Wiranto Sebut Putusan MK Memasung Hak Rakyat

Sabtu, 22 Maret 2014 – 07:07 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan Judicial Review UU Pilpres No 42/2008 yang diajukan Prof. Yusril Ihza Mahendra disayangkan sejumlah pihak. Ketua Umum Partai Hanura Wiranto menilai keputusan itu secara tidak langsung merampas hak politik masyarakat dalam mencari pemimpin yang berkualitas untuk bangsa.

"Patut disayangkan memang langsung ditolak mentah-mentah oleh MK, yang berarti presidential threshold (preshold)  akan tetap berjalan. Berarti ada satu pemaksaan kehendak melalui UU, yang kemudian memasung hak rakyat, memasung hak politik rakyat, memasung keinginan rakyat untuk memilih calon-calon potensial negeri ini," kata Wiranto, kemarin (21/3).

BACA JUGA: Golkar Persilakan Bawaslu Periksa Cicip

Menurutnya, setidaknya ada tiga kerugian yang ditimbulkan pasca keputusan MK itu. Pertama hilangnya hak masyarakat untuk mendapatkan kesempatan memilih calon pemimpin yang lebih banyak. Kerugian kedua, adalah pada kepentingan negara dimana pembatasan itu akan membuat negara kehilangan peluang untuk memilih putra putri terbaiknya negeri ini.

"Yang sekiranya punya integritas, kompetensi untuk membawa negeri ini menang, eksis dalam persaingan global jadi tidak diperbolehkan muncul," katanya.

BACA JUGA: Berduka, Surya Paloh Batalkan Kampanye

Pria yang juga maju sebagai calon presiden (capres) Hanura ini mengatakan kerugian ketiga adalah timbulnya kerancuan dari penerapan perundang-undangan hingga akibatnya akan timbul potensi digugatnya hasil pemilu ke depan.

"Problemnya adalah kita paham bahwa apa yang kita laksanakan ini adalah hal yang salah, tapi kita melakukan hal yang haram dari sudut konstitusi. Sebab di satu sisi MK mengatakan bahwa pemilu yang dipisahkan itu melanggar UU. Sementara pelaksanaannya nanti 2019," tukasnya.

BACA JUGA: ‘Kick Andy’ Batalkan Acara SBY

Sejumlah usulan pun disodorkan sejumlah pihak atas besaran preshold yang akan digunakan. Namun menurut Wiranto Hanura akan tetap cenderung pada pengajuan capres cawapres akan ditentukan berdasarkan besarnya parliamentary threshold yang diperoleh partai.

"Frasa dari UU itu bisa tertangkap bahwa setiap partai yang telah lolos ikut pemilu dengan parlementary threshold berhak untuk mencalonkan presiden dan wapresnya," tukasnya.

Hal senada juga dijelaskan oleh Ketua Fraksi Hanura DPR RI Syarifuddin Sudding. Menurutnya, dengan dibatalkannya gugatan oleh MK, maka Pemilu 2014 masih rawan polemik karena berpotensi dituding inkonstitusinal.

"Sebenarnya tetap rawan digugat dan inskonstitusional karena sejatinya bertentangan dengan UUD 1945. Di sana tak ada ketentuan yang mensyaratkan presidential threshold yang harus meraih berapa suara untuk partai agar dapat mencalonkan presiden-wapres,” katanya.

Sudding juga mengingatkan, polemik tafsir UU seperti ini harus menjadi pembelajaran bagi penyelenggara negara. Ke depan, lanjut dia, sebaiknya tidak ada lagi ada toleransi pada hal-hal yang tidak sesuai dengan UUD 1945.

Di sisi lain, Hanura menegaskan tetap fokus mengikuti proses pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden. Pertimbangannya karena keputusan Mahkaman Konstritusi bersifat bersifat final dan mengikat.

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra mengajukan permohonan uji materi UU Pilpres. Dia mengajukan uji materi Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112. Inti gugatan Yusril adalah meminta penyelenggaraan pileg dan pilpres 2014 dilakukan serentak atau tak ada lagi presidential threshold sebagai syarat untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

Gugatan itu terkait syarat minimal dukungan pencalonan presiden dan wakil presiden, UU Pemilu Presiden mensyaratkan perolehan 25 persen suara sah atau 20 persen kursi di DPR untuk partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusung pasangan calon presiden dan wakilnya. (dil)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penerima iPod Mayoritas Hakim MA


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler