jpnn.com - SELASA (29/3) siang, di depan sebuah rumah di RT 1 RW 1 Kelurahan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat, berjejer kendaraan roda dua. Itulah rumah Wendi Rahka Dian, 27, salah satu korban penyanderaan oleh kelompok Milisi Abu Sayyaf.
Di rumah itu, orang tua Wendi bernama Aidil, 55, didampingi istri Asmizal, 54, dikerumini awak media mencari informasi terbaru terkait kasus penyanderaan yang menghebohkan itu.
BACA JUGA: Keren Abis! Kakek 12 Cucu Ini Keliling Indonesia Pakai Sepeda
Siang itu, Aidil, 55, ayah 7 anak ini terlihat tampak santai saat memberikan informasi tentang keberadaan anaknya yang disandera oleh perampok.
Sementara sang istri masih terlihat pucat pasi saat mendengarkan penjelasan penyanderaan anak pertamanyanya itu. Pelupuk mata perempuan paruh baya tersebut telah berair dan tampak matanya berkaca-kaca.
BACA JUGA: Demi Raup Uang, Warga Masih Hidup Dilaporkan Mati
Sembari duduk berdampingan dengan sang istri, Aidil mengaku ia berkomunikasi terakhir kali dengan Wendi pada hari Rabu (23/3). Wendi, anak pertamanya itu menelepon dirinya usai shalat maghrib. Saat menelepon memberikan kabar tentang dirinya bahwa ia dalam keadaan sehat.
Usai berbicara dengan dirinya, ia juga berkomunikasi dengan adik-adiknya. Ia juga mengatakan dirinya telah berangkat menuju Filipina dan telah melakukan perjalanan selama empat hari. Ia cerita, saaat menelepon itu sedang berada di atas kapal dan sedang berlayar di tengah laut.
BACA JUGA: Di Batas, Sepia Pasang Tarif Rp 300 Ribu Short Time
“Pa, lai sehat-sehat se papa. Alhamdullah sehat. Wendi baa? Lai pa sehat. Awak lah barangkek pa. Alah empat hari di laut. Wak lah tibo di Malaysia di perbatasan Malaysia. Ma adiak-adiak pa,” katanya kembali meniru bahasa khas anaknya pertamanya itu.
“Ia juga sempat berbicara dengan adik-adiknya dan juga mamanya sendiri,” sambungnya.
Sebelum menutup telepon Wendi, ia berpesan agar hati-hati. Juga kalimat mendoakan Wendi agar selamat sampai tujuan dan di berikan sehatan. Setelah itu, ia tidak lagi mendapat kabar tentang anaknya.
Kemudian, pada Minggu (27/3) siang, katanya, ia mendapat telepon dari nomor tidak dikenal. Saat itu penelepon mengaku dari pihak perusahaan tempat Wendi Rahka Dian bekerja. Namun, penelpon tidak menyebutkan namanya dan nama perusahaan tempat anaknya bekerja.
Penelepon menanyakan apakah bapak merupakan orang tua Wendi Rahka Dian. Kemudian pihak perusahaan itu menyebutkan apakah benar bapaknya Wendi tinggal di RT 1 RW 1 Kelurahan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji, Padang Sumatera Barat.
Dirinya menjawab benar, kembali ia bertanya ke pada penelpon, ini siapa dan dari mana. Pihak penelepon hanya mengatakan diri adalah dari perusahaan kapal anaknya bekerja. Namun, pihak perusahaan tidak menyebutkan nama perusahaan tempat anaknya bekerja, termasuk tidak menyebutkan namanya saat menelpon.
Mendapat kabar tersebut Aidil merasa cemas dan langsung menanyakan kembali kabar anaknya Wendi. Namun penelepon hanya mengatakan anaknya dalam keadaan sehat dan dikatakan kapal yang dinaiki oleh Wendi saat ini sedang ada masalah teknis. Selanjutnya, penelepon menyarankan dirinya untuk tidak memberitahukan informasi ini kepada “petugas”.
Dikatakan oleh penelepon bahwa perusahaan sedang berusaha menyelesaikan persoalan yang dialami oleh 12 awak kapal tersebut.
Kemudian, pada Senin (28/3) siang pihak perusahan kembali menelepon menghubungi dirinya tanpa nama dan nomornya tanpa nama. Penelepon kembali menyebutkan anaknya selamat dan atas penyenderaan kapal yang dilakukan oleh perompak.
“Anak bapak selamat, sebab kapten kapal telah menelepon pihak perusahaan, mungkin ia meminta tebusan. Pihak perusahaan dan pemerintah sedang berusaha dalam pengurusan dengan pihak terkait serta untuk keselamatan anak bapak,” katanya kembali meniru ungkapan penelepon.
Dia menyebutkan dirinya pada Selasa (29/3) siang berusaha menelepon pihak perusahaan yang meneleponnya itu, namun tidak ada jawaban. Ia berpikiran positif saja, mungkin pihak perusahaan sedang sibuk sehingga tidak sempat menjawab teleponnya. Sebab, nomor yang ditelepon tersebut masuk dan aktif.
Dia mengaku dirinya sedikit lega karena Wendi tidak sendiri, namun bersama 11 awak kapal termasuk kapten kapal.
“Anak saya tidak sendiri. Saya takut kalau ia sendirian jika ditawan. Kemudian, Menteri Luar Negeri dalam hal ini telah mengetahui dan telah mendapatkan informasi tentang kejadian penyanderaan terhadap kapal tersebut,” aku pria yang bekerja sebagai staf Kelurahan Cupak Tangah Kecamatan Pauh.
Wendi telah bekerja kurang lebih selama 2 tahun. Sebelumnya Wendi sekolah di SMP 10 dan melanjutkan pendidikan ke SMA 9, setelah tamat ia mengganggur setahun. Kemudian ia merantau ke Jakarta dan bekerja di lapau nasi tiga tahun yang lalu.
Kemudian, adiknya Riri Efrianto,27, menyarankan kakaknya untuk melanjutkan sekolah perkapalan selama 3 bulan dan dibiayai oleh adiknya. Setelah tamat sekolah Wendi bekerja di kapal dan berlayar. (cr4/o/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Para WNI di Negara Pedalaman Afrika
Redaktur : Tim Redaksi