Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan Dianggap Sudah Tak Layak jadi Menteri

Rabu, 09 Oktober 2019 – 09:31 WIB
Menkopolhukam Wiranto mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh dari Papua dan Papua Barat di Istana, Selasa (10/9). Foto: M Fathra/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Analis Politik Universitas Islam Indonesia (UII) Geradi Yudhistira menilai Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan sudah tidak pantas lagi masuk dalam kabinet, yang akan dibentuk Joko Widodo alias Jokowi di periode kedua pemerintahannya.

Geradi juga berharap Jokowi tidak merangkul menteri-menteri yang kinerja buruk saat menjadi pembantu presiden di Kabinet Jilid I.

BACA JUGA: Eks Ketua Fraksi Hanura Kecam Pernyataan Wiranto soal Pengungsi Gempa Maluku

"Ya sudahlah Pak Jokowi nggak usah percaya lagi dengan timnya sekarang. Ini buruk sekali, saya pikir ini yang harus diganti, demokrasi terancam," ucap Geradi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (9/10).

Menko Polhukam saat ini, Wiranto menjadi salah satu sorotannya. Menurut Geradi, Wiranto telah telanjur dianggap sebagai musuh oleh sejumlah pihak, sejak 1998 hingga 2019.

BACA JUGA: Soal Peluang Luhut Binsar Panjaitan Kembali jadi Menteri

"Di medsos ada yang menyatakan dari dulu zaman 98 sampai dengan 2019 ini musuhnya tetap sama, Wiranto," katanya.

Geradi berharap Presiden Jokowi tidak melibatkan Wiranto dalam pemerintahannya di periode kedua.

BACA JUGA: Simak nih Omongan Hasto soal Kabar Gerindra Dijatah 3 Kursi Menteri

Bukan hanya Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan juga tak lepas dari sorotan Geradi. Luhut yang dianggap sebagai menteri segala urusan. "Saya mau minta kepada Pak Jokowi, satu Pak Wiranto. Yang kedua LBP, jangan diberikan porsi lagi untuk mengatur negara," tegasnya.

Geradi mengatakan, kedua sosok tersebut tidak bisa mengatur manajemen konflik secara baik. Misalnya kata Geradi seringnya blunder saat mengambil kebijakan yang tidak dibutuhkan. "Berapa kali kan blunder, kebijakan itu diambil tidak dengan kebutuhan, matiin internet terus statement-statement seperti itu terus korban terserah mau menyebut korban atau enggak itu terserah. Itu korban di Papua, buruk sekali manajemen konfliknya," paparnya.

"Saya pikir kalau untuk politik dan keamanan, saatnya Jokowi bersih-bersih. Revolusi besar-besaran di situ kalau dia mau dikenang sebagai penjaga demokrasi. Kalau enggak ya monggo saja gitu, tetapi kan rakyat yang akan bergerak terus," tandasnya. (rmol)


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler