jpnn.com - DIBUTUHKAN trik khusus untuk bisa eksis di dunia kreatif saat ini. Bikin yang beda. Itulah yang selalu dipegang Wishnutama Kusubandio, CEO PT NET Mediatama Indonesia. Hingga akhirnya, dia bisa berada di posisi puncak saat ini.
*****
BACA JUGA: Nuklir Digambarkan Bahan Kimia yang Meledak
Konser Suara untuk Negeri mampu mengundang puluhan ribu orang di setiap kota yang disinggahi. Total, ada empat kota yang menjadi lokasi perhelatan konser yang menggandeng Iwan Fals tersebut. Terakhir, konser yang diselenggarakan NET. itu diadakan di lapangan Kodam V/Brawijaya, Surabaya, 7 Juni lalu.
Wishnutama Kusubandio, sang penggagas acara, menyatakan menyiapkan setiap konser secara mendetail. Jawa Pos For Her menjumpainya di venue pada tengah malam sebelum acara berlangsung. Meski menjabat CEO PT NET Mediatama Indonesia, pria 38 tahun itu tidak canggung mondar-mandir mengecek tata suara.
BACA JUGA: Jualan Es Jus, Istri Minta Cerai, Akhirnya Dideportasi
Konser Suara untuk Negeri hanyalah satu di antara kesuksesan perhelatan yang dipimpin laki-laki yang akrab disapa Mas Tama tersebut. Dalam 20 tahun terakhir, dia malang melintang di dunia pertelevisian.
Sebelum di NET., Wishnutama berkiprah di Indosiar dan Trans Corp. Di Indosiar, dia membuat program acara Pesta. Acara musik yang saat itu tayang setiap Minggu malam dan begitu digandrungi anak muda. Bukan hanya Pesta yang dapat mendongkrakrating stasiun televisi Indosiar sekitar sepuluh tahun lalu itu. Alumnus Emerson College di Boston, AS, tersebut juga membuat program acara Gebyar BCA, Patroli, dan Saksi.
BACA JUGA: Anggap Cucu, Tiap Pekan Tetap Disambangi
Setelah tujuh tahun berkarya di Indosiar, sejak 1994 sampai 2001, Mas Tama hijrah ke Trans Corp. Di sana laki-laki kelahiran 4 Mei 1976 itu menciptakan banyak program menarik. Sebut saja, Extravaganza, Dunia Lain, Termehek-Mehek, Opera van Java, Empat Mata, dan Indonesia Mencari Bakat.
Ditanya mengenai rahasianya menghasilkan banyak program menarik yang disukai masyarakat, Mas Tama hanya tersenyum. ’’Referensi bisa datang dari mana saja. Sayasih biasanya dapat referensi karena nggak sengaja lihat. Nggak sengaja liat itu, nggaksengaja liat ini. Ya banyak hal,’’ ungkapnya. ’’Saya selalu berusaha yang saya lakukan selalu membawa perubahan, selalu ada inovasi. Saya nggak mau melakukan hal yang sama atau yang pernah dilakukan orang lain. Itu saja,’’ sambung ayah dua anak tersebut.
Setelah 11 tahun mengembangkan Trans Corp, terhitung sejak 2001 hingga 2012, Mas Tama memilih untuk mengundurkan diri. Bersama Agus Lasmono, dia membangun stasiun televisi bernama NET. yang berasal dari singkatan News and Entertainment Television. Pendirian NET., menurut penyuka makanan sehat itu, didasari pada program acara di Indonesia yang makin lama semakin tidak seimbang.
’’Kalau kita lihat sekarang, banyak orang yang mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain. Saya rasanya kok ndak pengen seperti itu,’’ ujarnya.
Dia ingin pemirsa memperoleh hal positif. Sebab, tayangan yang beredar belakangan, menurut dia, kurang berkualitas dantidak membuat orang lebih semangat menjalani hidup. ’’Saya pikir, ada kebutuhan pemirsa yang ingin better quality program. Program acara yang punya value, yang punya makna, dan nggak sekadar sensasi,’’ tutur laki-laki berkacamata tersebut.
Setahun berjalan bersama bendera NET., Mas Tama merasa senang pada respons masyarakat Indonesia. ’’Alhamdulillah, baik dan terus meningkat, terutama di kalangan middle up. Tandanya, banyak orang yang nggak pengen melihat berita sensasi. Bukan sekadar gosip. Karena itu, kami berusaha menghadirkan hiburan yang berkualitas. Misalnya, sitkom yang naskahnya lebih bermutu atau program acara yangnggak sekadar menjual kesulitan,’’ paparnya.
Meski demikian, dia menampik bila kesuksesan yang diterima dikatakan hanya karena dirinya. Menurut pria kelahiran Jayapura, Papua, tersebut, kesuksesan itu diraih lantaran kerja tim. Mengingat, bekerja di balik layar membutuhkan waktu dan tenaga yang melimpah. ’’Bekerja di stasiun televisi sangat menyita waktu karena jam kerja ya kayak gini. Peak hour kita bersamaan dengan saat seluruh keluarga tengah berkumpul. Namanya prime time, waktu ketika kita paling sibuk-sibuknya,’’ ungkapnya.
Tak sekadar menangguk sukses pada rating, Wishnutama juga meraih banyak penghargaan selama hampir 20 tahun berkarya. Baik skala nasional maupun tingkat Asia. Di antaranya, The Best CEO in Indonesia 2010 pilihan majalah SWA, Asian Television Award, dan Panasonic Awards. (cik/c14/nda)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Agar Pasien Tak Lagi Gunakan Kobokan di Perut
Redaktur : Tim Redaksi