirkan. Oleh karena itu, wanita dengan hemofilia tetap perlu kontrol rutin setelah melahirkan.
4. Mewariskan penyakit ke anak
Wanita dengan hemofilia memiliki risiko untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anak yang dikandungnya. Jika anak laki-laki, kemungkinan penyakit hemofilia untuk diwariskan adalah 50 persen. Jika anak perempuan, kemungkinan anak tersebut untuk menjadi pembawa hemofilia (carrier) adalah 50 persen.
Adanya berbagai bahaya yang ditimbulkan hemofilia pada ibu hamil, wanita yang berada pada kondisi tersebut sangat perlu dipantau oleh tim dokter.
Hal ini bertujuan agar dirinya dapat menjalani kehamilan dengan sehat. Kerja sama antara dokter kandungan yang menangani kehamilan, dokter ahli darah (hematologis) yang menangani hemofilia, serta dokter ahli bius (anestesi) yang mungkin diperlukan saat persalinan dapat membantu ibu hamil dengan hemofilia untuk melahirkan dengan aman.(NB/ RVS/klikdokter)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ibu Hamil Sering Tak Sadar Alami Anemia
Redaktur & Reporter : Yessy