Waspada, Surabaya Darurat Narkoba

Senin, 16 Oktober 2017 – 21:33 WIB
TERTANGKAP BASAH: Wakasat Resnarkoba Kompol Anton Prestyo menunjukkan Lie Kian Tjoen alias Jimmy, bersama istri Anestasia Rosmala Dewi dan pembantunya Inti Suryani. Foto: SATRIA NUGRAHA/RADAR SURABAYA

jpnn.com, SURABAYA - Tren pelaku anak dalam kasus narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) semakin mengkhawatirkan di Kota Surabaya.

Tidak hanya menjadi pengguna, beberapa anak bahkan sudah menjadi pengedar.

BACA JUGA: Terpeleset, Wawan Tewas Tenggelam

Mereka juga dianggap sindikat sebagai kurir yang efisien karena tidak mengundang kecurigaan.

Hal itu dibenarkan Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Surabaya Tri Pamoedjo.

BACA JUGA: Ratusan Orang Berebut Asuh Bayi yang Ditemukan di Depan RS

Menurut dia, tren perkara narkoba pada anak-anak masih tinggi tahun ini.

Bahkan, perkara narkoba menempati peringkat kedua setelah tindak pidana pencurian..

BACA JUGA: Tim Penguji CPNS Kemenkumham Dilarang Wawancara soal KKN

Pria kelahiran Magelang itu menjelaskan, selain dari segi kuantitas, peningkatan juga terjadi dari sisi kualitas.

Anak sudah tidak lagi hanya mengonsumsi pil koplo. Mayoritas perkara anak disebabkan mereka mengonsumsi atau mengedarkan narkotika golongan I bukan tanaman.

Paling banyak menggunakan jenis sabu-sabu (SS). Itu tanda anak sudah naik level.

"Saat kami wawancara, mayoritas mengaku mengenal sejak SMP-SMA," lanjutnya.

Perkenalan mereka juga berasal dari teman-teman sendiri. Kebanyakan mengenal narkoba karena rasa penasaran.

Awalnya, mereka hanya bergabung dengan teman yang lebih dulu terjerumus. Sistem bayar untuk pembelian narkoba urunan.

Lama-kelamaan, anak-anak tersebut kecanduan. Mereka pun mencoba sendirian.

Memanfaatkan narkoba paket hemat (pahe) seharga Rp 100 ribu-Rp 150 ribu yang ditawarkan bandar. Mereka rela merogoh kocek sendiri.

Mayoritas anak bahkan sangat sulit keluar dari lingkaran setan narkoba.

Kalau sudah begitu, segala macam perbuatan yang menghasilkan duit akan dilakukan.

Termasuk mau menjadi kurir narkoba. Mereka berani berangkat sendiri, tanpa harus dikawal bandar.

Nah, saat mengantar itulah banyak anak yang terciduk pihak kepolisian.

Parahnya, banyak yang ketakutan saat ditanya siapa yang menyuruh. Mereka takut jika suatu saat nanti harus bertemu lagi dengan bandar.

Selain itu, ketergantungan terhadap narkoba membuat anak lebih mudah untuk terpancing melakukan tindak pidana lain. Yang paling sering adalah pencurian.

Karena itu, mantan Kepala BNN Komjen Pol (pur) Anang Iskandar mengatakan, dibutuhkan treatment khusus untuk menangani anak-anak itu.

"Ada dua pendekatan. Yakni criminal justice system dan rehabilitation justice system," kata pria yang juga dosen mata kuliah antinarkotika di Universitas Trisakti tersebut.

Anang menjelaskan, untuk pelaku anak, seharusnya penanganan lebih komprehensif.

"Assessment-nya harus kuat supaya mereka benar-benar bisa keluar dari lingkaran setan sindikat narkoba," kata mantan Kapolwiltabes Surabaya tersebut. (aji/c11/ano/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Baru Diperbaiki, Bangunan Pertokoan Malah Roboh


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler