Waspada, Kerja tak Kenal Waktu Bisa Sebabkan Hal ini

Senin, 22 Januari 2018 – 22:51 WIB
Stres kerja. Foto: Pixabay

jpnn.com - Untuk memenuhi tuntutan bisnis, orang seperti bekerja tanpa mengenal waktu.

Bila pekerjaan bersifat target-basis, kita akan terus berusaha memenuhi target meskipun durasi kerja sudah melebihi delapan jam.

BACA JUGA: Tanda-tanda Terlalu Stres, Hingga Menganggu Tidur Nyenyak

Bahkan di rumah pun ponsel selalu aktif agar kita selalu siap jika sewaktu-waktu diminta menyelesaikan pekerjaan. Ketika tahun ini target kita tercapai, tahun depan target akan ditingkatkan. Begitu seterusnya.

Inikah yang Anda alami selama ini? Mendedikasikan hidup Anda terutama untuk pekerjaan, sehingga kesulitan menikmati kehidupan pribadi? Merasa hidup Anda menjadi tidak berkualitas, karena kurang tidur dan selalu merasa kelelahan?

BACA JUGA: Dilanda Stres, Gracia Indri Diet Ketat sampai Kurus Begini

Penelitian baru di Eropa mendorong kita untuk beristirahat dari pekerjaan dan menetapkan batasan antara kehidupan pribadi dan profesional, setelah menemukan bahwa kegagalan untuk melakukannya bisa menyebabkan kelelahan.

Dilakukan oleh Ariane Wepfer dan rekan dari Universitas Zurich di Swiss, penelitian ini mengamati 1.916 karyawan dari berbagai sektor di negara-negara berbahasa Jerman.

BACA JUGA: Sering Stres? Bisa jadi Gawai Anda Penyebabnya

Sebagian besar peserta menikah (70,3 persen), 55,8 persen adalah laki-lak dan usia rata-rata kelompok tersebut adalah 42,3 tahun. Setengah bekerja 40 jam atau lebih per minggu (50,1 persen).

Para peserta diminta untuk mengambil bagian dalam sebuah studi online yang melihat seberapa baik mereka mampu mengelola batas antara pekerjaan dan kehidupan non-kerja mereka, misalnya, seberapa sering mereka bekerja di rumah, seberapa sering mereka bekerja di akhir pekan dan seberapa sering mereka memikirkan pekerjaan selama mereka libur.

Peserta juga diminta untuk melaporkan apakah mereka meluangkan waktu untuk bersantai setelah bekerja, misalnya bersosialisasi dengan teman atau melakukan olahraga dan hobi lainnya dan seberapa cermat mereka memastikan pekerjaan mereka tidak mengganggu kehidupan pribadi mereka.

Untuk mengukur kesejahteraan, para peneliti mempertimbangkan bagaimana kelelahan fisik dan emosional yang dirasakan peserta dan seberapa baik mereka merasa bahwa mereka menyeimbangkan kerja dan tidak bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang tidak mengatur pemisahan yang jelas antara pekerjaan dan waktu luang cenderung tidak mengambil bagian dalam aktivitas yang bisa membantu mereka rileks dan pulih dari tuntutan pekerjaan mereka.

Hal ini menyebabkan mereka merasa lebih lelah, keseimbangan kerja berkurang dan berkurangnya rasa kesejahteraan dalam berbagai aspek kunci kehidupan mereka.

"Karyawan yang mengintegrasikan pekerjaan ke dalam kehidupan non-kerja mereka dilaporkan merasa lebih kelelahan karena mereka kurang pulih," kata Wepfer, seperti dilansir laman MSN, Minggu (21/1).

Kurangnya kegiatan pemulihan ini kemudian menjelaskan mengapa orang-orang yang mengintegrasikan pekerjaan ke dalam sisa hidup mereka memiliki rasa simpati yang lebih rendah.

Wepfer juga mencatat bahwa perusahaan harus berusaha berbuat lebih banyak untuk membantu karyawan menyeimbangkan pekerjaan mereka, sehingga tidak memengaruhi kehidupan pribadi atau kesejahteraan mereka.

Kebijakan dan budaya organisasi harus disesuaikan untuk membantu karyawan mengelola batas pekerjaan mereka tanpa kerja dengan cara yang tidak mengganggu kesejahteraan mereka.

Temuan ini bisa ditemukan secara online di Journal of Business and Psychology.(fny/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 5 Kiat Tetap Tenang saat Menerima Kritik


Redaktur & Reporter : Fany

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler